Kehidupan Bunda Teresa
Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia, dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan sarat kasih sayang. Drane Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi huruf dan panggilan pelayanan Gonxha.
Ketika memasuki usia dewasa, Gonxha bergabung dalam kalangan pemuda jemaat lokalnya yang berjulukan Sodality. Melalui keikutsertaannya dalam banyak sekali acara yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi kesengsem dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang lalu berperan dalam dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk menjadi biarawati misionaris Nasrani.
Pada tanggal 28 November 1928, dia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang diketahui juga dengan nama Sisters of Loretto, suatu komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India. Ketika mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia menentukan nama Teresa dari Santa Theresa Lisieux.
Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya terhadap Tuhan, beliau pun mulai mengajar pada St. Mary’s High School di Kalkuta. Di sana dia mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, beliau menjadi kepala sekolah St. Mary. Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.
Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling, Suster Teresa menerima panggilan yang berikut dari Tuhan; suatu panggilan di antara banyak panggilan lain. Kala itu, dia mencicipi belas kasih bagi banyak jiwa, sebagaimana dinikmati oleh Kristus sendiri, merasuk dalam hatinya. Hal ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya. Saat itu, 10 September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh Bunda Teresa.
Selama berbulan-bulan, beliau menerima suatu visi bagaimana Kristus menyatakan kepedihan kaum miskin yang ditolak, bagaimana Kristus menangisi mereka yang menolak Dia, bagaimana Ia ingin mereka mencintai-Nya.
Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengijinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya dia menggunakan pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.
Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumal . Karena tidak mempunyai dana, dia membuka sekolah terbuka, di suatu taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya pengenalan akan hidup yang sehat, di samping mengajarkan membaca dan menulis pada bawah umur yang miskin. Selain itu, berbekal pengetahuan medis, ia juga menjinjing bawah umur yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.
Tuhan memang tidak pernah membiarkan bawah umur-Nya berjuang sendirian. Inilah yang dinikmati oleh Bunda Teresa tatkala perjuangannya mulai menerima perhatian, tidak hanya individu-individu, melainkan juga dari berbagai organisasi gereja.
Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary bergabung dengannya. Diinspirasi oleh gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk pelayanan kasih bagi mereka yang sangat memerlukan. Segera saja mereka memperoleh begitu banyak laki-laki, perempuan, bahkan belum dewasa yang sekarat. Mereka telantar di jalan-jalan sesudah ditolak oleh rumah sakit lokal. Tergerak oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa suatu ruangan untuk merawat mereka yang sekarat.
Aktivitas Kemanusiaan
Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity diresmikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk melayani kaum termiskin di antara yang miskin. Mereka tidak pernah mendapatkan pemberian bahan apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.
Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengantarkan suster-susternya ke daerah-tempat lain di India. Selain itu, pelayanan dari Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.
Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun diresmikan untuk memperluas pelayanan Bunda Teresa. Yang pertama adalah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun merupakan afiliasi Missionary of Charity, perkumpulan ini mempunyai anggaran dasar tersendiri.
Selama tahun-tahun selanjutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity meningkat sampai mampu melayani ribuan orang. Bahkan 450 sentra pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita, sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.
Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan aneka macam penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, beliau menerima John XXIII International Prize for Peace. Penghargaan ini diberikan pribadi oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang serupa, dia juga menemukan penghargaan Good Samaritan di Boston.
Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di India, pastinya pemerintah India tidak menutup mata akan pelayanannya. Maka pada tahun 1972, Bunda Teresa mendapatkan Pandit Nehru Prize. Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima penghargaan tersebut dari dua ribu calon dari berbagai negara dan agama oleh juri dari sepuluh golongan agama di dunia.
Puncaknya yaitu pada tahun 1979 tatkala ia mendapatkan kado Nobel Perdamaian. Hadiah duit sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan terhadap masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun sarat . Ia berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting cuma saat penghargaan tersebut mampu membantunya menolong dunia yang membutuhkan.
Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New York. Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang diresmikan di San Fransisco dan Atlanta. Berkat upayanya ini, dia menerima Medal of Freedom.
Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, dia mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru dunia. Ia, di antaranya, berkunjung ke Etiopia untuk membantu korban kelaparan, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.
Memasuki tahun 1990-an, keadaan tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan acara yang berlebihan, terutama setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya merosot, sebagian alasannya adalah usianya, sebagian alasannya kondisi kawasan tinggalnya, sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.
Bunda Teresa akibatnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun. Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut yakni orang-orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.