Biografi Ramang. Bernama lengkap Andi Ramang yang dilahirkan pada tanggal 24 April 1928 1928 di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia ialah seorang legenda sepakbola Indonesia pada tahun 1950an, dan merupakan pemain sepakbola pujian rakyat Makassar Sulawesi Selatan dan PSM (Persatuan Sepakbola Makassar) sehingga PSM umumdijuluki selaku “Pasukan Ramang”. Menurut catatan Wiki, ia dikenal dikenal sebagai salah satu anggota trio ajal PSM Makassar. Bersama Suwardi dan Noorsalam menjadi jangkar yang kokoh bagi tim berjulukan Juku Eja (ikan Merah) ini. Ramang memang sudah mulai menendang-nendang buah jeruk, gulungan kain dan bola anyaman rotan dalam permainan sepak raga sejak berusia 10 tahun.
Ayahnya, Nyo’lo, tangan kanan Raja Gowa Djondjong Karaenta Lemamparang, telah usang dikenal sebagai satria sepakraga. Ia mulai memperkuat PSM Makassar pada tahun 1947, waktu itu masih bernama Makassar Voetbal Bond (MVB). Bersama dengan Suwardi dan Noorsalam, Ramang menjadi trio paling menakutkan di Indonesia. Ia dikenal mempunyai kecepatan lari dan tendangan yang keras. Karir Ramang semakin menonjol tatkala dirinya bergabung ke timnas sepakbola Indonesia. Pada tahun 1952 dia mengambil alih Sunardi, kakak Suardi Arlan mengikuti latihan di Jakarta. Ini menyeretnya menjadi pemain utama PSSI. Didampingi Suardi Arlan di kanan dan Nursalam di kiri, ia bagai kuda kepang di tengah gelanggang. Permainannya sebagai penyerang tengah sangat menakjubkan. Maka setahun kemudian beliau keliling di beberapa negeri asing. Namanya meroket menjadi pemain favorit penonton dan disegani pemain musuh. Sambil melakoni profesinya selaku pemain sepak bola, Ramang juga menjadi seorang kenek truk dan tukang becak. Namun dalam suatu wawancara di Majalah Tempo (7/10/1978), Ramang mengatakan bahwa ia terpaksa meninggalkan profesinya sebagai penarik becak alasannya adalah sibuk bermain bola. Hal itu menciptakan kondisi keluarganya yang tinggal menumpang di suatu rumah temannya menjadi sangat memprihatinkan.
“Namun apapun yang terjadi, coba kalau isteri saya tidak teguh iktikad, mungkin sinting,” kata harimau bola itu. Ramang memang tak mampu lepas dari lapangan sepak bola. Baginya, meninggalkan lapangan sepak bola sama saja meletakkan ikan di daratan. “Hanya mampu menggelepar-gelepar kemudian mati,” katanya. Setahun setelah kemenangan klubnya 9-0 dalam persaingan PSM, Ramang telah keliling Indonesia bermain bola. Tapi saat dia kembali ke Makassar seorang tiba melamarnya bekerja sebagai opas di Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Gajinya? Tak pernah naik tetap saja Rp 3.500. Untungnya hanya satu: beliau masih tetap mampu main bola. Pada tahun 1952 ia mengambil alih Sunardi, abang Suardi Arlan mengikuti latihan di Jakarta. Ini menyeretnya menjadi pemain utama PSSI. Didampingi Suardi Arlan di kanan dan Nursalam di kiri, ia bagai kuda kepang di tengah gelanggang. Permainannya sebagai penyerang tengah sungguh fantastis. Maka setahun lalu beliau keliling di beberapa negeri ajaib. Namanya melambung tinggi menjadi pemain favorit penonton dan disegani pemain lawan. Pada lawatannya tahun 1954 ke berbagai negeri Asia (Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia) PSSI hampir menyapu seluruh kesebelasan yang dijumpai dengan gol menyolok. Dari 25 gol (dan PSSI hanya kemasukan 6 gol) 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang.
Ramang dan Keseblasan PSM |
Berkat prestasi Ramang, Indonesia masuk dalam hitungan kekuatan bola di Asia. Satu demi satu kesebelasan Eropa menjajal kekuatan PSSI. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara (salah satu kiper terbaik dunia waktu itu), klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa, kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Jashin, klub Locomotive dengan penembak akhir hayat Bubukin, hingga Grasshopers dengan Roger Vollentein. “Tapi itu bukan prestasi aku saja, melainkan koordinasi dengan kawan-mitra,” ujar Ramang merendah, sembari menyebut nama temannya satu per satu: Maulwi Saelan, Rasjid, Chaeruddin, Ramlan, Sidhi, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Thio Him Tjiang, Danu, Phoa Sian Liong dan Djamiat. Mendengar kehebatan Ramang di lapangan sepak bola, tidak aneh jikalau pada tahun 50-an, banyak bayi lelaki yang lahir kemudian diberi nama Ramang oleh orangtuanya. Ramang wafat pada 26 September 1987
Ramang diketahui selaku penyerang haus gol. Ramang memang penembak lihai, dari sasaran mana pun, dalam kondisi sesulit bagaimana pun, menendang dari segala posisi sambil berlari kencang. Satu kelebihan yang masih diidamkan oleh setiap pemain bola kita hingga dikala ini, utamanya tembakan salto. Keahlian itu sepertinya karunia alam untuk eksklusif Ramang seorang sebagai bekas pemain sepakraga yang ulung. Gol lewat tendangan salto yang indah dan mengagetkan kadang kala dipertunjukkan oleh Ramang. Satu di antaranya saat PSSI mengalahkan RRC dengan 2-0 di Jakarta. Kedua gol itu lahir dari kaki Ramang, satu di antaranya tembakan salto. Itu pertandingan menjelang Kejuaraan Dunia di Swedia, 1958. Pertandingan kedua dilanjutkan di Peking, Indonesia kalah dengan 3-4, sedang yang ketiga di Rangoon (juga melawan RRC) dengan 0-0.
Ramang |
Sayang sekali musuh berikutnya adalah Israel (yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia) maka PSSI terpaksa tidak berangkat. Mendengar kedigdayaan Ramang di lapangan sepak bola, tidak heran jika pada tahun 50-an, banyak bayi laki-laki yang lahir kemudian diberi nama Ramang oleh orangtuanya. Jika Ramang ditanya mengenai pertarungan paling berkesan, di sejumlah media, dia menyebut saat PSSI menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956. “Ketika itu aku nyaris mencetak gol. Tapi kaus saya ditarik dari belakang,” kata Ramang. Kejayaan Ramang ternyata singkat saja, tahun 1960, sehabis namanya sempat melangit dia dijatuhi skorsing. Ramang dituduh makan suap. Tahun 1962 dia diundang kembali, tetapi pamornya sudah berkurang. Pada tahun 1968, dalam usia 40 tahun, Ramang bermain untuk terakhir kalinya membela kesebelasan PSM di Medan, yang rampung dengan kekalahan. Meskipun setelah itu kariernya di sepak bola tidaklah benar-benarmati. Saat ia sedang menggelepar-gelepar seperti ikan di daratan, ia mendapatkan panggilan Bupati Blitar untuk menjadi instruktur di sana.
Karier kepelatihan Ramang juga tercatat di PSM dan Persipal Palu. Sewaktu menjadi instruktur di Persipal, ia bahkan pernah dihadiahi satu hektar kebun cengkeh oleh masyarakat Donggala, Palu, alasannya prestasinya menenteng Persipal menjadi satu tim yang disegani di Indonesia. Penghargaan mirip ini tak pernah beliau dapatkan di PSM Makassar. Tetapi menjadi instruktur sepak bola ternyata tidak mudah bagi seorang tamatan Sekolah Rakyat seperti Ramang. Ia kemudian mesti disingkirkan pelan-pelan hanya alasannya ia tidak mempunyai sertifikat kepelatihan. Dalam melatih, Ramang hanya mengajarkan pengalamannya ditambah dengan teori yang pernah dia dapatkan dari mantan pelatih PSSI, Tony Pogacknic, yang beliau sungguh hormati.
Buku Ramang |
Ramang pernah menyebut bahwa pemain sepak bola sepertinya tidak lebih berguna dari kuda pacuan. “Kuda pacuan dipelihara sebelum dan sesudah bertanding, menang atau kalah. Tapi pemain bola hanya dipelihara kalau ada panggilan. Sesudah itu tak ada apa-apa lagi,” katanya dengan kecewa. Namun Ramang telah berketetapan hati menutup dongeng periode lampaunya itu. “Buat apa mengenang masa-era mirip itu sementara orang lebih menghargai kuda pacuan?” katanya. Kekecewaan itu sepertinya begitu berat merundungnya, hingga beliau kadang-kadang sengaja sembunyi hanya untuk menghindarwawancara dengan seorang wartawan. Meski banyak dorongan dan proposal buat menulis biografinya, dia senantiasa menggelengkan kepala. Dulu katanya, memang pernah ada seseorang yang menerbitkan riwayat hidupnya. Tapi beliau sendiri sudah lupa judul buku dan nama penulisnya.
Suatu malam pada tahun 1981, sesudah melatih belum dewasa PSM, Ramang pulang dengan busana basah dan menjadikannya sakit. Enam tahun dia menderita sakit di paru-parunya tanpa mampu berobat ke Rumah sakit alasannya kekurangan ongkos. Pada tanggal 26 September 1987, di usia 59 tahun, mantan pemain sepak bola legendaris itu meninggal dunia di rumahnya yang sangat sederhana yang beliau huni bareng anak, menantu dan cucunya yang semuanya berjumlah 19 orang. Ramang dimakamkan di TPU Panaikang. Untuk mengingat jasanya, sebuah patung di lapangan Karebosi dibuat untuknya. Selain itu hingga sekarang salah satu julukan PSM Makassar ialah Pasukan Ramang. Ironis memang mengetahui kisah hidup mantan bintang sepak bola itu. Apalagi Ramang kini hanya diapresiasi dengan sebuah patung yang dibuat seadanya, yang berdiri di pintu utara Lapangan Karebosi.
Patung Ramang |
“Toa mi Ramang” ungkapan yang umum dipakai oleh anak muda makassar
Ramang kecil Kadir kecil.. Menggiring bola di jalanan Ruli kecil Riki kecil.. Lika liku jebolkan gawang (Iwan Fals)