TintaTeras.com – Profil dan Biografi Mochammad Idjon Djanbi, dongeng pendiri Kopassus yang terlewatkan. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ialah satuan pasukan elit militer Indonesia yang diakui kehebatannya.
Pasukan dengan baret merahnya yang khas ini berdiri pada tahun 1952. Kopassus didirikan oleh Kolonel A.E Kawilarang dan Idjon Djanbi yang merupakan mantan pasukan Belanda yang membelot ke Indonesia.
Namun siapa yang sangka, walaupun diketahui selaku pendiri Kopassus, diakhir karirnya Idjon Djanbi dilupakan selaku pendiri Kopassus dan Komandan pertama pasukan baret merah tersebut.
Daftar Isi
Daftar Isi:
Biografi Idjon djanbi
Mochammad Idjon Djanbi lahir di Kanada sekitar tahun 1915 dengan nama asli Rokus Bernardus Visser. Dia adalah mantan anggota Korps Speciale Troepen KNIL dan salah satu pendiri dan komandan Kopassus (Komando Pasukan Khusus) pertama.
Terlahir selaku putra seorang petani Tulip yang sukses. Selepas menyelesaikan kuliahnya, Visser muda menolong ayahnya berdagang bola lampu di London.
Ketika itu perang dunia kedua dimulai dan sebab tidak mampu pulang ke Belanda yang dikuasai oleh Jerman, Visser mendaftarkan pada dinas Ketentaraan Belanda yang mengungsi ke Britania. Di Inggris, Belanda membentuk kekuatan gres disana. Setelah itu dia ditugaskan menjadi sopir Ratu Wilhelmina.
Karir Militer Idjon Djanbi
Setelah setahun di post tersebut ia mengundurkan diri dan mendaftarkan diri di selaku operator radio (Radioman) di pasukan Belanda ke 2 (2nd Dutch Troop).
Bersama dengan pasukan sekutu, Visser mencicipi operasi tempurnya yang pertama, yaitu Operasi Market Garden pada bulan September 1944 dimana saat itu pasukan Belanda ke 2 bab dimana Visser berada lalu dimasukan dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat.
Diterjunkan melalui pesawat layang Visser dan teman-sobat Amerikanya mendarat di wilayah fokus pasukan Jerman yang tinggi. Dua bulan kemudian dikala dikumpulkan kembali, Visser digabungkan dengan pasukan Sekutu lainnya. Ia dan pasukan sekutu melaksanakan operasi pendaratan amphibi di Walcheren, suatu daerah pantai di Belanda bagian selatan.
Karena dianggap berprestasi maka ia disekolahkan di Sekolah Perwira sebelum di kirim ke Asia. Selanjutnya Viser dikirmkan ke Sekolah Pasukan Para di India dan dimaksudkan bergabung dengan pasukan untuk memukul kekuatan Jepang di Indonesia.
Kekalahan pasukan Jepang pada 1945 mengakhiri perang dunia ke 2. Jepang kemudian mundur dari Indonesia sebelum pasukan Visser sempat diantarkan ke Indonesia.
Mundurnya Jepang dari Indonesia membuka kesempatan terhadap Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Karena kondisi di Belanda sedang berantakan dan mereka tidak bisa mengantarkan pasukan dari Eropa ke Indonesia.
Belanda lalu berusaha membentuk kesatuan unit khusus di India dengan mendirikan School voor Opleiding van Parachutisten (sekolah pasukan menggeluti payung) dan pasukan ini dikirim ke Jakarta pada 1946.
Dibawah pimpinan Letnan Visser, sekolah ini lalu di pindah ke Jayapura (Hollandia) di Irian Jaya yang waktu itu dinamakan Dutch West Guinea oleh Belanda. Disana mereka menempati suatu bangunan rumah sakit Amerika yang sudah ditinggalkan oleh pasukan Douglas MacArthur.
Memilih Menetap di Indonesia
Dengan segala kondisi yang ada, Visser ternyata menggemari hidup di Asia. Sehingga dia meminta istrinya (perempuan Inggris yang dinikahinya semasa perang dunia 2) dan keempat anaknya untuk ikut dengannya ke Indonesia.
Ketika istrinya menolak, Visser memilih untuk bercerai. Saat kembali ke Indonesia pada 1947, Sekolah pimpinannya sudah dipindah ke Cimahi, Bandung dan Viser dipromosikan naik pangkat menjadi Kapten.
Selama tahun 1947 hingga akhir 1949 , Sekolah pimpinan Kapten Visser terus melahirkan prajurit terjun payung sampai ketika dimana Belanda mesti menyerahkan kekuasaaanya kepada Republik Indonesia.
Karena sudah merasa tenteram dengan gaya hidup Asia, maka Kapten Visser menetapkan untuk tinggal di Indonesia selaku warga sipil. Keputusan ini sungguh berisiko, alasannya adalah meskipun dia bukan tergolong pasukan baret hijau belanda yang diketahui sungguh kejam (Visser sendiri berbaret merah).
Tapi tidak ada yang mampu meramalkan bagaimana keamanan seorang mantan perwira penjajah di negara jajahanya yang gres saja merdeka. Akhirnya ia menetapkan keputusannya untuk tinggal di Indonesia, pindah ke Bandung.
Disana, Visser kemudian memilih bertani bunga di Pacet, Lembang. Ia lalu memeluk agama islam dan menjadi seorang muallaf dan menikahi wanita Indonesia berjulukan Suyatni. Visser kemudian mengganti namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi.
Mendirikan Pasukan Komando RPKAD (Kopassus)
Pengalaman Idjon Djanbi selaku anggota pasukan komando pada Perang Dunia II telah menarik minatKolonel Alex Kawilarang yang juga dikenal sebagai pendiri Kopassus.
Alex Kawilarang yang era itu menjabat selaku Panglima Tentara dan Teritorium III/Siliwangi meminta Idjon Djanbi membantunya merintis pasukan komando. Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI dengan pangkat Mayor.
Idjon Djanbi lalu secepatnya melatih kader perwira dan bintara untuk menyusun pasukan. Kemudian pada tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan istimewa tadi dengan nama Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi).
Adapun Mochammad Idjon Djanbi menjadi komandan Kesko Tentara dan Teritorium III/Siliwangi. Karena satuan Komando ini perlu didukung dengan akomodasi dan sarana yang lebih mencukupi.
Dan operasional satuan ini diperlukan dalam lingkup yang lebih luas oleh Angkatan Darat, maka Kesko TT. III/Siliwangi beralih kedudukan pribadi dibawah komando KSAD bukan dibawah Teritorium lagi.
Dan pada bulan Januari tahun 1953 berganti nama menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD). Pada tanggal 29 September 1953, KSAD mengeluarkan Surat Keputusan tentang pengesahan pemakaian baret sebagai tutup kepala serdadu yang lulus pelatihan Komando.
Latihan lanjutan Komando dengan bahan Pendaratan Laut (Latihan Selundup) baru bisa dikerjakan pada tahun 1954 di Pantai Cilacap Jawa Tengah.
Komandan Pertama Kopassus
Pada tanggal 25 Juli 1955 KKAD berubah namanya menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Yang menjadi komandan ialah Mayor Mochammad Idjon Djanbi. Untuk memajukan kemampuan prajuritnya, tahun 1956 RPKAD menyelenggarakan training penerjunan yang pertama kalinya di Bandung.
Mengingat Indonesia yaitu negara kepulauan, maka Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi mengharapkan semoga serdadu RPKAD memiliki kemampuan sebagai peterjun.
Tujuannya agar mampu digerakkan ke medan operasi dengan menggunakan pesawat melayang dan diterjunkan di sana. Lulusan pelatihan ini menjangkau kualifikasi sebagai peterjun militer dan berhak menyandang Wing Para.
Pada tanggal 25 Juli 1955, wakil presiden Mohammad Hatta meresmikan peningkatan KKAD menjadi RPKAD dan dikepalai tetap oleh Mayor Mochamad Idjon Djanbi. Adapun Mayor Djaelani yang juga merangkap sebagai Komandan SPKAD (sekolah Pasukan Komando Angkatan Darat) dibantu oleh Letnan Benny Moerdani selaku wakilnya.
Di bawah pimpinan Mayor Djaelani dan wakilnya Benny Moerdani, pendidikan komando mulai memberikan hasil yng cukup memadai. Walaupun banyak kekurangan tenaga pengajar maupun dana, dan tetapi tetap melipatgandakan keefektifan tempur pasukan.
Pensiun Dari Militer
Pimpinan Angkatan Darat mengambil alih kepemimpinan di RPKAD dengan menyerahkan kepemimpinan RPKAD kepada orang asli pribumi. Namun belum ada kandidat besar lengan berkuasa yang bisa menyamai level dari Idjon Djambi di RPKAD. Setelah itu Idjon Djanbi lalu ditawarkan jabatan gres yang jauh dari pembinaan komando RPKAD. Idjon Djanbi tidak menerimanya dan meminta pensiun dari militer.
Menjadi Kepala Perkebunan
Kebetulan pada dikala itu pada tahun 1956, Indonesia sedang aktif menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik gila. Idjon Djanbi yang sudah menjadi WNI diberi jabatan mengepalai perkebunan milik gila yg dinasionalisasi.
Penggantinya Idjon Djanbi selaku Danjen Kopassus yaitu wakilnya yaitu Mayor Djaelani. Tak usang sehabis pensiun dari PT Perkebunan dan Tentara Nasional Indonesia, Idjon Djanbi lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan keluarganya.
Idjon Djanbi Wafat
Pada tahun 1977, Idjon Djanbi bareng dengan keluarganya pergi mengunjungi saudara istrinya di Yogyakarta. Dari Subang sampai ke Yogya, Idjon Djanbi mengemudikan mobil seorang diri. Ditengah perjalanan, Idjon Djanbi mengeluhkan sakit perut yang hebat. Tak usang lalu, ia secepatnya dibawa ke RS Panti Rapih Yogyakarta.
Hasil pemeriksaan dokter menyebutkan bahwa Idjon Djanbi mengalami usus buntu. Setelah dijalankan operasi, penyakitnya tak kunjung sembuh alasannya adalah usus besarnya juga bermasalah.
Dua minggu kemudian tak usang setelah dirawat di rumah sakit, Mochammad Idjon Djanbi yang dikenal selaku salah satu pendiri Kopassus dan juga Komandan Pertama Kopassus tersebut menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 1 April 1977.
Jenazah Idjon Djanbi lalu dimakamkan di TPU Kuncen Yogyakarta. Ketika beliau dimakamkan, tak ada protokoler upacara militer TNI dan tembakan salvo sebagai penghormatan terakhir kepada mantan pendiri Kopassus dan Komandan pertama dari korps baret merah ini.
Walaupun begitu, Nama Idjon Djanbi diabadikan selaku nama Kesatrian di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) di Batujajar, Jawa Barat.