TintaTeras

Biografi Sunan Kudus

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah

Biografi Sunan Kudus. Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung ialah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana sampai di Jawa. Di Kesultanan Demak, beliau pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak belajar pada Sunan Kalijaga. Kemudian beliau berkelana ke aneka macam kawasan tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun memalsukan pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesusahan mencari pendakwah ke Kudus yang lebih banyak didominasi masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati penduduk Kudus ialah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu tampakdari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dijalankan Sunan Kudus.

Suatu waktu, beliau memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, dia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar klarifikasi Sunan Kudus wacana surat Al Baqarah yang bermakna “sapi betina”. Sampai kini, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah dongeng-kisah ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang sepertinya mengadopsi cerita 1001 malam dari periode kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dikerjakan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, dia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

menurut riwayat ia juga tergolong salah seorang pujangga yang memiliki gagasan mengarang dongeng-kisah pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. diantara buah ciptaannya yang terkenal, yakni Gending Maskumambang dan Mijil. Adapun Imam Ja’far Sodiq yang populer di Iran itu tidak saja selaku seorang imam dari kaum Syi’ah, akan namun juga sebagai seorang yang terkemuka di dalam soal-soal hukum maupun ilmu wawasan yang lain.

Dengan demikian, maka berdasarkan ekonomis kita Ja’far Sodiq yang populer di Iran selaku seorang wali, seorang imam dari kalangan Syi’ah yang amat dipuja serta dihormati itu, kiranya bukanlah Ja’far Sodiq seorang wali yang menjadi salah seorang anggota dari kesembilan wali di Jawa, yang makamnya terdapat di kota Kudus, adapun Ja’far Sodiq yang lalu ini, populer dengan istilah Sunan Kudus. Disamping bertindak selaku guru agama Islam. juga selaku salah seorang yang kuat syariatnya, Senan Kudus-pun menjadi senopati dari kerajaan Islam di Demak

Antara lain yang termasuk bekas peninggalan ia adalah Masjid Raya di-Kudus, yang lalu dikenal dengan istilah masjid menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Mengenai asal-usulnya nama Kudus berdasarkan cerita (legenda) yang hidup dikalangan penduduk setempat yakni, bahwa dulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menimba ilmu di tanah arab, kemudian beliaupun mengajar pula di sana. pada suatu abad, di tanah arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit mana kemudian menjadi reda, berkat jasa sunan kudus., oleh alasannya adalah itu, seorang amir disana berkenan untuk menawarkan suatu hadian kepada ia. akan namun ia menolak,hanya kenang-ingatan dia meminta suatu watu. Batu tersebut katanya berasal dari kota Baitul Makdis, atau Jeruzalem, maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta berdomisili, lalu diberikan nama Kudus. Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itupun juga menjadi terkenal dengan istilah menara Kudus.

Adapun mengenai nama Kudus atau Al Kudus ini di dalam buku Encyclopedia Islam antara lain disebutkan : “Al kuds the usual arabic nama for Jeruzalem in later times, the olders writers call it commonly bait al makdis (according to some : mukaddas), with really meant the temple (of solomon), a translation of the hebrew bethamikdath, but itu because applied to the whole town.” Mengenai usaha Sunan Kudus dalam berbagi agama Islam tidak berbeda dengan para wali yang lain, yaitu selalu digunakan jalan akal, dengan siasat dan strategi yang demikian itu, rakyat mampu diajak memeluk Agama Islam. TintaTeras.com

Biografi Sunan Drajat

Biodata,  Biografi Tokoh Indonesia,  Biografi Tokoh Islam,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah,  Tokoh Pemimpin

Biografi Sunan Drajat. Semasa muda dia dikenal selaku Raden Qasim, Qosim, atawa Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya di aneka macam naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Virgo Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat. Dia yakni putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel yang lain yaitu Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan jejaknya.

Ada diceritakan, Raden Qasim menghabiskan era kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah sampaumur, dia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan suatu dongeng, yang kelak berkembang menjadi legenda. Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret tornado, dan pecah dihantam ombak di kawasan Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung bahtera. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan cakalang.

Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah kawasan yang lalu diketahui sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung berjulukan Mbah Virgo Madu dan Mbah Banjar. Konon, kedua tokoh itu telah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Kanya Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan suatu surau, dan kesannya menjadi pesantren daerah mengaji ratusan penduduk.

Jelak, yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke daerah yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat. Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih menilai kawasan itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan abad itu, untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal masyarakatselaku daerah seram.

Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah balasan pembukaan lahan itu. Mereka meneror penduduk pada malam hari, dan berbagi penyakit. Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi. Setelah pembukaan lahan berakhir, Sunan Drajat bareng para pengikutnya membangun permukiman gres, seluas sekitar sembilan hektare. Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang sekarang menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat daerah tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah memberikan anutan Islam terhadap penduduk.

Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522. Di kawasan itu sekarang dibangun suatu museum kawasan menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas daerah tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan dikeramatkan. Sunan Drajat populer akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan terhadap para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun tindakan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya: jangan menyimak obrolan yang menjelek-jelekkan orang lain, terlebih melaksanakan tindakan itu.

Sunan memperkenalkan Islam melalui rancangan dakwah bil-pesan tersirat, dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam memberikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, melalui pengajian secara eksklusif di masjid atau sabung. Kedua, lewat penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi aliran atau petuah dalam menyelesaikan suatu dilema. Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, beliau juga memberikan aliran agama lewat ritual akhlak tradisional, sepanjang tidak berlawanan dengan anutan Islam.

Empat pokok anutan Sunan Drajat yakni: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang kodanan. Artinya: berikan tongkat terhadap orang buta; berikan makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung kepada yang kehujanan. Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berlangsung mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan sesudah pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk untuk melakukan salat magrib.

”Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk. Ia senantiasa menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya memakai ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali lainnya, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga di daerah Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika dia merasa kecapekan dalam suatu perjalanan. Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu menyembur air bening –yang lalu menjadi sumur kekal. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga wanita. Setelah menikah dengan Kemuning, saat menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.

Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama Sunan Drajat yaitu Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum hingga di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya mencar ilmu mengaji terhadap Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel. Di kelompok ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ‘’saling memuridkan”. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, sesudah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun lazimdipanggil dengan istilah Pangeran Kadrajat, atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.

Bekas padepokan Pangeran Drajat sekarang menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra. Anak tertua berjulukan Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula dongeng yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang meyakinkan.

Tak jelas, apakah Sunan Drajat tiba di Jelak sesudah berkeluarga atau belum. Namun, kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat: ”Duk samana anglaksanani, mangkat sakulawarga….” Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden Qasim konon berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya dikala perahu nelayan itu pecah? Para hebat sejarah masih mengais-ngais naskah kuno untuk menjawabnya. Beliau wafat dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang kesenian. TintaTeras.com

Biografi Sunan Ampel

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Indonesia,  Biografi Tokoh Islam,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Tokoh Pemimpin

Biografi Sunan Ampel. Ia merupakan salah seorang anggota Walisanga yang sangat besar jasanya dalam kemajuan Islam di Pulau Jawa. Sunan Ampel yaitu bapak para wali.Dari tangannya lahir para pendakwah Islam kelas satu di bumi tanah jawa. Nama orisinil Sunan Ampel ialah Raden Rahmat. Sedangkan istilah sunan merupakan gelar kewaliannya, dan nama Ampel atau Ampel Denta itu dinisbatkan kepada kawasan tinggalnya, suatu daerah akrab Surabaya1.

Ia dilahirkan tahun 1401 Masehi di Champa.Para jago kesulitan untuk memilih Champa disini, alasannya adalah belum ada pernyataan tertulis maupun prasasti yang menunjukkan Champa di Malaka atau kerajaan Jawa. Saifuddin Zuhri (1979) berkeyakinan bahwa Champa yakni istilah lain dari Jeumpa dalam bahasa Aceh, oleh alasannya itu Champa berada dalam daerah kerejaan Aceh. Hamka (1981) beropini sama, kalau benar bahwa Champa itu bukan yang di Annam Indo Cina, sesuai Enscyclopaedia Van Nederlandsch Indie, namun di Aceh.

Ayah Sunan Ampel atau Raden Rahmat berjulukan Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi, yang kemudian dikenal dengan istilah Sunan Gresik. Ibunya bernama Dewi Chandrawulan, kerabat kandung Putri Dwarawati Murdiningrum, ibu Raden Fatah, istri raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Istri Sunan Ampel ada dua ialah: Dewi Karimah dan Dewi Chandrawati.

Dengan istri pertamanya, Dewi Karimah, dikaruniai dua orang anak yaitu: Dewi Murtasih yang menjadi istri Raden Fatah (sultan pertama kerajaan Islam Demak Bintoro) dan Dewi Murtasimah yang menjadi permaisuri Raden Paku atau Sunan Giri. Dengan Istri keduanya, Dewi Chandrawati, Sunan Ampel menemukan lima orang anak, ialah: Siti Syare’at, Siti Mutmainah, Siti Sofiah, Raden Maulana Makdum, Ibrahim atau Sunan Bonang, serta Syarifuddin atau Raden Kosim yang kemudian diketahui dengan sebutan Sunan Drajat atau kadang-kadang disebut Sunan Sedayu.

Sunan Ampel diketahui selaku orang yang berilmu tinggi dan alim, sangat pandai dan mendapat pendidikan yang mendalam tentang agama Islam. Sunan Ampel juga diketahui mempunyai budbahasa yang mulia, suka menolong dan memiliki keprihatinan sosial yang tinggi terhadap persoalan-persoalan sosial. TintaTeras.com

Biografi Gajah Mada

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah,  Tokoh Pemimpin

Biografi Gajah Mada. Nama tokoh kerajaan majapahit ini sungguh terkenal di Indonesia dengan Sumpah Palapa nya. namanya juga di abadikan selaku nama salah satu universitas terbaik di Indonesia. Gajah Mada yaitu salah satu Patih lalu menjadi Mahapatih Majapahit yang mengantarkan kerajaan Majapahit ke puncak kejayaannya. Tidak dikenali sumber sejarah mengenai kapan dan di mana Gajah Mada lahir. Ia mengawali karirnya di Majapahit sebagai bekel. Karena sukses menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti yang paling berbahaya dalam sejarah kerajaan Majapahit, dia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian beliau diangkat selaku Patih Kediri.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yaitu Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri selaku penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak pribadi menyepakati. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang dikala itu sedang melaksanakan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta & Sadeng pun kesannya takluk. Patih Gajah Mada lalu diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi selaku patih di Majapahit (1334).

Sumpah Palapa Yang Terkenal

Pada waktu pengangkatannya beliau mengucapkan Sumpah Palapa, yaitu beliau baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi bila sudah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut :

..Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.

Yang artinya (Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama saya belum menyatukan Nusantara, saya takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan merasakan palapa.)

Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang mewaspadai sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) sudah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan mirip Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke kawasan timur mirip Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Perang Bubat Yang Terkenal

Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda selaku permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan akad nikah agung itu. Gajah Mada yang menghendaki Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka selaku persembahan pengesahan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda tentang hal ini, terjadilah peperangan tidak sebanding antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi daerah penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri sehabis ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat kejadian itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.

Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berlawanan. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sungguh menghargai Gajah Mada selaku Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat usulan yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Akhir hidup Gadjah Mada

Disebutkan dalam Negarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada sudah gering (sakit). Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi namun tidak dikenali secara pasti dimana Gajah Mada dimakamkan. Hayam Wuruk kemudian menentukan enam Mahamantri Agung, untuk berikutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala permasalahan negara. TintaTeras.com

Biografi Adam Malik

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Dunia,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Pahlawan Nasional,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah,  Tokoh Pemimpin

Biografi Adam Malik. Tokoh Indonesia ini yang dijuluki ”si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko ‘Murah’, di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kegiatan barunya itu, dia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.

Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara sebab melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun sudah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.

Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor informasi Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis bau tanah, satu mesin tulis bau tanah, dan satu mesin roneo renta, mereka menyuplai informasi ke aneka macam surat kabar nasional. Sebelumnya, beliau telah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan perjaka memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bareng Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih selaku Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik yaitu pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota dewan legislatif.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik lalu menjadi ketua Delegasi RI dalam negosiasi Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada periode kian menguatnya imbas Partai Komunis Indonesia, Adam bareng Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap selaku musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergeseran rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan golongan kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio gres Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang serupa, melalui televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba alasannya pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, beliau bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 hingga 1977 ia menjabat selaku Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain tergolong rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan diandalkan menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, dia terpilih menjadi Ketua dewan perwakilan rakyat/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara datang-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, beliau merasa kurang dapat berperan banyak. Maklum, beliau seorang yang terbiasa lincah dan aktif datang-datang cuma berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka pelatihan. Kemudian dalam beberapa potensi dia mengungkapkan kekalutan hatinya wacana feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya mirip tuan-tuan kebon.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing menyampaikan ‘semua mampu dikelola”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu memiliki 1001 balasan atas segala jenis pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan ‘semua mampu diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan duit.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan banyak sekali tanda kehormatan. TintaTeras.com

Biografi Chrisye

Artis,  Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah

Biografi Chrisye. Bernama lengkap Chrismansyah Rahardi ini dilahirkan di Jakarta, 16 September 1949 dan wafat tanggal 30 maret 2007. Ia mulai aktif merintis karier musiknya di tahun 1968 dikala bergabung sebagai basis dalam deretan Sabda Nada. Tahun 1968 – 1969 dia tergabung dalam Gipsy Band bareng Zulham Nasution, Keenan Nasution, Gauri Nasution, Onan dan Tami. Bersama golongan Gipsy inilah Chrisye yang kurun itu jadi vokalis sekaligus bassis sempat tercatat selaku band penghibur di sebuah restoran Indonesia di New York. Sayangnya Gipsy pun tak dapat bertahan lama. Tahun 1970, bersama Gipsy Band pula, Chrisye sempat menggung di TIM Jakarta yang mendatangkan bintang tamu almarhum Mus Mualim.

Sekitar tahun 1977, Chrisye baru mengawali karir solonya. Nampaknya bintang keberuntungan sedang bersinar terperinci sebab dalam waktu singkat namanya eksklusif meroket sebagai vokalis ahli dikala menembangkan lagu karya James F. Sundah yang berjudul Lilin-lilin Kecil. Di ketika yang sama beliau juga mengungguli ajang “Lomba Karya Cipta Lagu Remaja Prambors” (LCLR). Hebatnya lagi, sepanjang masa abad 1980-an sampai memasuki tahun 2000, nama Chrisye tak pernah tenggelam. Hampir semua album yang dirilisnya senantiasa disambut baik di industri musik Indonesia.

Penghargaan:

Dalam beberapa dekade itu Chrisye telah menyabet bermacam-macam pencapaian internasional seperti menjuarai ajang Enka Song Festival yang diadakan oleh Fuji T.V., Tokyo, Jepang serta menjadi Video Klip Pertama Indonesia yang ditayangkan di MTV Hong Kong melalui klip Pergilah Kasih . Selain segudang prestasi musik Chrisye juga ternyata punya bakat lain, karena ternyata dia pernah tercatat bermain dalam beberapa film layar lebar seperti “Seindah Rembulan” (1981) dan menjadi bintang tamu di “Gita Cinta dari Sekolah Menengan Atas” (1981).

Lima (5) dari delapan belas (18) album solo yang sudah dirilis Chrisye sukses menerima penghargaan musik paling bergengsi di Indonesia yang diadakan oleh perusahaan pabrik pita kaset kosong, HDX dan BASF. Diantaranya album Aku Cinta Dia, Hip Hip Hura, Kisah Cintaku dan Pergilah Kasih. Sedangkan suatu tembang diciptakan Chrisye yang berjudul Lagu Cinta, yang dibawakan oleh Vina Panduwinata berhasil mendapat penghargaan sebagai lagu terbaik oleh BASF.

Selain mencatat selaku penyanyi pop yang sungguh sukses, Chrisye juga tercatat sebagai pencipta lagu. Ada lebih dari 80 lagu ciptaan Chrisye. Karena terlalu banyak dan sudah usang, Chrisye tak lagi dapat mengingatnya. Yang pasti, beberapa lagu ciptaan Chrisye menjadi hit dibawakan oleh antara lain: Vina Panduwinata, Tika Bisono, Andi M. Matalatta, Utha Likumahua.

Pada tahun 2002, Chrisye mengeluarkan album Dekade di mana beliau menyanyikan kembali sejumlah lagu usang. Sejak 31 Juli 2005, Chrisye mesti dirawat di rumah sakit di Singapura alasannya mengidap Kanker Paru-Paru. Chrisye meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 2007 pukul 04.08 pagi di Jakarta akibat Kanker Paru-Paru yang dideritanya dan dimakamkan di TPU Jeruk Purut. TintaTeras.com

Biografi Mbah Surip

Artis,  Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia

Biografi Mbah Surip. Penyanyi berambut gimbal ini dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1949 di Mojokerto Jawa Timur. Dilahirkan dengan nama Urip Ariyanto. Saat ini Mbah Surip berstatus duda dengan empat anak dan sekaligus juga sebagai kakek dengan empat cucu. Menurut pengakuannya Mbah Surip tergolong orang yang senang sekolah, Mbah Surip mempunyai ijazah SMP, ST, SMEA, STM, Drs. sama insinyur dan MBA. Selain sebagai penyanyi, Mbah SUrip pernah mencicipi pengalaman bekerja di bidang pengeboran minyak, tambang berlian, emas, dan lain-lain bahkan pernah melakukan pekerjaan di mancanegara seperti Kanada, Texas, Yordania dan California

Namun Merasa nasibnya kurang baik, Mbah Surip menjajal peruntungan dengan pergi ke Jakarta. Di Ibukota Jakarta, dia bergabung dengan beberapa komunitas seni mirip Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki. Pada sebuah waktu, nasib memilih lain. Mbah Surip mendapat kesempatan untuk rekaman dan risikonya meraih kesuksesan mirip sekarang. Dalam perjalanan musiknya Mbah Surip sudah mengeluarkan beberapa album musik. Album rekamannya dimulai dari tahun 1997 diantaranya :

  1. Ijo Royo-royo (1997),
  2. Indonesia I (1998),
  3. Reformasi (1998),
  4. Tak Gendong (2003),
  5. Barang Baru (2004).

Namun ternyata lagu Tak Gendong diciptakan pada tahun 1983 ketika Mbah Surip masihbekerja di Amerika Serikat. Menurutnya Filosofi dari lagu ini yakni Belajar salah itu, yang digendong ya siapa saja, entah baik, galak, pembangkang, atau jahat. Seperti bus, nggak peduli penumpangnya, entah itu copet, gelandangan, pekerja, ya siapa pun. Sebab, menggendong itu mencar ilmu salah. Mbah Surip tampil juga lewat video klip “Witing Trisno” karangan Tony Q Rastafara di MTV. Ciri khas dari setiap aksinya di panggung musik yakni senantiasa ditemani “Gitar Kopong” nya, menyanyi dengan sungguh relax dan nyanyi “ngalor-ngidul” dengan gaya-nya yang khas, kocak, aneh, dan bebas ekspresi.

Karakter inilah yang membuat Emha Ainun Najib atau Cak Nun sering menggambarkan sosok Mbah Surip yakni gambaran “Manusia Indonesia Sejati” yang tidak pernah merasa sulit, tidak pernah gusar, tidak pernah sedih dan senantiasa tertawa, walaupun kadang kala di ledek orang Mbah Surip tetap saja tertawa tidak pernah dendam, atau membalas ledekan tersebut. Bahkan acap kali Mbah Surip galau untuk pulang alasannya kehabisan ongkos. Hasilnya Mbah Surip mengejawantahkan kesusahannya dalam sebuah lagu “minta biaya pulang”. Dalam lagu tersebut Mbah Surip bercerita ihwal pacarnya, meskipun kita ragu jika Mbah Surip pernah berpacaran. TintaTeras.com

Biografi Putera Sampoerna – Pemilik Pt Sampoerna

Biodata,  Biografi,  Biografi Pengusaha Sukses,  Biografi Tokoh Indonesia,  Feed,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah,  Wirausahawan

Putera Sampoerna, mengguncang dunia bisnis Indonesia dengan menjual seluruh saham keluarganya di PT HM Sampoerna senilai Rp18,5 triliun, pada ketika kinerjanya baik. Generasi ketiga keluarga Sampoerna yang belakangan bertindak sebagai CEO Sampoerna Strategic, ini memang seorang pebisnis visioner yang bisa menjangkau pasar era depan. Berbagai langkahnya sering kali tidak terjangkau pengusaha lain sebelumnya. Dia bisa membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Sehingga pantas saja Warta Ekonomi menobatkan putra Liem Swie Ling (Aga Sampoerna) ini selaku salah seorang Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005. Sebelumnya, majalah Forbes menempatkannya dalam peringkat ke-13 Southeast Asia’s 40 Richest 2004.

Putera Sampoerna, pebisnis Indonesia kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem Seeng Tee yang mendirikan perusahaan rokok Sampoerna. Putera ialah presiden administrator ketiga perusahaan rokok PT. HM Sampoerna itu. Dia menggantikan ayahnya Aga Sampoerna.

Kemudian, pada tahun 2000, Putera mengestafetkan kepemimpinan operasional perusahaan (presiden administrator) kepada anaknya, Michael Sampoerna. Dia sendiri duduk selaku Presiden Komisaris PT HM Sampoerna Tbk, hingga saham keluarga Sampoerna (40%) di perusahaan yang sudah go public itu dijual terhadap Philip Morris International, Maret 2005, senilai Rp18,5 triliun.

Pria penggemar angka sembilan, lulusan Diocesan Boys School, Hong Kong, dan Carey Grammar High School, Melbourne, serta University of Houston, Texas, AS, itu sebelum memimpin PT HM Sampoerna, lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan yang mengorganisir perkebunan kelapa sawit milik usahawan Malaysia. Kala itu, ia berdomisili di Singapura bareng isteri tercintanya, Katie, keturunan Tionghoa warga Amerika Serikat.

Dia mulai bergabung dalam operasional PT. HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun lalu, tepatnya 1986, Putera dinobatkan menduduki tampuk kepemimpinan operasional PT HAM Sampoerna selaku CEO (chief executive officer) menggantikani ayahnya, Aga Sampoerna.

Namun ruh kepemimpinan masih saja menempel pada ayahnya. Baru sesudah ayahnya meninggal pada 1994, Putera sungguh-sungguh mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan dan naluri bisnisnya secara penuh. Dia pun merekrut profesional dalam negeri dan luar negeri untuk mendampinginya berbagi dan menggenjot kinerja perusahaan.

Sungguh, perusahaan keluarga ini dikontrol secara profesional dengan pertolongan manajer profesional. Perusahaan ini juga go public, sahamnya menjadi unggulan di bursa efek Jakarta dan Surabaya. Ibarat sebuah kapal yang berlayar di samudera luas berombak besar, PT HM Sampoerna sukses mengarunginya dengan berbagai kiat dan inovasi inovatif.

Tidak cuma gemilang dalam melaksanakan penemuan produk inti bisnisnya, yakni rokok, namun juga sukses mengespansi peluang bisnis di segmen usaha lain, di antaranya dalam bidang supermarket dengan mengakuisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna simpulan 1980-an.

Di bisnis rokok, HM Sampoerna yaitu pencetus produk mild di tanah air, ialah rokok rendah tar dan nikotin. Pada 1990-an, itu Putera Sampoerna dengan inovatif mengenalkan produk rokok terbaru: A Mild. Kala itu, Putera meluncurkan A Mild sebagai rokok rendah nikotin dan “taste to the future”, di tengah ramainya pasar rokok kretek. Kemudian perusahaan rokok lain mengikutinya.

Dia memang seorang pebisnis visioner yang bisa meraih pasar era depan. Berbagai langkahnya kadang kala tidak terjangkau usahawan lain sebelumnya. Dia mampu membuat sensasi (tetapi terukur)dalam dunia bisnis. Langkahnya yang paling sensasional sepanjang sejarah semenjak HM Sampoerna berdiri 1913 yaitu keputusannya memasarkan seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris International, Maret 2005.

Keputusan itu sangat mengejutkan pelaku bisnis lainya. Sebab, kinerja HM Sampoerna kurun itu (2004) dalam posisi sangat baik dengan sukses mendapatkan pendapatan higienis Rp15 triliun dengan nilai buatan 41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga perusahaan rokok yang menguasai pasar, ialah menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di Indonesia, sesudah Gudang Garam dan Djarum.

Mengapa Putera melepas perusahaan keluarga yang sudah berumur lebih dari 90 tahun ini? Itu pertanyaan yang timbul di tengah pelaku bisnis dan publik abad itu.

Belakangan publik mengetahui visi Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005 model Majalah Warta Ekonomi ini ((Warta Ekonomi 28 Desember 2005). Dia menyaksikan era depan industri rokok di Indonesia akan semakin susah berkembang. Dia pun ingin menjemput pasar masa depan yang hanya mampu diraihnya dengan langkah kriatif dan revolusioner dalam bisnisnya. Secara revolusioner dia mengganti bisnis pada dasarnya dari bisnis rokok ke agroindustri dan infrastruktur.

Hal ini terungkap dari langkah-langkahnya sesudah enam bulan melepas saham di PT HM Sampoerna. Juga terungkap dari ucapan Angky Camaro, orang doktrin Putera: “Arahnya memang ke infrastruktur dan agroindustri.”

Terakhir, di bawah bendera PT Sampoerna Strategic beliau sempat bermaksud mengakuisisi PT Kiani Kertas, tetapi untuk sementara dia menolak melanjutkan negosiasi transaksi lantaran kriteria yang diajukan Bank Mandiri dinilai tak seimbang. Dia pun dikabarkan akan memasuki bisnis jalan tol, jika faktor birokrasi dan keadaan sosial politik kondusif. TintaTeras.com

————————————————————————————————————

Biografi Dr. Cipto Mangunkusumo

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Dunia,  Biografi Tokoh Indonesia,  Biografi Tokoh Islam,  Feed,  Pahlawan Nasional,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah

Nama tokoh ini sangat terkenal di Indonesia sebagai salah satu hero yang mempunyai andil penting dalam kebangkitan Indonesia dikala era kolonial. Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecagakan Jepara. Ia yakni putera tertua dari Mangunkusumo, seorang bangsawan rendahan dalam struktur penduduk Jawa. Karir Mangunkusumo diawali sebagai guru bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar di Ambarawa, lalu menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan berikutnya menjadi pembantu manajemen pada Dewan Kota di Semarang. Sementara, sang ibu adalah keturunan dari tuan tanah di Mayong, Jepara.

Meskipun keluarganya tidak termasuk golongan bangsawan birokratis yang tinggi kedudukan sosialnya, Mangunkusumo sukses menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Cipto beserta adik-adiknya yakni Gunawan, Budiardjo, dan Syamsul Ma’bakir bersekolah di Stovia, sementara Darmawan, adiknya bahkan sukses menemukan beasiswa dari pemeintah Belanda untuk mempelajari ilmu kimia industri di Universitas Delf, Belanda. Si bungsu, Sujitno terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta.

Ketika menempuh pendidikan di Stovia, Cipto mulai memperlihatkan perilaku yang berlawanan dari sahabat-temannya. Teman-sobat dan guru-gurunya menilai Cipto selaku pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan tekun. “Een begaald leerling”, atau murid yang berbakat yaitu julukan yang diberikan oleh gurunya kepada Cipto. Di Stovia Cipto juga mengalami perpecahan antara dirinya dan lingkungan sekolahnya. Berbeda dengan teman-temannya yang suka pesta dan bermain bola sodok, Cipto lebih senang menghadiri ceramah-ceramah, baca buku dan bermain catur. Penampilannya pada acara khusus, tergolong eksentrik, dia senantiasa memakai surjan dengan materi lurik dan merokok kemenyan. Ketidakpuasan kepada lingkungan sekelilingnya, senantiasan menjadi topik pidatonya. Baginya, Stovia adalah kawasan untuk mendapatkan dirinya, dalam hal keleluasaan berpikir, lepas dari tradisi keluarga yang berpengaruh, dan berkenalan dengan lingkungan gres yang diskriminatif.

Beberapa Peraturan-peraturan di Stovia menyebabkan ketidak puasan pada dirnya, seperti semua mahasiswa Jawa dan Sumatra yang bukan Katolik diharuskan memakai busana tadisional jika sedang berada di sekolah. Bagi Cipto, peraturan berpakaian di Stovia merupakan perwujudan politik kolonial yang angkuh dan melestarikan feodalisme. Pakaian Barat cuma boleh dipakai dalam hirarki administrasi kolonial, ialah oleh pribumi yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak melakukan pekerjaan pada pemerintahan, dihentikan menggunakan pakaian Barat. Implikasi dari kebiasaan ini, rakyat condong untuk tidak menghargai dan menghormati penduduk pribumi yang menggunakan pakaian tradisional.

Keadaan ini selalu digambarkannya melalui De Locomotief, pers kolonial yang sangat progresif pada waktu itu, di samping Bataviaasch Nieuwsblad. Sejak tahun 1907 Cipto telah menulis di harian De Locomotief. Tulisannya berisi kritikan, dan menentang keadaan kondisi masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Cipto sering mengkritik relasi feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Dalam tata cara feodal terjadi kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Rakyat biasanya terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, alasannya adalah banyak kesempatan yang tertutup bagi mereka. Keturunanlah yang menentukan nasib seseorang, bukan kemampuan atau kesanggupan. Seorang anak “biasa” akan tetap tinggal terbelakang dari anak bupati atau kaum ningrat lainnya.

Kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto ialah diskriminasi ras. Sebagai teladan, orang Eropa menerima honor yang lebih tinggi dari orang pribumi untuk suatu pekerjaan yang serupa. Diskriminasi menenteng perbedaan dalam banyak sekali bidang contohnya, peradilan, perbedaan pajak, keharusan kerja rodi dan kerja desa. Dalam bidang pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial, bangsa Indonesia menghadapi garis batas warna. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga dalam jual beli, bangsa Indonesia tidak mendapat peluang berjualan secara besar-besaran, tidak sembarang anak Indonesia mampu bersekolah di sekolah Eropa, tidak ada orang Indonesia yang berani masuk kamar bola dan sociteit. Semua diukur menurut warna kulit.

Tulisan-tulisannya di harian De Locomotief, menjadikan Cipto sering menerima teguran dan perayaan dari pemerintah. Untuk menjaga keleluasaan dalam berpendapat Cipto lalu keluar dari dinas pemerintah dengan konsekuensi mengembalikan sejumlah duit ikatan dinasnya yang tidak sedikit.

Selain dalam bentuk goresan pena, Cipto juga sering melancarkan protes dengan bertingkah melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia tidak diindahkannya. Dengan pakaian khas adalah kain batik dan jas lurik, dia masuk ke sebuah sociteit yang sarat dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki dijulurkan, hal itu mengundang kegaduhan di sociteit. Ketika seorang opas (penjaga) mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung, dengan lantangnya Cipto menghujat-maki sang opas serta orang-orang berada di dekatnya dengan memanfaatkan bahasa Belanda. Kewibawaan Cipto dan penggunaan bahasa Belandanya yang fasih menciptakan orang-orang Eropa terperangah.

Terbentuknya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 disambut baik Cipto selaku bentuk kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta, jatidiri politik Cipto kian nampak. Walaupun kongres diadakan untuk memajukan perkembangan yang serasi bagi orang Jawa, tetapi pada kenyataannya terjadi keretakan antara kaum konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh kalangan muda. Keretakan ini sungguh ironis memulai sebuah perpecahan ideology yang terbuka bagi orang Jawa.

Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan Radjiman. Cipto menghendaki Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus menjadi pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo selaku suatu gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa.

Cipto tidak menolak kebudayaan Jawa, tetapi yang ia tolak ialah kebudayaan keraton yang feodalis. Cipto mengemukakan bahwa sebelum duduk perkara kebudayaan mampu dipecahan, apalagi dulu terselesaikan masalah politik. Pernyataan-pernyataan Cipto bagi jamannya dianggap radikal. Gagasan-ide Cipto menunjukkan rasionalitasnya yang tinggi, serta analisis yang tajam dengan jangkauan era depan, belum mendapat jawaban luas. Untuk membuka jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh rakyat di Hindia Belanda yang mempunyai nasib sama di bawah kekuasaan abnormal, beliau tidak dapat diraih dengan mengusulkan kebangkitan kehidupan Jawa. Sumber keterbelakangan rakyat adalah penjajahan dan feodalisme.

Meskipun diangkat sebagai pengurus Budi Utomo, Cipto balasannya mengundurkan diri dari Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak ada lagi perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan progesifnya.

Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktek dokter di Solo. Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela kesibukkannya melayani pasiennya, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik makin menjadi-jadi setelah dia berjumpa dengan Douwes Dekker yang tengah berpropaganda untuk mendirikan Indische Partij. Cipto menyaksikan Douwes Dekker selaku mitra seperjuangan. Kerjasama dengan Douwes Dekker telah memberinya peluang untuk melakukan cita-citanya, ialah gerakan politik bagi seluruh rakyat Hindia Belanda. Bagi Cipto Indische Partij ialah upaya mulia mewakili kepentngan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda, tidak menatap suku, kelompok, dan agama.

Pada tahun 1912 Cipto pindah dari Solo ke Bandung, dengan dalih supaya akrab dengan Douwes Dekker. Ia lalu menjadi anggota redaksi penerbitan harian de Expres dan majalah het Tijdschrijft. Perkenalan antara Cipto dan Douwes Dekker yang sehaluan itu bantu-membantu sudah dijalin dikala Douwes Dekker melakukan pekerjaan pada Bataviaasch Nieuwsblad. Douwes Dekker sering berafiliasi dengan murid-murid Stovia.

Pada Nopember 1913, Belanda memperingati 100 tahun kemerdekaannya dari Perancis. Peringatan tersebut dirayakan secara besar-besaran, juga di Hindia Belanda. Perayaan tersebut menurut Cipto selaku suatu penghinaan kepada rakyat bumi putera yang sedang dijajah. Cipto dan Suwardi Suryaningrat kemudian mendirikan suatu komite perayaan seratus tahun kemerdekaan Belanda dengan nama Komite Bumi Putra. Dalam komite tersebut Cipto diandalkan untuk menjadi ketuanya. Komite tersebut menyiapkan akan mengumpulkan uang untuk mengirim telegram terhadap Ratu Wihelmina, yang isinya meminta semoga pasal pembatasan kegiatan politik dan membentuk parlemen dicabut. Komite Bumi Putra juga menciptakan selebaran yang bertujuan menyadarkan rakyat bahwa upacara peringatan kemerdekaan Belanda dengan mengerahkan duit dan tenaga rakyat ialah suatu penghinaan bagi bumi putera.

Aksi Komite Bumi Putera meraih puncaknya pada 19 Juli 1913, dikala harian De Express menerbitkan sebuah postingan Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Als Ik Nederlands Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Pada hari berikutnya dalam harian De Express Cipto menulis postingan yang mendukung Suwardi untuk memboikot perayaan kemerdekaan Belanda. Tulisan Cipto dan Suwardi sangat memukul Pemerintah Hindia Belanda, pada 30 Juli 1913 Cipto dan Suwardi dipenjarakan, pada 18 Agustus 1913 keluar surat keputusan untuk membuang Cipto bareng Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker ke Belanda alasannya kegiatan propaganda anti Belanda dalam Komite Bumi Putera.

Selama masa pembuangan di Belanda, bersama Suwardi dan Douwes Dekker, Cipto tetap melancarkan aksi politiknya dengan melakukan propaganda politik menurut ideologi Indische Partij. Mereka mempublikasikan majalah De Indier yang berusaha menyadarkan masyarakat Belanda dan Indonesia yang berada di Belanda akan suasana di tanah jajahan. Majalah De Indier menerbitkan artikel yang menyerang budi Pemerintah Hindia Belanda.

Kehadiran tiga pemimpin tersebut di Belanda ternyata telah menjinjing dampak yang cukup bermakna kepada organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda. Indische Vereeniging, pada awalnya adalah perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia, sebagai tempat saling memberi berita tentang tanah airnya. Akan tetapi, kedatangan Cipto, Suwardi dan Douwes Dekker berpengaruh pada konsep-desain gres dalam gerakan organisasi ini. Konsep “Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Pengaruh mereka semakin terasa dengan diterbitkannya jurnal Indische Vereeniging yakni Hindia Poetra pada 1916.

Oleh sebab argumentasi kesehatan, pada tahun 1914 Cipto diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu ia bergabung dengan Insulinde, sebuah asosiasi yang menggantikan Indische Partij. Sejak itu, Cipto menjadi anggota pengurus pusat Insulinde untuk sementara waktu dan melancarkan propaganda untuk Insulinde, terutama di daerah pesisir utara pulau Jawa. Selain itu, propaganda Cipto untuk kepentingan Insulinde dilakukan pula lewat majalah Indsulinde yaitu Goentoer Bergerak, lalu surat kabar berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar Madjapahit, dan surat kabar Pahlawan. Akibat propaganda Cipto, jumlah anggota Insulinde pada tahun 1915 yang semula berjumlah 1.009 meningkat menjadi 6.000 orang pada tahun 1917. Jumlah anggota Insulinde meraih puncaknya pada Oktober 1919 yang mencapai 40.000 orang. Insulinde di bawah imbas berpengaruh Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).

Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat). Pengangkatan anggota Volksraad dilakukan dengan dua cara. Pertama, kandidat-calon yang dipilih melalui dewan perwakilan kota, kabupaten dan propinsi. Sedangkan cara yang kedua melalui pengangkatan yang dikerjakan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gubernur jenderal Van Limburg Stirum mengangkat beberapa tokoh radikal dengan maksud biar Volksraad dapat menampung banyak sekali pemikiran sehingga sifat demokratisnya mampu ditonjolkan. Salah seorang tokoh radikal yang diangkat oleh Limburg Stirum yaitu Cipto.

Bagi Cipto pembentukan Volksraad merupakan suatu pertumbuhan yang memiliki arti, Cipto mempergunakan Volksraad selaku tempat untuk menyatakan pemikiran dan kritik terhadap pemerintah perihal masalah sosial dan politik. Meskipun Volksraad dianggap Cipto selaku sebuah pertumbuhan dalam tata cara politik, tetapi Cipto tetap menyatakan kritiknya terhadap Volksraad yang dianggapnya sebagai lembaga untuk mempertahankan kekuasaan penjajah dengan kedok demokrasi.

Pada 25 Nopember 1919 Cipto berpidato di Volksraad, yang isinya mengemukakan dilema perihal persekongkolan Sunan dan residen dalam membohongi rakyat. Cipto menyatakan bahwa santunan 12 gulden dari sunan ternyata harus dibayar rakyat dengan bekerja sedemikian usang di perkebunan yang bila dikonversi dalam duit ternyata menjadi 28 gulden.

Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menilai Cipto sebagai orang yang sungguh berbahaya, sehingga Dewan Hindia (Raad van Nederlandsch Indie) pada 15 Oktober 1920 memberi masukan terhadap Gubernur Jenderal untuk menghalau Cipto ke tempat yang tidak berbahasa Jawa. Akan namun, pada kenyataannya pembuangan Cipto ke tempat Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Timur masih tetap membahayakan pemerintah. Oleh alasannya itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada Gubernur Jenderal merekomendasikan pengusiran Cipto ke Kepulauan Timor. Pada tahun itu juga Cipto dibuang dari tempat yang berbahasa Jawa namun masih di pulau Jawa, ialah ke Bandung dan dihentikan keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali membuka praktek dokter. Selama tiga tahun Cipto mengabdikan ilmu kedokterannya di Bandung, dengan sepedanya ia masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.

Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, mirip Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui selaku penyumbang anutan bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam sebuah wawancara pers pada 1959, saat ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak menunjukkan efek kepada ajaran politiknya, tanpa tidak yakin Sukarno menyebut Cipto Mangunkusumo.

Pada tamat tahun 1926 dan tahun 1927 di beberapa daerah di Indo-nesia terjadi pemberontakan komunis. Pemberontakan itu menemui ke-gagalan dan ribuan orang ditangkap atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap dan didakwa turut serta dalam perlawanan kepada pemerintah. Hal itu disebabkan suatu peristiwa, saat pada bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang militer pribumi yang berpangkat kopral dan seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan rencananya untuk melaksanakan sabotase dengan meledakkan persediaan-persediaan mesiu, namun dia bermaksud mengunjungi keluarganya di Jatinegara, Jakarta, apalagi dulu. Untuk itu dia membutuhkan uang untuk biaya perjalanan. Cipto menasehatkan agar orang itu tidak melakukan langkah-langkah sabotase, dengan argumentasi kemanusiaan Cipto lalu menunjukkan uangnya sebesar 10 gulden kepada tamunya.

Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan sebab dianggap sudah memberikan andil dalam menolong anggota komunis dengan memberi duit 10 gulden dan diketemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu Cipto. Sebagai hukumannya Cipto kemudian dibuang ke Banda pada tahun 1928.

Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian merekomendasikan kepada pemerintah semoga Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk menandatangani sebuah kontrakbahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke Makasar, dan pada tahun 1940 Cipto dipindahkan ke Sukabumi. Kekerasan hati Cipto untuk berpolitik dibawa sampai meninggal pada 8 Maret 1943.

Referensi :

  • Balfas. 1952. Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo: Demokrat Sejati. Jakarta: Pradjaparamita.
  • Kartodirdjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
  • Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Grafitipers.
  • Notosutanto Nugroho.Et al. 1977. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Jakarta: balai Pustaka.
  • Mulyono, Slamet. 1968. Nasionalisme Sebagai Modal Perjuangan Bangsa Indonesia. Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Tashadi. 1984. Dr. D.D. Setiabudhi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional

Biografi Taufik Ismail

Biodata,  Biografi,  Biografi Tokoh Dunia,  Biografi Tokoh Indonesia,  Biografi Tokoh Islam,  Feed,  Pahlawan Nasional,  Profil,  Profil dan Biografi Tokoh Nasional Indonesia,  Sejarah,  Seniman

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk Sekolah Menengah Pertama di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia mengungguli beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (kini IPB), dan selesai pada tahun1963.

Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 beliau mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga berguru pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum simpulan studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai aktivitas. Tercatat, beliau pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).

Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di Sekolah Menengan Atas Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan ajudan dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, dia batal diantaruntuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia lalu dipecat selaku pegawai negeri pada tahun 1964.Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai kini ini dia memimpin majalah itu.

Taufiq ialah salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga forum itu Taufiq mendapat berbagai peran, adalah Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq melakukan pekerjaan di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq dipanggil menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di banyak sekali kawasan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq senantiasa tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan insiden Pengeboman Bali.

Atas kolaborasi dengan musisi semenjak 1974, khususnya dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menciptakan sebanyak 75 lagu. Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan ekspo sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika semenjak 1970. Puisinya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta melakukan pekerjaan sama dengan tubuh beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 dia terpilih selaku anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq menerima penghargaan dari Presiden Megawati (2002). Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif selaku redaktur senior majalah Horison.

Hasil karya:

  • Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
  • Benteng, Litera ( 1966)
  • Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
  • Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
  • Kenalkan, Saya Hewan (sajak bawah umur), Aries Lima (1976)
  • Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
  • Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang campuran) (1993)
  • Prahara Budaya (bareng D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
  • Ketika Kata Ketika Warna (editor bareng Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
  • Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bareng L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara berafiliasi dengan Pemerintah Daerah Khusus spesial Aceh (1995)
  • Malu (Aku) Makara Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
  • Dari Fansuri ke Handayani (editor bareng Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam acara SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
  • Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bareng Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:

  1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
  2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
  3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bareng Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Anugerah yang diterima:

  • Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
  • Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
  • South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
  • Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
  • Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
  • Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga dia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.