TintaTeras.com – Laksamana Cheng Ho dikenal selaku seorang pelaut muslim dari China yang terkenal turut mengembangkan islam di Indonesia. Ia juga ialah salah satu penjelajah yang populer.
Cheng Ho ialah seorang kasim (pramusaji istana) Muslim yang menjadi orang iktikad Kaisar Yongle dari Dinasti Ming di China. Ia lalu melaksanakan pelayaran dibawah perintah kaisar China mengelilingi Asia dan Afrika.
Lantas, bagaimana hingga dia Laksamana Cheng Ho mampu diketahui di Indonesia? Simak profil dan biografi Laksamana Cheng Ho berikut ini.
Daftar Isi
Daftar Isi:
Biografi Laksamana Cheng Ho
Nama orisinil Laksamana Cheng Ho yaitu Ma He, juga diketahui dengan sebutan Ma Sanbao. Ia dilahirkan pada tanggal 23 September 1371. Diketahui bahwa Cheng Ho berasal dari provinsi Yunnan, China.
Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan lalu dijadikan orang kasim. Ia yakni seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik seperti dengan suku Han, tetapi beragama Islam.
Dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak terdapat banyak keterangan yang menyinggung perihal asal-ajakan Cheng Ho. Cuma disebutkan bahwa beliau berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao.
Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M) ialah anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan Wen.
Masa Kecil Cheng Ho
Saat Ma He berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh Dinasti Ming. Para perjaka ditawan, bahkan dikebiri, kemudian dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana.
Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (sekarang Beijing).Di depan Zhu Di, kasim San Bao sukses menawarkan kedigdayaan dan keberaniannya.
Misalnya saat memimpin anak buahnya dalam serangan militer melawan Kaisar Zhu Yunwen (Dinasti Ming). Abdi yang berpostur tinggi besar dan berwajah lebar ini tampak begitu gagah melibas musuh-lawannya. Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.
Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho memperlihatkan diri untuk menyelenggarakan muhibah ke aneka macam penjuru negeri.
Kaisar sempat kaget sekaligus terharu mendengar undangan yang termasuk nekad itu. Bagaimana tidak, amanah itu harus dikerjakan dengan mengarungi samudera. Namun alasannya yang mau menjalani ialah orang yang dikenal berani, kaisar oke saja.
Ekspedisi Pelayaran Laksamana Cheng Ho
Berangkatlah armada Tiongkok di bawah komando Cheng Ho (1405). Terlebih dulu rombongan besar itu menunaikan shalat di sebuah masjid bau tanah di kota Quanzhou (Provinsi Fujian).
Kekuatan Armada Laut Laksamana Cheng Ho
Armada ini berisikan 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah.
Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok.
Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang bermacam-macam tergolong binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan.
Selain itu, juga membawa terlalu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan menenteng kain Sutera untuk dijual.
Mengelilingi Asia Hingga Afrika
Pelayaran pertama Laksamana Cheng Ho ini bisa meraih daerah Asia Tenggara (Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa). Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam ekspedisi kedua.
Ekspedisi ketiga dijalankan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut meraih India dan Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur).
Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam (1421-1422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil meraih Laut Merah.
Dalam biografi laksamana Cheng Ho diketahui bahwa beliau berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), diantaroleh kaisar Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk meminimalkan pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melaksanakan satu ekspedisi lagi pada era kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).
Cheng Ho melaksanakan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
- Vietnam
- Taiwan
- Malaka / bagian dari Malaysia
- Sumatra / bab dari Indonesia
- Jawa / bab dari Indonesia
- Sri Lanka
- India bagian Selatan
- Persia
- Teluk Persia
- Arab
- Laut Merah, ke utara hingga Mesir
- Afrika, ke selatan sampai Selat Mozambik
Karena beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sungguh ingin melaksanakan Haji ke Mekkah mirip yang sudah dilaksanakan oleh almarhum ayahnya.
Tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat tentang hal ini. Cheng Ho melaksanakan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut ‘kapal pusaka’ ialah kapal terbesar pada abad ke-15. Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m).
Lima kali lebih besar ketimbang kapal Columbus. Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas kapal tersebut 2500 ton. Model kapal itu menjadi wangsit petualang Spanyol dan Portugal serta pelayaran terbaru di kala sekarang.
Desainnya cantik, tahan kepada serangan angin puting-beliung, serta dilengkapi teknologi yang saat itu termasuk canggih seperti kompas magnetik.
Dalam ekspedisi, Cheng Ho menenteng balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan, tergolong Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang tiba ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok.
Pada ketika pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, watu permata (ruby, emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya.
Selain itu juga menenteng pulang beberapa hewan orisinil Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, namun sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Salah Satu Tokoh Terpenting Menurut Majalah Life
Majalah Life menempatkan Cheng Ho selaku nomor 14 orang paling penting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang bisa mengganti peta navigasi dunia hingga era ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi tentang arah pelayaran, jarak di lautan, dan aneka macam pelabuhan.
Cheng Ho ialah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang kurun hingga dikala ini.
Selain itu ia ialah pemimpin yang cendekia dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya ia dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau daerah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di India tergolong ke Kalkuta, para anak buah juga menjinjing seni beladiri lokal yang berjulukan Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Sebagai orang Hui (etnis di Cina yang identik dengan Muslim) Cheng Ho telah memeluk agama Islam sejak lahir. Kakeknya seorang haji.
Ayahnya, Ma Hazhi, juga telah menunaikan rukun Islam kelima itu. Menurut Hembing Wijayakusuma, nama hazhi dalam bahasa Mandarin memang mengacu pada kata ‘haji’.
Kemakmuran masjid juga tak pernah dilupakan Cheng Ho. Tahun 1413 beliau merenovasi Masjid Qinging (timur bahari Kabupaten Xian). Tahun 1430 memugar Masjid San San di Nanjing yang rusak sebab terbakar.
Pemugaran masjid mendapat pertolongan pribadi dari kaisar. Beberapa sejarawan meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah haji.
Memang tak ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji kemungkinan dikerjakan ketika ekspedisi terakhir (1431-1433). Saat itu rombongannya memang singgah di Jeddah.
Selama hidupnya Cheng Ho memang sering mengutarakan keinginan untuk pergi haji sebagaimana kakek dan ayahnya. Obsesi ini bahkan terbawa hingga menjelang ajalnya. Sampai-sampai dia menyuruh Ma Huan pergi ke Mekah biar melukiskan Ka’bah untuknya. Muslim pemberani ini meninggal pada tahun 1433 di Calicut (India), dalam pelayaran terakhirnya.
Laksamana Cheng Ho di Indonesia
Dalam biografi laksamana Cheng Ho diketahui bahwa dia mendatangi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, dia memberi lonceng raksasa “Cakra Donya” kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok terhadap Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang jadinya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana.
Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada kurun pemerintahan raja Wikramawardhana.