Puspo Wardoyo diketahui selaku pemilik Rumah makan Ayam Bakar Wong Solo. Bisnis rumah makan yang dijalankan oleh Puspo Wardoyo menjadi salah satu bisnis francise rumah makan yang berhasil menyebarkan bisnisnya di Indonesia. Ayam Bakar Wong Solo diketahui memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh Indonesia hingga ke Malaysia. Kisahnya dalam mengembangkan perjuangan rumah makannya sungguh inspiratif. Bagaimana kisahnya?
Daftar Isi
Daftar Isi:
Biografi Puspo Wardoyo
Juragan ayam bakar ini ialah Pria kelahiran 30 November 1967 di Solo. Ia telah menggeluti bisnis ayam bakar semenjak tahun 1986. Ia lahir dari keluarga yang sederhana dan mempunyai 7 orang kerabat.
Giat Bekerja Sejak Kecil
Orang tuanya berprofesi sebagai penjualdaging ayam dan juga mempunyai warung ayam yang berada di bersahabat kampus UNS (Universitas Sebelas Maret) Solo.
Meskipun begitu, orang tuanya bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang Sekolah Menengan Atas, empat diantaranya termasuk Puspo Wardoyo selesai di perguruan tinggi.
Ia memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Kenangasam Solo, sesudah itu ia kemudian melanjutkan sekolahnya di SMP Islam Batik dan masuk di Sekolah Menengan Atas Negeri 4 Solo. Tamat SMA, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Sebelas Maret Solo.
Sejak kecil, pengusaha rumah makan ini sudah terbiasa menolong orang tuanya untuk berjualan daging ayam. Pagi-pagi sekali selepas shalat subuh, beliau mulai membersihkan ayam untuk dijual dan berhenti dikala waktu sekolah telah masuk sehingga praktis ia tidak memiliki banyak waktu untuk bermain.
Bekerja Sebagai PNS
Setelah menyelesaikan pendidikannya di UNS Solo, Puspo Wardoyo diterima sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan jabatan sebagai guru pendidikan seni di SMA Negeri 1 Blabak Mutilan. Awalnya dia sangat bahagia sebab jaminan hidup selaku pegawai.
Namun usang kelamaan sesudah mengabdi selama tiga tahun sebagai guru, dia lalu mulai jenuh dan tidak kasar lagi menjadi guru.
Secara secara tiba-tiba, beliau memutuskan untuk berhenti menjadi PNS dan mudik ke Solo dan banting setir menjadi pedagang ayam bakar di seputar pasar tradisional Kleco, Solo pada tahun 1986.
Banyak pihak yang menyayangkan keputusannya ini, tetapi baginya ini tekadnya sudah bulat. Usaha ayam bakarnya mulanya berlangsung datar. Tidak banyak pembeli yang datang ke warungnya. Masa itu merupakan kurun yang merepotkan bagi Puspo Wardoyo.
Merantau Ke Medan
Tidak usang lalu, Puspo kemudian bertemu dengan perantau yang baru pulang dari Medan, Perantau tersebut yang juga berprofesi sebagai pedagang masakan bercerita bahwa di Medan Dagangannya dengan cepat mampu terjual habis apalagi kesempatan bisnis ayam bakar disana masih sangat besar.
Tergiur angin nirwana, Puspo wardoyo lalu menyerahkan perjuangan ayam bakarnya di Solo kepada temannya Ia kemudian berangkat ke Medan. Di Sumatera Utara, beliau apalagi dulu menjadi guru sekolah dari tahun 1989 sampai 1991 di tempat Bagan Siapi-api demi menghimpun modal untuk usaha.
Namun disitulah dia berjumpa dengan Rini Purwati yang kemudian menjadi istrinya. Modal sudah terkumpul, ia bersama dengan istrinya risikonya pindah ke kota Medan.
Membuka Bisnis Ayam Bakar Wong Solo
Disana dia mengontrak rumah dan berbelanja motor, sisa tabungannya sekitar 700.000 rupiah ia gunakan untuk membuka usaha ayam bakar di Jl. SMA 2 Padang Golf Polonia, Medan dengan nama Ayam Bakar Wong Solo.
Menurut Puspo, perjuangan ayam bakar ialah wasiat dari ayahnya sebelum meninggal. Lama kelamaan, warung ayam bakar milik Puspo Wardoyo mulai meningkat . Dalam sehari beliau bisa memasarkan 3-4 ekor ayam. Ini dilakukannya selama satu tahun tanpa bantuan Istrinya alasannya Istrinya diterima bekerja selaku Dosen di Politeknik UNS Medan.
Istrinya yang seorang dosen dan Puspo yang hanya penjualayam bakar acap kali menciptakan pihak keluarga agak malu sehingga terkadang membujuk Puspo biar kembali menjadi guru. Namun kepercayaan Puspo akan usahanya sungguh kuat.
Ketika kebaikan Dibalas Dengan Kebaikan
Pada tahun 1992, ia sudah mempunyai dua orang karyawan di warung ayam bakarnya. Suatu hari, salah seorang karyawannya mengeluh terhadap Puspo dan istrinya ketika rumah keluarganya akan disita oleh rentenir alasannya hutangnya. Puspo bareng istrinya jadinya merelakan tabungannya sebesar 800 ribu untuk melunasi hutang tersebut.
Kebaikan akan berbalas dengan kebaikan juga. Itulah yang sedang dialami olehnya. Tak lama sesudah itu, dia di kunjungi oleh seorang wartawan lokal Harian Waspada.
Ternyata wartawan tersebut merupakan teman dari suami karyawan yang ditolong oleh Puspo. Setelahnya info tentang profil Puspo diangkat ke surat kabar dengan judul Puspo Wardoyo, Sarjana Membuka Ayam Bakar Wong Solo di Medan.
Artikel informasi tersebut ternyata berimbas pada penjualan ayam bakar miliknya. Besoknya, barang jualan ayam bakarnya laku 100 potong ayam.
Pendapatannya terus berkembangdari waktu ke waktu sehingga pada waktu itu beliau mampu menciptakan 350 ribu rupiah dalam sehari. Selanjutnya beliau mulai menyisakan 10% manfaatnya di bidang sosial.
Usaha Yang Terus Berkembang
Usaha ayam bakarnya terus berkembang di Medan, dari warung kecil sampai menjadi restoran. karyawannya juga kian bertambah. Pada tahun 1996, Puspo Wardoyo menikah lagi dengan karyawatinya yang bernama Supiyati.
Ia menikah tanpa dimengerti oleh istri pertamanya sebab belum siap untuk dimadu. Walaupun pada hasilnya istrinya kemudian menerima Puspo kawin lagi.
Setelah Istri keduanya, Supiyati melahirkan anak pertama mereka, Ia lalu kawin lagi dengan karyawatinya yang bernama Annisa Nasution. Meskipun ijab kabul ini ditentang oleh orang tua Annisa namun istri pertamanya ialah Rini Purwati menolong suaminya saat melamar Annisa.
‘Banyak istri banyak rezeki’, mungkin inilah yang diandalkan oleh Puspo Wardoyo. Pada tahun 1999, kedai makanan ayam bakarnya sudah mempunyai tiga cabang. Tak usang lalu ia kembali menikah dengan Intan Ratih atas opsi istri keduanya.
Dari pernikahannya dengan empat istrinya, Ia mempunyai 15 orang anak. Hingga tahun 2006, kedai makanan ayam bakar Wong Solo miliknya berkembang pesat menjadi 26 buah restoran yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Ketika Gosip Menjadi Iklan Murah
Ia sempat menciptakan gempar dengan berani merogoh koceknya dengan membiayai ‘Poligami Award’ hingga 2 milyar rupiah. Langkah Puspo itu menciptakan namanya melambung tinggi melebihi popularitas Ayam Bakar Wong Solo miliknya.
Banyak pihak khususnya kaum wanita yang menentang idenya. Bahkan sampai istri presiden KH Abdurrahman Wahid kurun itu yaitu ibu Shinta Wahid ikut memboikot Warung Ayam Bakar miliknya.
Namun itulah Puspo Wardoyo, mungkin baginya pers, berita serta kontroversi yaitu iklan yang murah berkaca pada pengalamannya sebelumnya. Meskipun banyak yang menduga Ayam bakar Wong Solo milik Puspo wardoyo gulung tikar namun sampai ketika ini restorannya masih terus beroperasi.
Hingga kini Ayam Bakar Wong Solo sudah mempunyai puluhan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan di Malaysia yang kini berjumlah 7 outlet.
Ayam Bakar Wong Solo pun telah menjelma francise dengan ribuan karyawan di bawah kendali Wong Solo Group. Puspo Wardoyo pun diketahui selaku penggagas waralaba ayam bakar di Indonesia dan pemilik francise tertua di Indonesia adalah Ayam Bakar Wong Solo.