Ini 10 Fakta Unik Tentang Mohammad Hatta
Biografi Prajogo Pangestu, Mantan Sopir Angkot Sekarang Usahawan Berhasil Berharta Puluhan Triliun Rupiah
TintaTeras.com
Biografi Sunan Gunung Jati, Kisah Wali Songo Penyebar Agama Islam Di Tanah Jawa
Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah diketahui selaku salalh satu Wali Songo. Beliau berperan besar dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa terutama di Cirebon. Ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam pendidikan dan strategi. Disebut sebagai Sunan Gunung Jati alasannya adalah ia dimakamkan di bukit Gunung Jati. Di masanya, agama Islam berkembang dengan pesat.
Biografi Sunan Gunung Jati
Nama aslinya ialah Syekh Syarif Hidayatullah yang dilahirkan Tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syekh Syarif Hidayatullah adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah ialah Nyai Rara Santang dan sehabis masuk Islam berubah nama menjadi Syarifah Muda’im ialah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran.
Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk berguru Agama Islam dan hingga di Cirebon pada tahun 1470 Masehi. Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya, Tumenggung Cerbon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan disokong Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479.
Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, ialah Pembangunan Keraton Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir maritim antara Keraajaan Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.
Menyebarkan Islam Di Jawa
Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada Tahun 1526 Masehi mulai membuatkan Islam sampai Banten dan menjadikannya Daerah Kerajaan Cirebon. Dan pada Tahun 1526 Masehi juga tentara Kerajaan Cirebon dibantu oleh Kerajaan Demak dipimpin oleh Panglima Perang bernama Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan Portugis, dan diberi nama baru yaitu Jayakarta.
Pada tahun 1533 Masehi, Banten menjadi Kesultanan Banten dengan Sultannya ialah Putra dari Syekh Syarif Hidayatullah yaitu Sultan Hasanuddin. Syekh Syarif Hidayatullah salah seorang Wali Sanga yang mempekenalkan visi gres bagi masyarakat perihal apa arti menjadi Pemimpin, apa makna Masyarakatm, apa Tujuan, Masyarakat, bagaimana semestinya berkiprah di dalam dunia ini melalui Proses Pemberdyaan.
Sunan Gunung Jati melakukan tugas dakwah menyebarkan Agama Islam ke banyak sekali lapisan Masyarakat dengan sumbangan personel dan bantuan aspek organisasi golongan Forum Walisango, dimana forum Walisango secara efektif dijadikan selaku organisasi dan alat kepentingan dakwah, ialah siasat yang tepat untuk mempercepat teresebarnya Agama Islam.
Sunan Gunung Jati Wafat
Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati wafat pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi. Tanggal Jawanya yaitu 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Meninggal dalam usia 120 tahun.
Putra dan Cucunya tidak sempat memimpin Cirebon alasannya meninggal terlebih dulu. Sehingga cicitnya yang memimpin sehabis Syekh Syarif Hidayatullah. Syech Syarief Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati sebab dimakamkan di Bukit Gunung Jati.
Biografi Sunan Giri, Cerita Wali Songo Dihanyutkan Ke Maritim Sampai Mendirikan Kerajaan Giri Kedaton
Biografi Ki Hajar Dewantara, Cerita Hero Dan Bapak Pendidikan Indonesia
TintaTeras.com
Biografi Gatot Subroto, Pendekar Nasional Pendiri Akabri
Jenderal Gatot Subroto sungguh populer di Indonesia selaku soerang hero Nasional. Semasa hidupnya ia banyak berjasa dalam kemajuan militer di Indonesia. Ia bahkan menjadi pencetus atau pendiri dari Akademi Militer AKABRI. Nama Jenderal Gatot bahkan diabadikan selaku nama salah satu Rumah Sakit Angkatan darat di Jakarta yaitu RSPAD Gatot Subroto. Namanya juga bahkan banyak digunakan sebagai nama jalan di Indonesia.
Biografi Gatot Subroto
Sejak bawah umur telah menunjukkan etika seorang pemimpin. Beliau lahir di Banyumas 10 Oktober 1909. Ia dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Sejak anak-anak telah memberikan susila seorang pemimpin.
Dia mempunyai keberanian, ketegasan, tanggung jawab, dan berpantang akan kesewenangan. Pengalaman tidak bagus pernah dialaminya dikala masih bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Karena tubruk dengan seorang anak Belanda, dia kesudahannya dikeluarkan dari sekolah tersebut.
Kasus itu telah cukup memperlihatkan bahwa semenjak kecil dirinya telah memiliki sifat pemberani dan tegas. Di era orang tidak ada yang berani menantang anak-anak Belanda yang merasa lebih tinggi derajatnya dari kaum pribumi, Gatot Subroto dengan tanpa gentar sedikitpun maju menantang.
Dikeluarkan dari sekolah ELS ia lalu masuk ke sekolah Holands Inlandse School (HIS). Dari sana, beliau akibatnya menuntaskan pendidikan formalnya. Namun setamat HIS, ia memilih tidak meneruskan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, tetapi melakukan pekerjaan selaku pegawai. Pilihannya menjadi pegawai tersebut ternyata juga tidak memuaskan jiwanya.
Bergabung Menjadi Tentara
Dia lalu keluar dari pekerjaanya dan masuk sekolah militer di Magelang pada tahun 1923. Setelah menuntaskan pendidikan militer, Gatot pun menjadi anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda) hingga final pendudukan Belanda di Indonesia.
Tentara yang aktif dalam tiga zaman ini pernah menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL) pada kurun pendudukan Belanda, anggota Pembela Tanah Air (Peta) pada era pendudukan Jepang dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah kemerdekaan Indonesia serta turut menumpas PKI pada tahun 1948.
Ia juga menjadi pendiri atau penggagas terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Berpendirian tegas dan memiliki solidaritas yang tinggi, merupakan ciri khas dari Jenderal Gatot Subroto. Pria lulusan Sekolah Militer Magelang periode pemerintahan Belanda, ini paling tidak bisa mentolerir setiap tindak kezaliman, walau oleh siapapun dan kapanpun.
Ketika Perang Dunia ke II bergolak, pasukan Belanda berhasil ditaklukkan pasukan Jepang. Indonesia yang sebelumnya ialah kawasan pendudukan Belanda beralih jadi kekuasaan pemerintah Kerajaan Jepang.
Menjadi Tentara PETA
Pada kala Pendudukan Jepang ini, Gatot pun eksklusif mengikuti pendidikan Tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yakni pendidikan dalam rangka perekrutan tentara pribumi oleh pemerintahan Jepang di Indonesia. Tamat dari pendidikan Peta, dia diangkat pemerintah Jepang menjadi komandan kompi di Sumpyuh, Banyumas dan tidak berapa lama kemudian dinaikkan menjadi komandan batalyon.
Kesertaan Gatot Subroto menjadi anggota KNIL maupun Peta tidaklah mengindikasikan dirinya seorang kaki tangan pihak kolonial atau jiwa kebangsaannya yang rendah. Tapi hal itu hanyalah sebatas pekerjaan yang sudah lumrah zaman itu. Jiwa kebangsaan Gatot Subroto tetap tinggi. Di dalam menjalankan tugasnya sebagai tentara pendudukan, perlakuannya sering tampakmemihak terhadap rakyat kecil.
Perlakuan itu bahkan sering diketahui atasannya sehingga ia sering mendapat teguran. Bahkan karena begitu tebalnya perhatian dan solider kepada kaumnya, sering sebagian dari gajinya disumbangkan untuk menolong keluarga orang hukuman yang ada di bawah pengawasannya. Begitu juga halnya pada era pendudukan Jepang, ia sering menentang orang Jepang yang bertindak kasar kepada anak buahnya.
Terhadap bawahannya, Gatot juga populer selaku seorang pimpinan yang sangat perhatian. Namun meskipun begitu, selaku militer, tanpa pandang bulu beliau juga sangat tegas kepada anak buahnya yang melanggar disiplin.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Gatot eksklusif masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), tentara bentukan pemerintah Indonesia sendiri dan ialah prajurit resmi RI yang dalam perjalanannya kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sejak kemerdekaan sampai pengesahan kedaulatan kemerdekaan RI atau pada era Perang Kemerdekaan yakni antara tahun 1945-1950, dia dipercayai memegang beberapa jabatan penting. Pernah diandalkan menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.
Bersamaan di saat dirinya menjabat Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun pun bergolak adalah pada bulan September 1948. Pemberontakan yang didalangi oleh Muso itu alhasil berhasil diselesaikan dengan gemilang.
Setelah banyak terjadi peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda, akreditasi kedaulatan republik ini pun sukses diperoleh. Pasca pengakuan kedaulatan itu, Gatot Subroto makin diandalkan mengemban peran yang lebih tinggi. Dia diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T & T) IV I Diponegoro.
Pendiri AKABRI Indonesia
Namun alasannya adalah sesuatu hal pada tahun 1953, ia sempat mengundurkan diri dari dinas militer. Namun tiga tahun kemudian ia diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) dengan Jenderal Abdul Haris Nasution selaku KSAD. Di kelompok militer, beliau diketahui sebagai seorang pimpinan yang mempunyai perhatian besar terhadap training perwira muda.
Menurutnya, salah satu cara untuk membina perwira muda yakni dengan menyatukan perguruan tinggi militer setiap angkatan ialah Angkatan Darat, Laut, dan Udara, menjadi satu perguruan tinggi. Gagasan tersebut kesannya terwujud dengan terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
Gatot Subroto Wafat
Gatot Subroto meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962, pada usia 55 tahun. Ia meninggal balasan serangan jantung. Jasad sang Jenderal ini dimakamkan di desa Sidomulyo, kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Atas jasa-jasanya yang begitu besar bagi negara, sepekan setelah kematiannya, Jenderal Gatot Subroto dinobatkan selaku Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ini dikuatkan dengan SK Presiden RI No.222 Tahun 1962 pada tanggal 18 Juni 1962 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto.
Karena jasa-jasanya juga, Nama Gatot Subroto diabadikan sebagai nama rumah sakit yakni RSPAD Gatot Subroto. Namanya juga diabadikan selaku nama jalan di banyak kawasan di Indonesia.
Kisah 10 Biografi Pendekar Revolusi Indonesia Beserta Biodata Lengkapnya
Gerakan 30 September PKI melahirkan beberapa Pahlawan Revolusi. Gerakan ini diketahui dengan nama G30S/PKI ialah insiden kelam dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, Kelompok pendukung Partai Komunis Indonesia berusaha melakukan perebutan kekuasaan.
Mereka menculik beberapa perwira tinggi militer dengan tuduhan hendak melaksanakan perebutan kekuasaan. Para korbannya yang lalu disebut selaku satria revolusi ini disiksa secara keji dan lalu dibunuh.
Gerakan tersebut terjadi bukan hanya di Jakarta saja namun juga di Yogyakarta. Akibat gerakan PKI tersebut 10 orang yang berisikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat menjadi korban keganasan PKI.
Peristiwa G30S/PKI juga menjadi salah satu pemicu tumbangnya pemerintahan orde lama yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Adapun 10 korban keganasan PKI yang oleh pemerintah kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi serta juga diakui sebagai Pahlawan Nasional. Siapa saja mereka? Berikut 10 biografi jagoan revolusi Indonesia yang perlu kamu pahami.
Biografi Pahlawan Revolusi Indonesia
Jenderal TNI Ahmad Yani
Jenderal TNI Ahmad Yani dimengerti lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922. Semasa muda pernah menjalani wajib militer selaku tentara Hindia Belanda. Kemudian ketika jepang berkuasa di Indonesia, Ahmad Yani menjadi anggota serdadu PETA (Pembela Tanah Air).
Setelah Indonesia merdeka, Ahmad Yani lalu bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia yang kurun itu masih berjulukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Ia menjadi komandan tentara di Magelang dan sukses mempertahankan kota itu dari serangan Inggris pasca proklamasi kemerdekaan.
Ahmad Yani juga pernah melaksanakan gerilya melawan Belanda dikala agresi militer Belanda. Setelah akreditasi kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Ahmad Yani kemudian ditarik ke Tegal, Jawa Tengah. Disana dia bersama pasukan khusus bentukannya yang bernama Banteng Raiders sukses menumpas pemberontakan Darul Islam yang dibuat oleh Kartosuwiryo.
Prestasinya tersebut menciptakan pemerintah Indonesia mengirim Ahmad Yani untuk kursus militer di Amerika Serikat dan disediakan sebagai kandidat jenderal. Setelah kembali ke Indonesia, beliau kemudian ditarik ke Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat di Jakarta selaku staf lazim Jenderal A.H Nasution.
Tahun 1958, Pahlawan revolusi ini sukses memadamkan pemberontakan PRRI pimpinan letkol Ahmad Husein di Sumatera Barat. Prestasi Ahmad Yani itu membuatnya dipromosikan selaku wakil kepala angkatan darat pada tahun 1962. Setahun selanjutnya Ahmad Yani dilantik menjadi Kepala atau Panglima TNI Angkatan Darat menggantikan Jenderal AH Nasution.
Tanggal 30 September menjelang 1 Oktober 1965 dini hari, Jenderal TNI Ahmad Yani diculik oleh pasukan Cakrabirawa pimpinan Letnan Kolonel Untung yang berhubungan dengan PKI. Ketika diculik dari rumahnya, Ahmad Yani telah tewas ditembak oleh pasukan cakrabirawa. Mayatnya lalu dibawa dan dimasukkan ke dalam sumur renta di kawasan lubang buaya di erat Bandara Halim Perdanakusuma.
Jenazah Ahmad Yani bareng para jenderal lainnya yang menjadi korban diangkat dari sumur pada tanggal 4 oktober 1965. Selanjutnya Jenderal Ahmad Yani dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia lalu menganugerahkan gelar Pahlawan Revolusi kepada Jenderal TNI Ahmad Yani.
Mayjen TNI S. Parman
Nama lengkapnya yakni Mayor Jenderal Siswondo Parman. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 14 Agustus 1918. Sempat masuk sekolah kedokteran namun berhenti karena Jepang menguasai Indonesia.
Dimasa kependudukan Jepang, beliau bekerja untuk polisi militer Jepang yang disebut Kampetai. Tak usang lalu, Parman diantarke Jepang untuk mengikuti training intelijen. Setelah jepang mengalah, Parman menjadi seorang penerjemah.
Karir miiter Siswondo Parman di TNI dimulai saat beliau bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Beberapa bulan kemudian dia diangkat menjadi kepala staf polisi militer yang berkedudukan di Yogyakarta.
Hanya beberapa tahun saja, S. Parman naik jabatan menjadi kepala staf Gubernur militer Jabodetabek dengan pangkat Mayor. Prestasinya dalam menggagalkan pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) pimpinan Raymond Westerling membuat S. Parman diantarke Amerika mencar ilmu di Sekolah Polisi Militer.
Salah satu satria revolusi ini sempat memegang jabatan di markas besar Polisi Milter Nasional, Departemen Pertahanan Indonesia sampai menjadi atase militer Indonesia di London, Inggris. Tak usang kemudian dia ditarik ke Indonesia menjadi ajun intelijen untuk KSAD Jenderal Ahmad Yani.
Tanggal 30 September 1965, Mayor Jenderal Siswondo Parman diculik oleh pasukan Cakrabirawa dari rumahnya dan dibawah ke daerah lubang buaya di daerah Halim Perdanakusuma. Disana, dia ditembak bareng beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang lain.
Jasad Mayjen S. Parman lalu dimasukkan ke dalam sumur bau tanah ditumpuk bersama jasad jenderal lainnya yang sudah dieksekusi oleh PKI. Jasadnya gres dikeluarkan dari sumur pada tanggal 4 oktober 1965.
Mayjen S. Parman bareng dengan jasad jenderal yang lain dimakamkan di taman makam hero Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia memperlihatkan gelar jagoan revolusi kepada Mayor Jenderal S. Parman dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi Letnan Jenderal.
Brigjen TNI DI Pandjaitan
DI Pandjaitan atau yang dikenal dengan nama lengkap Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan lahir pada tanggal 9 Juni 1925 di Balige, Sumatera Utara. Jepang menguasai Indonesia ketika ia menuntaskan sekolahnya. Tamat SMA, DI Pandjaitan menjadi anggota Gyugun atau prajurit sukarela di Pekanbaru, Riau.
Pasca kemerdekaan Indonesia tahu 1945, DI Pandjaitan bergabung dalam TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang gres saja dibentuk. Pertama kali dia menjadi komandan batalyon berikutnya ditugaskan di di Bukittinggi selaku Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng tahun 1948.
Tak lama kemudian pahlawan revolusi ini menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera selanjutnya menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dikala Agresi Militer Belanda I dan II.
Pasca legalisasi kedaulatan Indonesia olelh Belanda, DI Pandjaitan naik jabatan menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan kemudian menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.
Tahun 1963, DI Pandjaitan diantarke Amerika Serikat untuk kursus militer di Associated Command and General Staff College di Forth Leavenworth. Ia sempat ditugaskan selaku atase militer Indonesia di Bonn, Jerman tahun 1960 sesudah sebelumnya mengikuti kursus atase militer tahun 1956. Dua tahun lalu, D.I Pandjaitan kemudian diperintahkan sebagai Asisten Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal AH Nasution untuk persoalan logistik.
Tanggal 01 Oktober 1965 dini hari, D.I Panjaitan dijemput paksa oleh sekelompok pasukan Cakrabirawa dengan alasan diundang oleh Presiden Soekarno. Pasukan mendobrak masuk, tetapi perlawanan dijalankan oleh orang yang berada di rumah DI Pandjaitan ialah Albert Naiborhu dan Viktor Naiborhu. Keduanya terluka berat dan tak usang lalu Albert tewas sesudah lima butir peluru bersarang di tubuhnya.
Setelah berpakaian seragam Tentara Nasional Indonesia lengkap, DI Pandjaitan turun menemui pasukan Cakrabirawa yang hendak membawanya pergi. Setelah berdoa, DI Pandjaitan dieksekusi mati di depan rumahnya.
Mayatnya lalu dibawa ke daerah lubang buaya di Halim Perdanakusuma. Tubuhnya bareng dengan para jenderal lain yang sudah dihukum dimasukkan ke dalam sumur renta dan ditimbun dengan batang pisang. Jasad satria revolusi ini gres dievakuasi pada tanggal 4 Oktober 1965. DI Pandjaitan lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi oleh pemerintah.
Mayjen M.T Haryono
Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono atau lebih dikenal dengan nama Mayjen MT Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur tanggal 20 Januari 1924.
Setelah menuntaskan pendidikan dasarnya, beliau sempat mengenyam pendidikan di Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran) zaman Jepang tetapi tidak sampai simpulan karena Jepang menyerah.
Setelah proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, MT Haryono lalu bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan mendapatkan berpangkat Mayor.
Dimasa menjaga kemerdekaan, Pahlawan Revolusi ini berulang kali menjadi diperintahkan selaku anggota delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Inggris serta Belanda misalnya dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Keahliannya dalam berunding serta menguasai beberapa bahasa abnormal seperti Inggris, Jerman dan Belanda membuat dia didaulat sebagai atase militer Indonesia di Belanda. Setelahnya, dia kemudian kembali ke Indonesia dan diangkat sebagai Asisten atau Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani bagian training serta perencanaan.
Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, MT Haryono dijemput oleh pasukan Cakrabirawa. Pasukan tersebut merangsek masuk ke kamar yang tidak terkunci mencari MT Haryono. Keadaan kamar yang gelap menciptakan MT Haryono mencoba merebut senjata seorang pasukan Cakrabirawa namun gagal.
Pahlawan revolusi ini kemudian mencoba melarikan diri keluar kamar. Namun tentara Cakrabirawa yang bernama Boengkoes pribadi menembak mati MT Haryono. Selanjutnya mayit MT Haryono kemudian diseret dan dinaikkan ke truk. Ia lalu dibawa ke tempat lubang buaya di Halim Perdanakusuma. Disana jasadnya kemudian dimasukkan dalam sumur renta bareng jasad para jenderal yang lain yang telah dihukum.
Jasad MT Haryono baru diketemukan pada tanggal 4 Oktober 1965. Selanjutnya dia lalu di makakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden Soekarno lalu memperlihatkan gelar Pahlawan Revolusi terhadap MT Haryono. Pangkatnya juga dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal (Anumerta).
Mayjen R. Suprapto
Mayjen R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 20 Juni 1920. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atasnya, Suprapto kemudian mengikuti pembinaan militer di Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Namun beliau tak hingga simpulan alasannya adalah Jepang menguasai Indonesia.
R. Suprapto kemudian ditahan dan dijebloskan ke penjara. Namun beliau sukses melarikan diri. Ia sempat mengikuti pelatihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai yang diadakan oleh Jepang. Setelah itu, beliau memilih melakukan pekerjaan di Kantor Pendidikan Masyarakat.
Setelah Indonesia merdeka, R. Suprapto lalu bergabung dalam TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Ia terlibat langsung dalam peperangan Ambarawa bareng Jenderal Sudirman melawan serdadu Inggris.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, R. Suprapto diperintahkan menjadi Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Setelah itu ia pindah ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat dan Kementrian Pertahanan.
Beberapa tahun lalu, Pahlawan revolusi ini lalu diangkat selaku Deputi (Wakil) Kepala Staf Angkatan Darat untuk Sumatera yang berkedudukan di Medan. Hingga lalu dia kembali ke Jakarta menjadi salah satu perwira tinggi Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 waktu dini hari, R Suprapto dijemput oleh Pasukan Cakrabirawa dengan dalih diundang menghadap Presiden Soekarno. Suprapto kemudian dibawa ke tempat Halim Perdanankusuma tepatnya di lubang buaya.
Disana R. Suprapto disiksa dan kemudian di eksekusi mati. Menurut riset Indoleaks tahun 2010, R. Suprapto mengalami 11 luka tembak dan 3 luka tusuk yang mengakibatkan dia gugur. Berbeda yang digambarkan oleh pemerintah Orde Baru Soeharto dimana digambarkan R. Suprapto mengalami siksaan keji seperti disayat menggunakan silet hingga alat kelaminnya yang dipotong.
Jasadnya R. Suprapto ditemukan pada tanggal 04 Oktober 1965 dalam sumur tua yang telah ditimbun setelah dilaksanakan evakuasi oleh anggota marinir. Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. S. Suprapto kemudian dianugerahi gelar pahlawan revolusi oleh pemerintah Indonesia.
Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo Siswomiharjo dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 28 Agustus 1922. Setelah menamatkan pendidikannya di AMS, Ia kemudian berguru di Sekolah Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Setelah akhir, ia lalu melakukan pekerjaan selaku pegawai pemerintah di Purworejo namun berhenti pada tahun 1944.
Pasca Indonesia merdeka tahun 1945, Sutoyo Siswomiharjo atau biasa diundang pak Toyo menentukan bergabung dengan satuan Polisi Tentara Keamanan Rakyat. Tak usang lalu dia diperintahkan sebagai tangan kanan dari Jenderal Gatot Subroto yang periode itu menjabat selaku komandan polisi militer.
Setelah usang bertugas di polisi militer, Sutoyo Siswomiharjo jadinya menjabat selaku kepala staf Markas Besar Polisi Militer tahun 1954. Hanya beberapa tahun saja menjabat, beliau lalu diperintahkan selaku asisten atase militer di kedubes Indonesia di Inggris.
Setelah menyelesaikan sekolah staf dan komando di Bandung tahun 1960, Sutoyo ditugaskan selaku Inspektur Kehakiman Angkatan Darat. Setelahnya, dia kemudian naik menjadi Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI.
Sutoyo Siswomiharjo termasuk dalam daftar perwira tinggi di Angkatan Darat yang kemudian diculik oleh pasukan Cakrabirawa. Sutoyo dijemput oleh pasukan Cakrabirawa di rumahnya. Ia kemudian dibawa ke wilayah lubang buaya di wilayah Halim Perdanakusuma.
Disana dia disiksa dan lalu dihukum mati di lokasi tersebut bareng dengan para perwira tinggi AD yang lain. Jasad Sutoyo dimasukkan dalam sumur tua dan ditimbun. Ia gres evakuasi pada tanggal 4 Oktober 1965.
Sutoyo Siswomiharjo bareng dengan jasad para perwira tinggi AD lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Beliau kemudian dianugerahkan gelar jagoan revolusi oleh presiden Soekarno.
Kapten Czi. Pierre Tendean
Nama lengkapnya yakni Pierre Andries Tendean. Ia lebih diketahui dengan nama Pierre Tendean. Ia lahir pada tanggal 21 Januari 1939. Sejak kecil dia sudah bercita-cita menjadi seorang serdadu. Setelah menuntaskan sekolahnya, ia lalu bergabung di sekolah miiliter Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD). Selama sekolah, dia bahkan sempat terlibat dalam operasi militer menumpas pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera.
Setelah lulus, Pierre ditugaskan sebagai Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan dengan pangkat Letnan Dua. Beberapa tahun kemudian ia bergabung di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD). Dari situ beliau diperintahkan sebagai intelijen di Malaysia saat Indonesia dan Malaysia mengadakan konfrontasi.
Dari situ, Pierre lalu naik pangkat sebagai letnan satu dan ditarik menjadi ajudan Jenderal A.H Nasution. Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, Pasukan Cakrabirawa datang untuk menculik Jenderal A.H Nasution yang menjadi target utama.
Namun alasannya adalah waktu yang telah mendesak, pasukan Cakrabirawa tidak bisa membedakan antara Pierre Tendean dan A.H Nasution sehingga mereka menjinjing Pierre Tendean. A.H Nasutio sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar rumahnya tetapi dia terluka di kakinya.
Pahlawan Revolusi ini disiksa dan dieksekusi mati bersama dengan perwira tinggi Angkatan Darat lain yang sudah diculik sebelumnya. Jasad Pierre Tendean kemudian dimasukkan ke dalam sumur bau tanah di Lubang Buaya wilayah Halim Perdanakusuma.
Jasad Pierre Tendean gres ditemukan dan dievakuasi pada tanggal 4 Oktober 1965. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia lewat Presiden Soekarno memperlihatkan penghargaan gelar Pahlawan Revolusi kepada Pierre Tendean. Pengkat Pierre Tendean juga dinaikkan satu tingkat menjadi Kapten.
Brigjen Katamso Darmokusumo
Katamso Darmokusumo dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 5 Februari 1923. Setelah menamatkan sekolahnya, beliau kemudian bergabung dalam pelatihan tentara PETA. Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Katamso bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Ia juga kadang-kadang terlibat pertempuran saat aksi militer Belanda I dan II berlangsung. Setelah pengukuhan kedaulatan Indonesia, Katamso ditugaskan menumpas pemberontakan Batalion 426 yang ialah bab dari pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah pimpinan Amir Fatah.
Katamso juga ikut terlibat selaku Komandan Batalion A dalam Operasi 17 Agustus yang kala itu bermaksud menumpas pemberontakan PRRI/Permesta. Beberapa tahun lalu, Katamso Darmokusumo naik jabatan menjadi Komandan Korem 072 Kodam VII/Diponegoro.
katamso dimengerti sering memberikan pelatihan militer terhadap mahasiswa guna menghadapi kegiatan PKI yang ada di Solo, Yogyakarta. Sebab itulah ia lalu menjadi sasaran penculikan PKI.
Tanggal 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September oleh PKI juga terjadi di Yogyakarta selain di Jakarta. Simpatisan PKI era itu yang dimotori oleh Mayor Mulyono yang menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Korem 72/Pamungkas.
Penculikan Katamso Siswomiharjo dilakukan pada sore hari tanggal 1 Oktober 1965. Ia diculik di rumahnya oleh anak buahnya sendiri. Selanjutnya ia kemudian dibawa ke Markas Komando Yon L di daerah Kentungan, Yogyakarta.
Selanjutnya, beliau dibawa ke lokasi pembataian dimana eksekusi dilaksanakan oleh Sertu Alif Toyo dengan hantaman kunci mortir dengan berat 2 kilogram ke kepala Katamso Siswomiharjo. Ia tersungkur dan masih hidup dikala itu, tetapi kemudian gugur dikala dia dihantam kedua kalinya.
Jasad Brigjen Katamso Darmokusumo gres didapatkan pada tanggal 21 oktober 1965 sesudah dikerjakan penncarian besar-besaran. Brigjen Katamso Darmokusumo lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Beliau lalu diberi penghargaan selaku Pahlawan Revolusi oleh pemerintah Indonesia dan pangkatnya juga dinaikkan satu tingkat.
Kolonel Sugiono
Nama lengkapnya adalah Sugiono Mangunwiyoto. Beliau dilahirkan di Gunung Kidul Yogyakarta pada tanggal 12 Agustus 1926. Setelah menuntaskan sekolahnya, Sugiono kepincut menjadi seorang guru tetapi hal tersebut gagal alasannya Jepang menguasai Indonesia.
Di abad kependudukan Jepang, Ia menentukan bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) dengan posisi komandan regu berpangkat sersan. Setelah Indonesia merdeka, Sugiono bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) dengan posisi Komandan Seksi I Kompi 2 Batalyon 10 Resimen III di Yogyakarta.
Sugiono juga ikut andil dalam kejadian Serangan Umum 1 Maret bareng dengan Letnan Kolonel Soeharto. Pasca pengesahan kedaultan Indonesia oleh Belanda, Sugiono naik pangkat selaku kapten menajdi komandan kompi 4 Batalyon 411 Brigade C di Purworejo.
Ia dikenali turut andil dalam pembentukan satuan Yon Banteng Raiders yang masa itu dibuat oleh Jenderal Ahmad Yani. Ia sempat menjadi komandan kompi Banteng Raiders dengan pangkat Kapten Infantri dan kemudian naik menjadi Mayor.
Tahun 1960an, Sugiono sudah menjabat selaku Kodim di Pati dan kemudian naik jabatan menjadi komandan korem di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel. Inilah jabatan terakhirnya sebelum ia diculik oleh pasukan pemberontak ‘Gerakan 30 September’.
Kolonel Sugiono diculik bareng atasannya Brigjen Katamso Darmokusumo oleh pasukan yang dipimpin oleh Mayor Mulyono. Pasukan tersebut mendukung Gerakan 30 September PKI. Kolonel Sugiono yang masa itu berkunjung ke tempat tinggal atasannya ikut diculik dan dibawa ke Kentungan, Utara Yogyakarta.
Disana beliau bareng Brigjejn Katamso Darmokusumo dieksekusui oleh Sertu Alif Toyo dengan cara dihamtam memakai kunci mortir seberat 2 kilogram. Setelah tewas, jasad Kolonel Sugiono bersama Brigjen Katamso dikubur dan baru didapatkan setelah tiga minggu kemudian.
Kolonel Sugiono kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Setelah itu, beliau kemudian dianugerahan gelar Pahlawan Revolusi oleh Pemerintah Indonesiia.
Ajun Inspektur Polisi Karel Satsuit Tubun
Karel Satsuit Tubun dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1928 di Maluku Tenggara. Ia dimengerti merupakan polisi pertama yang menjadi satria nasional. Setelah menuntaskan sekolahnya, Karel Satsuit Tubun kemudian mendaftar sebagai seorang polisi. Ia lalu diterima dan mengikuti pendidikan kepolisian.
Setelah lulus pendidikan, KS Tubun diperintahkan di Satuan Brimob Ambon dengan pangkat Agen Polisi Kelas Dua. Setelah itu ia ditugaskan ke Jakarta. Pangkat KS Tubun pun naik menjadi Agen Polisi Kelas Satu.
Karel Satsuit Tubun atau KS Tubun diketahui ikut ikut serta dalam operasi militer Dwikora dalam rangka pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Setelah operasi final, ia lalu naik pangkat selaku Brigadir Polisi dan ditugaskan menemani rumah Wakil Perdana Menteri Dr. J Leimena di Jakarta.
Karel Satsuit Tubun gugur ditembak oleh pasukan Cakrabirawa yang masa itu hendak menculik Panglima Angkatan Darat Jenderal A.H Nasution. Karel Satsuit Tubun yang masa itu sedang tidur, terbangun mendengar bunyi gaduh. Ia menduga temannya sedang membangunkannya.
Namun ternyata orang lain. Dengan gesit Karel Satsuit Tubun mencoba mengambil senjata dan melaksanakan perlawanan. Namun sebab perlawanan yang tidak seimbang adalah 1 banding 8, Karel Satsuit Tubun tewas sesudah beberapa peluru dari pasukan Cakrabirawa menembus tubuhnya.
Jasad Karel Satsuit Tubun kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia melalui Presiden Sokarno memberikan gelar Pahlawan Revolusi dan diakui juga selaku Pahlawan Nasional terhadap Karel Satsuit Tubun. Pangkatnya juga dinaikkan secara Anumerta menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi.
Biografi Sule, Dari Kegemaran Melawak Hingga Pernah Menjadi Pegadang Ayam Goreng
Sule diketahui selaku salah satu artis atau selebriti di Indonesia. Di dunia hiburan beliau dikenal sebagai komedian multi talenta dan juga presenter di televisi. Jalan Panjangnya menjadi bintang di dunia hiburan sangat panjang dan berliku tetapi sekarang keberhasilan di dunia hiburan mampu diraihnnya sehabis perjuangannya yang panjang.
Sebelum berhasil menjadi artis Indonesia, sebagala macam profesi beliau pernah geluti. Mulai dari berdagang ayam goreng dan berjualan kain ia pernah lakoni. Namun bakatnya selaku komedian menciptakan dia berhasil. Bagaimaana kisiahnya?
Biografi Sule
Entis Sutisna atau lebih dikenal dengan nama Sule lahir di Bandung, Jawa Barat, 15 November 1976 ialah pemeran yang berawal dari Grup Lawak SOS, Audisi Pelawak TPI (API). Sule kian diketahui via program Opera Van Java di Trans7 bersama Andre Taulany, Parto, Nunung dan Azis Gagap.
Karirnya makin meningkat dengan acara Awas Ada Sule di Global TV yang dibintangi mantan pemain bola voli nasional, Hikmal Abrar. Selain melawak, alumnus STSI Bandung ini diketahui arif menyanyi. Sejak masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar, Ia telah sering tampil di panggung tujuh belas Agustusan, untuk menari.
…Sejak umur lima tahun jika dengar musik jaipongan bawaannya senantiasa joget. Aku memang senang sekali menari, mulai dari situ saya jadi sering mampu juara. Tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga hingga Jakarta”
Karena senang menari itulah, risikonya orang bau tanah mendaftarkannya ke sanggar Kandaga. Seperti halnya Oni, teman satu kelompoknya, Ia juga sudah terbiasa mencari duit semenjak kecil.
Untuk persoalan belajar, ternyata Ia paling malas sukanya mencontoh.Hobi menarinya sempat terhenti ketika duduk di kursi Sekolah Menengah Pertama. Baru berkembang lagi dikala masuk SMKI, Ia mengakui sehabis berjuang selama beberapa tahun. Sejak Sekolah Menengah Pertama, gres kini meneguk akhirnya. Dulu dia tinggal di rumah petak kontrakan.
….Dulu, boro-boro buat beli baju, bayar rumah sama makan saja mesti meminjam dari tetangga.
Hidup prihatin sempat dirasakan laki-laki berambut pirang panjang ini. Orangtuanya yaitu penjualbakso di Cimahi, di malam hari Sule kecil membantu berdagang jagung rebus keliling kompleks.
Menikah Dengan Lina
Sule menikah dengan Lina Subaedah pada tahun 1997. Karena penghasilan dari melawak tidak menentu, mereka berdagang ayam goreng dan berjualan kebaya. “Penghasilannya cuma Rp20.000 sehari. Belanja sayur, sebagian lagi beras, sabun, dan untuk jajan anak, nggak cukup,” paparnya.
Karirnya selaku artis baru bersinar ketika dia dan dua temannya, Ogi Suwarna dan Obin Wahyudin mengikuti audisi lawak API (Akademi Pelawak Indonesia) di TPI. Setahun lalu, Ia menjuarai Superstar Show, sebuah acara duet selebriti di Indosiar, dan berhak menjinjing pulang suatu mobil. Puncaknya dikala beliau membintangi OVJ.
Karakter Pelawaknya Kuat
Sule tampak sebagai pelawak multi talenta melalui suatu program televisi (reality-show) SuperStar Show yang ditayangkan Indosiar, kira-kira 2 tahun yang lalu. Dalam program berupa kontes nyanyi secara berpasangan tersebut, Ia kesannya menjadi juara. Waktu itu dia berduet dengan Jaja.
Karakternya yang unik, multy-talented, dan humoris menciptakan duet Sule-Jaja dengan gampang diminati dan diketahui para pemirsa acara SuperStar. Ternyata terbukti kemudian.
Terhitung semenjak usai menjuarai event SuperStar, Ia pun mulai sering tampil di layar kaca (televisi). Dari menjadi presenter (MC), bintang tamu talkshow, pengisi acara musik, hingga menjadi komedian/komedian mirip ketika ini.
Naik Daun di Opera Van Java
Dari ranah komedi, nama Sutisna alias Sule sepanjang tahun ini merajai televisi. Selain tampil di acara komedi Opera Van Java (OVJ) di Trans 7, Ia juga memandu reality show BigShow di TPI. Jika tak syuting, Ia mengisi banyak sekali program off air.
Khusus untuk tahun 2009, Pekerjaan yang diterimanya di dunia hiburan Indonesia termasuk cukup banyak. Acara tv yang mampu dikatakan mempopulerkannya (selain SuperStar) yakni OKB, Opera Van Java, dan Awas Ada Sule.
Kelebihan Sule
Sule memang punya talenta tersendiri yang membuat ia patut disejajarkan dengan Tukul Arwana, Komeng, Eko Patrio, Parto, maupun Olga Syahputra yang sempat dinobatkan selaku 5 Pelawak Termahal Indonesia). Yang patut diapresiasi, Ia juga bukan tergolong komedian kagetan.
Ia memang mengawali merintis karier melawaknya dari NOL Popularitas yang dicapainya sekarang bukanlah secara instan, namun berkat kegigihan dan perjuangan. Di samping bakat unik yang memang dianugerahkan Yang Maha Kuasa padanya.
Seperti Komeng, Ia punya kesanggupan spontanitas banyolan yang tergolong sungguh responsif, cepat, kreatif dan bagus. Dalam performa dipanggung juga punya kemampuan blocking yang lumayan. Ia tergolong salah satu komedian yang punya karakter melucu yang besar lengan berkuasa dan unik.
Bakat melawak Sule agaknya diturunkan sang ayah, yang pedagang bakso keliling. Ayahnya senantiasa membanyol dan membuat para pembeli baksonya tertawa. Akan namun dia memulai naik panggung bukan dengan lawakan, melainkan sebagai pemain musik yang lalu mendirikan grup lawak SOS bareng Ogi dan Oni.
Setelah memenangkan audisi melawak di TPI, nama Sule pelan-pelan melejit. Tetapi baru di program Superstar Show, namanya menanjak hingga sekarang. Meski sudah sungguh terkenal, Ia masih memendam impian. Dia ingin go international kendati tak bisa berbahasa Inggris.
Keluarga Sule
Entis Sutisna aatau Sule dimengerti menikah dengan dengan Alm. Lina Jubaedah pada tahun 1997. Dari pernikahannya ini mereka dikaruniai tiga orang anak bernama Putri Delina, Rizky Febian, Rizwan dan Ferdinand. Namun Sule dan Lina Jubaedah menetapkan bercerai pada tahun 2018.
Sule lalu menikah lagi dengan Nathalie Holscher yang diketahui sebagai presenter tv, penyanyi, DJ, dan juga versi. dari pernikahannya ini, beliau mempunyai seorang anak berjulukan Adzam Adriansyah Sutisna. Namun pada tahun 2022, Natalie menggugat cerai Sule.
Biografi Sule, Dari Kegemaran Melawak Hingga Pernah Menjadi Pegadang Ayam Goreng
Sule diketahui selaku salah satu artis atau selebriti di Indonesia. Di dunia hiburan beliau dikenal sebagai komedian multi talenta dan juga presenter di televisi. Jalan Panjangnya menjadi bintang di dunia hiburan sangat panjang dan berliku tetapi sekarang keberhasilan di dunia hiburan mampu diraihnnya sehabis perjuangannya yang panjang.
Sebelum berhasil menjadi artis Indonesia, sebagala macam profesi beliau pernah geluti. Mulai dari berdagang ayam goreng dan berjualan kain ia pernah lakoni. Namun bakatnya selaku komedian menciptakan dia berhasil. Bagaimaana kisiahnya?
Biografi Sule
Entis Sutisna atau lebih dikenal dengan nama Sule lahir di Bandung, Jawa Barat, 15 November 1976 ialah pemeran yang berawal dari Grup Lawak SOS, Audisi Pelawak TPI (API). Sule kian diketahui via program Opera Van Java di Trans7 bersama Andre Taulany, Parto, Nunung dan Azis Gagap.
Karirnya makin meningkat dengan acara Awas Ada Sule di Global TV yang dibintangi mantan pemain bola voli nasional, Hikmal Abrar. Selain melawak, alumnus STSI Bandung ini diketahui arif menyanyi. Sejak masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar, Ia telah sering tampil di panggung tujuh belas Agustusan, untuk menari.
…Sejak umur lima tahun jika dengar musik jaipongan bawaannya senantiasa joget. Aku memang senang sekali menari, mulai dari situ saya jadi sering mampu juara. Tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga hingga Jakarta”
Karena senang menari itulah, risikonya orang bau tanah mendaftarkannya ke sanggar Kandaga. Seperti halnya Oni, teman satu kelompoknya, Ia juga sudah terbiasa mencari duit semenjak kecil.
Untuk persoalan belajar, ternyata Ia paling malas sukanya mencontoh.Hobi menarinya sempat terhenti ketika duduk di kursi Sekolah Menengah Pertama. Baru berkembang lagi dikala masuk SMKI, Ia mengakui sehabis berjuang selama beberapa tahun. Sejak Sekolah Menengah Pertama, gres kini meneguk akhirnya. Dulu dia tinggal di rumah petak kontrakan.
….Dulu, boro-boro buat beli baju, bayar rumah sama makan saja mesti meminjam dari tetangga.
Hidup prihatin sempat dirasakan laki-laki berambut pirang panjang ini. Orangtuanya yaitu penjualbakso di Cimahi, di malam hari Sule kecil membantu berdagang jagung rebus keliling kompleks.
Menikah Dengan Lina
Sule menikah dengan Lina Subaedah pada tahun 1997. Karena penghasilan dari melawak tidak menentu, mereka berdagang ayam goreng dan berjualan kebaya. “Penghasilannya cuma Rp20.000 sehari. Belanja sayur, sebagian lagi beras, sabun, dan untuk jajan anak, nggak cukup,” paparnya.
Karirnya selaku artis baru bersinar ketika dia dan dua temannya, Ogi Suwarna dan Obin Wahyudin mengikuti audisi lawak API (Akademi Pelawak Indonesia) di TPI. Setahun lalu, Ia menjuarai Superstar Show, sebuah acara duet selebriti di Indosiar, dan berhak menjinjing pulang suatu mobil. Puncaknya dikala beliau membintangi OVJ.
Karakter Pelawaknya Kuat
Sule tampak sebagai pelawak multi talenta melalui suatu program televisi (reality-show) SuperStar Show yang ditayangkan Indosiar, kira-kira 2 tahun yang lalu. Dalam program berupa kontes nyanyi secara berpasangan tersebut, Ia kesannya menjadi juara. Waktu itu dia berduet dengan Jaja.
Karakternya yang unik, multy-talented, dan humoris menciptakan duet Sule-Jaja dengan gampang diminati dan diketahui para pemirsa acara SuperStar. Ternyata terbukti kemudian.
Terhitung semenjak usai menjuarai event SuperStar, Ia pun mulai sering tampil di layar kaca (televisi). Dari menjadi presenter (MC), bintang tamu talkshow, pengisi acara musik, hingga menjadi komedian/komedian mirip ketika ini.
Naik Daun di Opera Van Java
Dari ranah komedi, nama Sutisna alias Sule sepanjang tahun ini merajai televisi. Selain tampil di acara komedi Opera Van Java (OVJ) di Trans 7, Ia juga memandu reality show BigShow di TPI. Jika tak syuting, Ia mengisi banyak sekali program off air.
Khusus untuk tahun 2009, Pekerjaan yang diterimanya di dunia hiburan Indonesia termasuk cukup banyak. Acara tv yang mampu dikatakan mempopulerkannya (selain SuperStar) yakni OKB, Opera Van Java, dan Awas Ada Sule.
Kelebihan Sule
Sule memang punya talenta tersendiri yang membuat ia patut disejajarkan dengan Tukul Arwana, Komeng, Eko Patrio, Parto, maupun Olga Syahputra yang sempat dinobatkan selaku 5 Pelawak Termahal Indonesia). Yang patut diapresiasi, Ia juga bukan tergolong komedian kagetan.
Ia memang mengawali merintis karier melawaknya dari NOL Popularitas yang dicapainya sekarang bukanlah secara instan, namun berkat kegigihan dan perjuangan. Di samping bakat unik yang memang dianugerahkan Yang Maha Kuasa padanya.
Seperti Komeng, Ia punya kesanggupan spontanitas banyolan yang tergolong sungguh responsif, cepat, kreatif dan bagus. Dalam performa dipanggung juga punya kemampuan blocking yang lumayan. Ia tergolong salah satu komedian yang punya karakter melucu yang besar lengan berkuasa dan unik.
Bakat melawak Sule agaknya diturunkan sang ayah, yang pedagang bakso keliling. Ayahnya senantiasa membanyol dan membuat para pembeli baksonya tertawa. Akan namun dia memulai naik panggung bukan dengan lawakan, melainkan sebagai pemain musik yang lalu mendirikan grup lawak SOS bareng Ogi dan Oni.
Setelah memenangkan audisi melawak di TPI, nama Sule pelan-pelan melejit. Tetapi baru di program Superstar Show, namanya menanjak hingga sekarang. Meski sudah sungguh terkenal, Ia masih memendam impian. Dia ingin go international kendati tak bisa berbahasa Inggris.
Keluarga Sule
Entis Sutisna aatau Sule dimengerti menikah dengan dengan Alm. Lina Jubaedah pada tahun 1997. Dari pernikahannya ini mereka dikaruniai tiga orang anak bernama Putri Delina, Rizky Febian, Rizwan dan Ferdinand. Namun Sule dan Lina Jubaedah menetapkan bercerai pada tahun 2018.
Sule lalu menikah lagi dengan Nathalie Holscher yang diketahui sebagai presenter tv, penyanyi, DJ, dan juga versi. dari pernikahannya ini, beliau mempunyai seorang anak berjulukan Adzam Adriansyah Sutisna. Namun pada tahun 2022, Natalie menggugat cerai Sule.