TintaTeras

Biografi Haji Agus Salim, Cerita Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

TintaTeras.com – Biografi Haji Agus Salim. Ia diketahui selaku salah satu tokoh pejuang kemerdekaan indonesia yang dijuluki ‘The Grand Old Man’. Haji Agus Salim merupakan tokoh dari partai islam ialah Sarekat Islam pada abad pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Biografi Haji Agus Salim

Haji Agus Salim juga merupakan sosok yang diketahui andal dalam diplomasi memperjuangkan kedaulatan Indonesia dimata Internasioanl, baik sebelum Indonesia merdeka maupun setelah Indonesia merdeka. Tak heran kalau pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Indonesia kepada Haji Agus Salim. Berikut profil dan biografi Haji Agus Salim.

Biografi Haji Agus Salim Singkat

Haji Agus Salim lahir dengan nama orisinil Mashudul Haq yang bermakna “pembela kebenaran”. Ia Lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884.

Agus Salim ialah anak keempat Sultan Moehammad Salim yang bekerja selaku seorang jaksa di suatu pengadilan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda.

Riwayat Pendidikan Haji Agus Salim

Karena kedudukan ayahnya Agus Salim mampu berguru di sekolah-sekolah Belanda dengan lancar, selain sebab beliau anak yang pintar.

Biografi Haji Agus Salim

Dalam usia muda, ia sudah menguasai sedikitnya tujuh bahasa abnormal; Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903 beliau lulus HBS (Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas 5 tahun pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, ialah Surabaya, Semarang, dan Jakarta.

R.A Kartini dan Haji Agus Salim 

Karena itu, Agus Salim berharap pemerintah mau mengabulkan permohonan beasiswanya untuk melanjutkan sekolah kedokteran di Belanda. Tapi, permohonan itu ternyata ditolak. Dia patah arang.

Tapi, kecerdasannya menarik perhatian Kartini, anak Bupati Jepara. Sebuah cuplikan dari surat Kartini ke Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini:

[pullquote]…Kami terpesona sekali terhadap seorang anak muda, kami ingin menyaksikan beliau dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, ia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti cobaan penghabisan sekolah menengah HBS, dan dia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk mencar ilmu menjadi dokter. Sayang sekali, kondisi keuangannya tidak memungkinkan. – Surat R.A Kartini tertanggal 24 Juli 1903[/pullquote]

Lalu, R.A Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk mengambil alih dirinya berangkat ke Belanda, sebab pernikahannya dan etika Jawa yang tak memungkinkan seorang puteri bersekolah tinggi.

Caranya dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus Salim. Pemerintah akhirnya setuju. Tapi, ia menolak. Dia berasumsi pertolongan itu karena permintaan orang lain, bukan alasannya adalah penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya.

Salim tersinggung dengan sikap pemerintah yang diskriminatif. Apakah alasannya adalah Kartini berasal dari keluarga ningrat Jawa yang memiliki relasi baik dan akrab dengan pejabat dan tokoh pemerintah Belanda sehingga Kartini mudah menemukan beasiswa?

Karir Politik Haji Agus Salim

Belakangan, Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi, untuk melakukan pekerjaan selaku penerjemah di konsulat Belanda di kota itu antara 1906-1911. Di sana, ia memperdalam ilmu agama Islam pada Syech Ahmad Khatib, imam Masjidil Haram yang juga pamannya.

Di Arab Saudi juga ia mempelajari diplomasi. Sepulang dari Jedah, ia mendirikan sekolah HIS (Hollandsche Inlandsche School), dan kemudian masuk dunia pergerakan nasional.

Dalam biografi Haji Agus Salim dikenali bahwa Haji Agus Salim menikah dengan Zainatun Nahar pada tahun 1912. Dari pernikahannya dengan Zainatun Nahar, Haji Agus Salim mempunyai sepuluh anak, walaupun dua di antaranya meninggal waktu bayi.

Anaknya berjulukan Theodora Atia, Jusuf Taufik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Ahmad Sjauket, Islam Basari, Abdul Hadi, Siti Asia, Zuchra Adiba, Sidik Salim.

Bergabung Dalam Sarekat Islam

Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis pada 1915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad selaku wakil SI balasan ketidakpuasan mereka kepada pemerintah Belanda.

Agus Salim kemudian mengambil alih mereka selama empat tahun (1921-1924) di forum itu. Tapi, sebagaimana pendahulunya, beliau merasa usaha “dari dalam” tak membawa faedah. Dia keluar dari Volksraad dan berfokus di SI.

Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan kawan-mitra menginginkan SI menjadi organisasi yang cenderung ke kiri, sedangkan Agus Salim dan HOS Cokroaminoto menolaknya.

Buntutnya SI terbelah dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang lalu bermetamorfosis PKI, sedangkan Agus Salim tetap bertahan di SI. Karier politiknya bantu-membantu tidak begitu mulus.

Biografi Haji Agus Salim

Dia pernah dicurigai rekan-rekannya sebagai kepetangan karena pernah bekerja pada pemerintah. Apalagi, ia tak pernah ditangkap dan dipenjara mirip Tjokroaminoto.

Tapi, beberapa tulisan dan pidato Agus Salim yang menyinggung pemerintah mematahkan tuduhan-tuduhan itu. Bahkan beliau sukses menggantikan posisi HOS Cokroaminoto selaku ketua sehabis pendiri SI itu meninggal dunia pada 1934.

Selain menjadi tokoh SI, dia juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan kepercayaan keagamaan yang kaku.

Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan daerah duduk perempuan dan laki-laki.

Ini berlawanan dari kongres dua tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir; wanita di belakang, pria di depan. ”Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi wanita,” ungkapnya.

Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada final kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung oleh Pemerintahan Ir Soekarno.

Menteri Di Kabinet Republik Indonesia

Kepiawaiannya berdiplomasi membuat Sutan Syahrir mempercayai Haji Agus Salim menjabat dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Mohammad Hatta. Sesudah legalisasi kedaulatan Agus Salim ditunjuk selaku penasehat Menteri Luar Negeri.

Biografi Haji Agus Salim

Dengan badannya yang kecil, di kelompok diplomatik Agus Salim diketahui dengan julukan The Grand Old Man, selaku bentuk akreditasi atas prestasinya di bidang diplomasi. Sebagai langsung yang diketahui berjiwa bebas.

Dia tak pernah mau dikekang oleh batas-batas-batas-batas, bahkan ia berani mendobrak tradisi Minang yang berpengaruh. Tegas selaku politisi, namun sederhana dalam sikap dan keseharian.

Dia berpindah-pindah rumah kontrakan saat di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya ke pendidikan formal.

Haji Agus Salim Wafat

Haji Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun. Ia lalu dimakamkan di taman makam satria Kalibata, Jakarta.

Atas Jasa jasa agus Salim kepada Negara maka pemerintah Indonesia lalu memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada Haji Agus Salim pada tanggal 27 Desember 1961 lewat Keppres nomor 657 tahun 1961.

Artikel Menarik Lainnya: