Grup Band Padi Dibentuk 8 April 1997, grup ini ialah wadah kreativitas seni lima mahasiswa Universitas Airlangga. Semula bernama ‘Soda’, namun lalu diganti menjadi ‘Padi’ (“Padi masakan orang sukar,” demikian kata salah seorang personilnya). Nama ini dipilih juga alasannya adalah bersifat “sangat membumi”. Lebih jauh, mereka tidak cuma mengambil filosofinya saja, makin berisi semakin merunduk, tetapi juga menyaksikan fungsinya yang melambangkan kemakmuran. Personil Padi berisikan Ari (gitar), Fadly (vokal), Yoyo (drum), Rindra (bas), dan Piyu (gitar).
Diawali dari bermain musik dari satu panggung ke panggung lain, grup ini hasilnya dikontrak untuk masuk dunia rekaman. Album-album Padi cukup sukses menembus pasar musik Indonesia. Beberapa pengamat menyimpulkan aransemen musik padi yg dinamis dan lebih kompleks dari rata-rata lagu oleh band Indonesia yang seangkatan yaitu salah satu penyebab kesuksesan tersebut. Pada awal kemunculannya di tahun 1998 khasanah grup musik Indonesia didominasi oleh lagu-lagu dengan aransemen sederhana dengan tempo sedang cenderung lambat.
Ciri lain band-band Indonesia pada era tersebut adalah cukup dominannya instrumen keyboard pada band-band ternama. Karakter Keyboard/Organ memengaruhi gaya musik menjadi minim distorsi dan cenderung melodik. Hal ini tampak pada grup band-band pencetak hits ketika itu mirip Kahitna, Dewa 19 dengan album Pandawa Lima-nya, maupun Slank sesaat sebelum perombakan deretan di mana Indra Q masih tampil sebagai keyboardist.
![]() |
Grup Band Padi ketika Konser |
Padi lalu mendobrak dengan formasi tanpa keyboard lewat album pertama mereka Lain Dunia (1999). Formasi seperti ini menciptakan eksplorasi teknik permainan gitar begitu secara umum dikuasai, maka wajar kalau lagu-lagu yang dihasilkan condong sarat ditorsi. Apalagi ditunjang oleh gaya permainan dua gitarisnya, Satriyo Yudi Wahono (Piyu) dan Ari Tri Sosianto, yang berlainan satu sama lain, Padi mendobrak dengan lagu-lagu kompleks yang ditandai dengan aransemen dua gitar yang hampir selalu berbeda dalam tiap frasa dalam tiap lagu. Album ini menerima platinum pada bulan April 2000 dan quadraple platinum di tahun 2001.
Pada tahun 2001, Padi mengeluarkan album kedua mereka Sesuatu Yang Tertunda. Album ini bisa terjual sebanyak 1,6 juta kopi dan mendapat 10x Platinum di tahun 2002. Save My Soul yakni nama album musik ketiga Padi. Album ini diluncurkan pada tanggal 18 Juni 2003. Dalam lagu “Sesuatu Yang Tertunda”, Padi berduet dengan musikus pujaan mereka, Iwan Fals. Selain Iwan Fals, kolaborator lainnya yang terdapat dalam album ini tergolong musisi Australia yang merupakan pemain saksofon, Robert Burke dan pianis Kiernan Box, Adjie Rao (perkusi), dan penyanyi Astrid Sartiasari. Nasib album ketiga tersebut, meski tak bisa dikatakan gagal, namun tak segemerlap dua album sebelumnya.
Setelah 22 bulan masa proses penggarapan, album keempat mereka keluar pada bulan Mei 2005 yang diberi nama golongan grup musik itu sendiri, Padi. Keseluruhan lagu dalam album modern Padi mengajak penggemarnya menikmati lirik-lirik cantik tentang jatuh cinta, perilaku bijaksana dan keengganan untuk membisu menghadapi dilema. Salah satu lagu andalan, “Menanti Sebuah Jawaban”, di album keempat Padi pun dijadikan lagu tema sebuah film layar lebar berjudul Ungu Violet. Album inipun dipenuhi oleh para kolaborator yang menyumbang aneka sound pada lagu-lagu Padi. Bubi Chen dengan piano Jazz-nya, Abadi Soesman dengan permainan Hammond yang vintage, Kousik Dutta dengan sentuhan Tabla, Idris Sardi dengan Violin yg dominan di lagu epilog Side B. Seperti pengakuan para personel Padi,bagi mereka album ini yakni cerminan pencerahan dan pengalaman spiritual yang dialami selama proses pengerjaan,maka tidak aneh lirik dan aransemen bergeser cukup signifikan dari tema-tema dalam dan condong “gelap” pada album Save My Soul,menjadi ringan dan sarat semangat.Namun bobot tiap-tiap lagu tampak berusaha tetap dijaga dengan menghadirkan musisi-musisi terlatih sebagai kolaborator seperti yang telah disebutkan.
Setelah lebih dari 2 tahun vakum dari dapur rekaman, Padi menggebrak dengan album gres Tak Hanya Diam. Album yang berisi 10 lagu ini tak lagi bertemakan ‘interpersonal’ (cinta) mirip 4 album sebelumnya, tetapi meluas menjadi kepedulian dari reaksi mereka terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Inti pesan dari lirik-lirik di dalam album Tak Hanya Diam terfokus pada soal tidak berfungsinya komunikasi yang berakibat beberapa bencana yang timbul secara beruntun di Indonesia. Seperti tsunami dan gempa bumi. Tak cuma temanya, peluncuran album ini juga cukup unik. Padi meluncurkan album modern mereka dengan tampil menyanyi di atas geladak KRI Teluk Mandar 514 yang berlayar perlahan di perairan Teluk Jakarta, Senin 12 November 2007. Peluncuran album di atas kapal ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia.
Walau pada mulanya cuma ingin unik dari launching album secara konvensional, namun Padi kali ini memberikan aba-aba kepada kita untuk selalu ingat bahwa negeri ini yaitu negeri maritim dengan kekayaan dan keindahan bahari yang dimiliki. Selain itu, Padi juga mengenalkan logo gres mereka. Mereka mengaku perubahan logo ini cuma untuk lebih fresh saja, menghindari “kultus” logo Padi yang pertama karena Padi membuat logo bukan untuk menciptakan ‘laskar’. Cover album Tak Hanya Diam mewakili tema dari album ini, cover yang berbentuk titik-titik saling berhubungan yang mencerminkan adanya saling sinergi satu sama lain didasari saling komunikasi untuk saling mengisi dalam hening. Di album ini juga terlihat keberanian Rindra (bass) dan Piyu (gitar) tampil sebagai vokalis di lagu “Belum Terlambat” dan “Jangan Datang Malam Ini”.
Personil
Satriyo Yudi Wahono
Ari Tri Sosianto
Rindra Risyanto Noor
Andi Fadly Arifuddin
Surendro Prasetyo
Album
Lain Dunia (1999) terjual 800 ribu kopi
Sesuatu Yang Tertunda (2001) terjual 1,6 juta kopi
Save My Soul (2003)
Padi (2005)
Tak Hanya Diam (2007)
Shalawat (Album) (2010)
Terbaik (2012)