TintaTeras

Biografi Quraish Shihab

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Biografi Quraish Shihab. Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang cerdik. Ayahnya, Prof. KH. Abdurrahman Shihab yaitu seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang selaku salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di golongan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari bisnisnya membina dua akademi tinggi di Ujungpandang, adalah Universitas Muslim Indonesia (UMI), suatu akademi tinggi swasta terbesar di daerah Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat selaku mantan rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977. Sebagai seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah ialah distributor pergeseran.

Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, suatu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang mencar ilmu di lembaga ini diajari perihal gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan ajaran Islam. Hal ini terjadi alasannya lembaga ini memiliki hubungan yang akrab dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah mirip Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang di­datangkarn ke forum tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika.

Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab menerima motivasi permulaan dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada ketika-saat seperti inilah sang ayah memberikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an. Quraish kecil sudah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia mesti mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas cerita-dongeng dalam al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur’an mulai tumbuh.

Pendidikan Quraish Shihab

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di Ujungpandang. Setelah itu beliau melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Falaqiyah di kota yang sama. Untuk mendalami studi keislamannya, Quraish Shihab diantaroleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua sanawiyah. Setelah itu, beliau melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab sukses menjangkau gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur’an al-Karim (kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dari Segi Hukum)”.

Pada tahun 1973 beliau dipanggil pulang ke Ujungpandang oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk menolong mengorganisir pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan hingga tahun 1980. Di samping mendududki jabatan resmi itu, dia juga sering memwakili ayahnya yang uzur alasannya usia dalam menjalankan tugas-peran pokok tertentu.

Berturut-turut sesudah itu, Quraish Shihab diserahi banyak sekali jabatan, mirip koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bab timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang training mental, dan sederetan jabatan yang lain di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya beliau masih sempat menyelesaikan beberapa tugas observasi, antara lain Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978).

Untuk merealisasikan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali berguru ke almamaternya, al-Azhar, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur’an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk menjangkau gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian kepada Kitab Nazm ad-Durar [Rangkaian Mutiara] karya al-Biqa’i)” sukses dipertahankannya dengan predikat summa cum laude dengan penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syaraf al-Ula (sarjana teladan dengan prestasi istimewa).

Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, Al-Azhar, Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi Indonesia pada ketika di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu dituntaskan di Barat. Mengenai hal ini dia mengatakan selaku berikut:

Ketika meneliti bio­grafinya, aku menemukan bahwa beliau berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan mendapatkan pendidikan ting­ginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana dia mene­rima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menimbulkan beliau terdidik lebih baik ketimbang hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Alquran dan, lebih dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu mengakibatkan ia unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu dituntaskan di Barat. Dia juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN Ujung Pandang dan Jakarta dan kini, bahkan, dia menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini ialah karier yang sangat menonjol.

Tahun 1984 yakni babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu beliau pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Alquran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melakukan tugas pokoknya selaku dosen, beliau juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua abad (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu beliau dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di permulaan tahun 1998, hingga kemudian ia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.

Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta sudah menawarkan situasi gres dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya banyak sekali kegiatan yang dijalankannya di tengah-tengah penduduk . Di samping mengajar, ia juga diandalkan untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya ialah selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-Qur’an Departemen Agama semenjak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), dikala organisasi ini didirikan. Selanjutnya dia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan yakni sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur ‘an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.

Di samping aktivitas tersebut di atas, H.M.Quraish Shihab juga diketahui selaku penulis dan penceramah yang tangguh. Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kuat yang dia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya memberikan usulan dan ide dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan anutan yang moderat, beliau tampil selaku penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini beliau kerjakan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah mirip pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi atau media elektronika, utamanya di.bulan Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur’an di Indonesia, namun kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dalam konteks periode kini dan abad terbaru menjadikannya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur’an yang lain.

Tafsir Quraish Shihab

Dalam hal penafsiran, beliau cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yakni penafsiran dengan cara mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas duduk perkara yang serupa, lalu menerangkan pemahaman menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menawan kesimpulan selaku balasan kepada duduk perkara yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan tata cara ini mampu diungkapkan pendapat-usulan al-Qur’an wacana berbagai masalah kehidupan, sekaligus mampu dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur’an sejalan dengan pertumbuhan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.

Quraish Shihab banyak menekankan perlunya mengetahui wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual semoga pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan faktual. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, terutama di tingkat pasca sarjana, semoga berani menafsirkan al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran kepada al-Qur’an tidak akan pernah selsai. Dari abad ke abad senantiasa saja timbul penafsiran gres sejalan dengan pertumbuhan ilmu dan permintaan perkembangan. Meski begitu dia tetap mengingatkan perlunya perilaku teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga seseorang tidak gampang mengklaim sebuah pendapat sebagai pertimbangan al-Qur’an. Bahkan, menurutnya yaitu satu dosa besar kalau seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur’an.

Quraish Shihab adalah spesialis tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya selaku Pembantu Rektor, Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah amat dekat kaitannya dengan acara pendidikan. Dengan kata lain bahw beliau yakni seorang ulama yang mempergunakan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini dia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan perilaku dan sifatnya yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat selaku guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada siapa pun, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah ialah bab dari perilaku yang seharusnya dimiliki seorang guru.

Artikel Menarik Lainnya: