TintaTeras

Biografi Professor Abdus Salam – Fisikawan Muslim

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Biografi Professor Abdus SalamBiografi Prof. Abdus Salam. Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil di Pakistan, pada tahun 1926. Ia ialah fisikawan muslim terbaik periode 21. Ayahnya ialah pegawai dalam Dinas Pendidikan dalam tempat pertanian. Kelurga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim. Hanya sayangnya, dia memasuki Jamaah Muslim Ahmadiyyah dari Qadian, yang mempercayai kehadiran kedua dari Almasih, Nabi Isa yang kedua kalinya yang dijanjikan, Imam Mahdi, begitu pula sebagai Mujaddid pada masa ke 14 H dalam Kalender Islam dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad, sehingga pedoman ini dianggap sebagai minoritas non-Muslim di Pakistan. Akibatnya, hingga dikala meninggalnya pada 1996, beliau tidak pernah diberi penghargaan resmi oleh pemerintah Pakistan.

Dalam usia sungguh muda (22 tahun) Salam meraih doktor fisika teori dengan predikat summa cumlaude di University of Cambridge, sekaligus meraih Profesor fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk pelajaran matematika ia bahkan menjangkau nilai rata-rata 10 di St.John’s College, Cambridge. Salam yaitu satu dari empat muslim yang pernah menjangkau Hadiah Nobel. Tiga lainnya adalah Presiden Mesir Anwar Sadat (Nobel Perdamaian 1978), Naguib Mahfoud (Nobel Sastra 1988), Presiden Palestina Yasser Arafat (bersama dua rekannya dari Israel, Nobel Perdamaian 1995).

Penerima gelar Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/lembaga ilmiah dari seluruh dunia ini, yang sekali waktu pernah menyebut dirinya selaku penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, sudah menyatakan dengan tegas: harga diri sebuah umat sekarang tergantung pada penciptaan prestasi ilmiah dan teknologis.Harga diri itu, mirip yang telah dibuktikan oleh Salam sendiri bukan saja dapat mengangkat sebuah masyarakat sejajar dengan masyarakat lain. Gerakan dan keikutsertaan mencipta sains teknologi akan memberikan donasi pada peningkatan harkat seluruh umat insan, tanpa melihat agama dan asal-ajakan kebangsaannya. Itulah rahmatan lil alaamin.

Abdus Salam yaitu fisikawan muslim yang paling menonjol masa ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam menyaksikan kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Selama berabad-kala kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berlawanan-beda.

Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam teori “Unifying the Forces”. Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya berpengaruh. Dua belas tahun lalu hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.

Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen tahun 1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia eksekutif CERN (Cetre Europeen de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu lalu mengilhami para fisikawan lain dikala mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir mirip Grand Theory (GT) yang dicanangkan ilmuwan AS dan Theory of Everything-nya Stephen Hawking. Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmolog dunia kini berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori tunggal yang utuh. Karena kecerdasannya yang hebat, Salam pernah dipanggil pulang oleh Pemerintah Pakistan. Selama sebelas tahun semenjak 1963 dia menjadi penasihat Presiden Pakistan Ayub Khan khusus untuk menangani pengembangan iptek di negaranya. Ia mengundurkan diri dari posisinya di pemerintah saat Zulfiqar Ali Bhutto naik menjadi PM Pakistan. Profesor Salaam tak mampu mendapatkan perlakuan Ali Bhutto yang mengeluarkan Undang-Undang minoritas non Muslim terhadap Jemaat Ahmadiyah- komunitas Islam daerah dirinya lahir dan dibesarkan.

Tak ada dendam yang sanggup melahirkan perasaan Permusuhan Salam pada Negerinya Pakistan. Ia menentukan pergi dengan hening untuk menyebarkan Ilmu Pengetahuan bagi Dunia dan seluruh Umat Manusia. Itu dibuktikannya dengan sebagian besar usianya dihabiskan selaku guru besar fisika di Imperial College of Science and Technology, London, dari 1957-1993. Sejak 1964 ia menjadi peneliti senior di International Centre for Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, sekaligus menjadi direkturnya selama 30 tahun.

Hingga simpulan hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang dari 39 gelar doktor honoris causa. Antara lain dari Universitas Edinburgh (1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia dan Rusia. Ia juga menjadi anggota dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.

Abdus Salam termasuk duta Islam yang baik. Sebagai pola, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, Abdus Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh akidah terhadap kalimah tauhid. “Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa,” kata penulis 250 makalah ilmiah fisika partikel itu.

Jenazah Abdus Salam dikala di Shalatkan

Prof.Abdus Salam, wafat Kamis 21 Nov 1996 di Oxford, Inggris, dalam usia 70 tahun dan meninggalkan seorang istri serta enam anak (dua laki-laki dan empat wanita). Salam sudah berangkat menuju Yang Maha Esa di usia 70 tahun. Ia dimakamkan di tanah air yang teramat sungguh dicintainya,dikota Rabwah- Pakistan. Kita yang ditinggalkannya kini hanya dapat bertanya, benarkah kita juga punya rasa harga diri religius, mirip rasa harga diri yang menggerakkan tokoh yang teramat dihormati oleh komunitas sains internasional ini? Yang niscaya, peserta gelar Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/forum ilmiah dari seluruh dunia ini, yang sekali waktu pernah menyebut dirinya selaku penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, sudah menyatakan dengan tegas: harga diri suatu umat sekarang tergantung pada penciptaan prestasi ilmiah dan teknologis.

Artikel Menarik Lainnya: