Biografi Georges Cuvier. Ia lahir tanggal 23 Agustus 1769 di kota kecil Montbeliard yang berbahasa Prancis di daerah Wurttemberg, tidak jauh dari Prancis. Dia yaitu putra kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya perwira di ketentaraan dan keluarganya yaitu penganut agama Katolik Lutheran yang sungguh taat. Abangnya meninggal tak lama sehabis beliau lahir. Georges mula-mula dididik di rumah oleh ibunya. Minatnya terhadap zoologi dan botani telah tampak semenjak dini. Pendidikan dasar ditempuhnya di Montbeliard.
Dari tahun 1784 hingga 1788 beliau melanjutkan pendidikannya di Akademi Caroline di Stuttgart, sekolah yang diresmikan oleh Bangsawan Wurttemberg untuk mendidlk anak-anak muda yang kelak mengisi jabatan administratif dalam pemerintahan. Ia antara lain mempelajari zoologi dan botani. Karena tidak ada lowongan administratif di jawatan sang ningrat ketika Cuvier lulus, ia pergi ke Prancis dan menjadi tutor dalam sebuah keluarga ningrat beragama Protestan di Normandi. Kemudian dia bekerja sebagai pegawai pemerintah di suatu kota kecil. Selama tujuh tahun di Normandi, Cuvier mempergunakan waktu senggangnya untuk mempelajari tumbuhan dan hewan lokal, khususnya hewan invertebrata di sepanjang pesisir.
Tahun 1795, Cuvier bertemu dengan A.H. Tessier, seorang ahli pertanian. Tessier mengakui kesanggupan Cuvier dan merekomendasikan dia menjadi asisten guru besar dalam bidang anatomi perbandingan di Museum Nasional Sejarah Alam di Paris. Anatomi perbandingan meliputi kajian bab-bab badan binatang dan insan serta fungsinya, persamaan dan perbedaannya. Sumbangan ilmiah besar yang diberikan Cuvier yaitu bahwa ia “sudah memantapkan ilmu anatomi perbandingan dan paleontologi.” (Paleontologi yaitu ilmu yang mempelajari fosil binatang, manusia, dan tumbuhan.) Dia juga menawarkan bantuan bermakna untuk proses penggolongan binatang dan tumbuhan.
Selama abad awal Cuvier di Museum Sejarah Alam, beliau melakukan pekerjaan sama dengan Profesor Etienne Geoffroy Saint-Hilaire. Segera tampak bahwa pandangan Cuvier tentang dunia binatang berlawanan jauh dengan persepsi Geoffroy dan pakar biologi Prancis lain yang terkenal, Jean-Baptiste de Lamarck.
Cuvier “berasumsi bahwa ciri-ciri anatomi yang membedakan kalangan binatang, menandakan bahwa spesies tidak pernah berganti sejak abad kejadian. Setiap spesies begitu tepat terkoordinasi, baik secara fungsi maupun secara struktur, sehingga mustahil mampu bertahan menghadapi pergantian yang berarti.” Maksudnya, Cuvier percaya bahwa hewan-binatang diciptakan dalam kalangan yang berlawanan dan tetap, mirip dibilang oleh Injil, meskipun sekarang kita tahu bahwa “spesies” tidak harus diartikan persis sama dengan “jenis” makhluk yang disebutkan dalam Kitab Kejadian.
Sebaliknya, “baik Lamarck maupun Geoffroy Saint-Hilaire mendukung gagasan bahwa semua hewan mampu disusun dalam “sebuah rantai besar makhluk” dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit.” Lebih lanjut, mereka juga yakin bahwa dengan berlalunya waktu, satu spesies bisa secara sedikit demi sedikit berevolusi menjadi spesies yang lebih tinggi. Lamarck menyampaikan bahwa prosedur yang memungkinkan terjadinya pergantian ini yaitu “dipakai tidaknya aneka macam anggota tubuh hewan.” Lamarck juga yakin bahwa dalam dokumen fosil terdapat cikal-bakal hewan-hewan modern.
Dalam perdebatan panjang tersebut, alasan paling kuat yang diajukan Cuvier yakni bahwa Lamarck tidak mampu pertanda adanya transformasi spesies. Sedangkan Cuvier mampu menunjukkannya dari bukti-bukti yang dibawa kembali ke Prancis oleh prajurit Napoleon. Bukti-bukti itu menawarkan bahwa hewan peliharaan tidak berganti semenjak zaman Mesir kuno. Dia juga menunjukkan bahwa lenyapnya banyak sekali jenis hewan yaitu alasannya adalah binatang tersebut punah, bukan alasannya adalah berubah menjadi spesies baru.”
Cuvier dengan sempurna memperlihatkan bahwa dokumen fosil justru menentang evolusi, tidak mendukungnya. Dia mengatakan bahwa “jika spesies memang berubah secara bertahap, kita seharusnya mampu mendapatkan jejak pergeseran itu; antara (fosil) paleotherium dan spesies yang ada kini sebaiknya ada bentuk antara: tapi ini tidak pernah ada.” Hingga kini hal ini masih belum terbantah, meskipun berjuta-juta fosil gres telah ditemukan semenjak zaman Cuvier.
(Gagasan bahwa satu spesies berevolusi menjadi spesies lain sudah ada semenjak masa Yunani antik. Ketika Charles Darwin memopulerkan gagasan evolusi, bertahun-tahun sehabis perdebatan antara Cuvier dan musuh-lawannya, ia hanya mengisyaratkan sebuah prosedur baru, yaitu seleksi alam sebagai pembenaran gagasan evolusi.)
Cuvier dan Lamarck juga tidak sepaham mengenai bagaimana kehidupan dimulai. Lamarck yakin adanya pemunculan spontan, yaitu bahwa kehidupan mampu berasal dari benda tak bernyawa. Namun, Cuvier memperlihatkan bahwa “kehidupan senantiasa berasal dari kehidupan. Kita menyaksikan kehidupan dialihkan tetapi tidak pernah diciptakan.” Sampai hari ini, tidak pernah ditemukan adanya kehidupan yang berasal dari yang non-hidup. Meskipun begitu, kaum evolusionis bersikukuh bahwa hal ini niscaya pernah terjadi pada suatu ketika.
Anatomi perbandingan tidak menunjukan adanya hewan yang sedang dalam proses transformasi menjadi spesies lain, melainkan menunjukkan bahwa banyak sekali jenis binatang mempunyai struktur yang sama. Kaum evolusionis acap kali menyatakan, ini membenarkan keyakinan mereka bahwa satu jenis hewan mampu bermetamorfosis hewan lain. Tapi masuk logika juga bahwa kesamaan ini disebabkan alasannya Pencipta yang sama merancang dan memakai acuan yang serupa untuk fungsi yang serupa pada jenis binatang yang berbeda. Cuvier sendiri menolak ide keserupaan struktur tulang selaku dasar pembenaran evolusi.
Dalam mempelajari anatomi banyak sekali hewan, para ilmuwan kadang menemukan organ yang fungsinya tidak dikenali. Organ seperti ini diketahui selaku “organ vestigial”. Kaum evolusionis mengasumsikan bahwa organ-organ ini ialah sisa dari organ yang dahulu berkhasiat bagi nenek-moyang makhluk yang berevolusi.
Meskipun Curier mengakui bahwa “organ vestigial ada dan sebab itu mesti dipelajari,” ia tidak menilai hal itu penting, sebab dua alasan. Pertama, pada kurun Cuvier tidak banyak didapatkan organ yang tidak terperinci fungsinya. Kedua, Cuvier menilai organ-organ itu sebagai “bab penting dari Penciptaan, dan oleh alasannya adalah itu keberadaannya pasti memiliki alasan, sekalipun kita tetap tidak tahu.” Cuvier yakin bahwa organ yang disebut “vestigial” bukanlah sisa-sisa evolusi yang tak ada keuntungannya, melainkan organ berguna yang masih belum dikenali fungsinya.
Temuan ilmiah akhir-tamat ini membenarkan akidah Cuvier tentang kegunaan organ-organ tersebut. Misalnya, ujung tulang belakang manusia (sering disebut selaku tulang ekor) dulu dianggap selaku sisa (yang tidak memiliki kegunaan) dari ekor monyet yang dianggap Sebagai nenek-moyang kita. Sekarang diketahui bahwa tulang itu yakni titik kaitan penting bagi otot-otot penopang badan dan isi perut kita. Contoh lain adalah amandel, yang dahulu dianggap tidak berguna dan umumnya dibuang kalau mengalami peradangan. Sekarang dikenali bahwa “amandel adalah alat penting untuk melawan penyakit. Seratus delapan puluh organ lain yang dulu dianggap tidak berguna dan hanya selaku sisa evolusi saja, sekarang dikenali memiliki fungsi penting.”
Dalam abad penjelajahan dunia yang terus-menerus menciptakan temuan flora dan binatang baru, dibutuhkan pemutakhiran dan peningkatan atas sistem penggolongan yang dikembangkan oleh pakar biologi Carl Linnaeus. Sampai sekarang masih digunakan pendekatan dasar Linnaeus yang menggunakan sistem bercabang serta penggolongan tumbuhan dan binatang menjadi klasifikasi dan subkategori menurut fungsi bab tubuhnya. Sistem penamaannya yang terdiri atas dua bab juga masih dipakai hingga sekarang.
Cuvier “memperluas dan menyempurnakan sistem penggolongan Linnaeus dengan menggolongkan kelas-kelas yang berhubungan menjadi golongan yang lebih besar, disebut phyla.” (Dalam sistem Linnaeus, kelas yaitu kalangan paling besar.) Alih-alih menggolongkan hewan berdasarkan struktur luarnya seperti yang dikerjakan Linnaeus, Cuvier menggolongkannya menurut struktur dalamnya alasannya ini ialah indikator yang lebih baik tentang persamaan dan perbedaan mereka secara umum.
Langkah pertama yang ditempuh adalah mengategorikan hewan menurut struktur metode sarafnya, kemudian menempatkan mereka dalam sub-kategori menurut fungsi tata cara yang lain. “Sistem penggolongan baru ini serta karya-karya lainnya yang sungguh luas dan lengkap, yang didasarkan atas tata cara tersebut, sangat membantu para ahli pada zamannya untuk memahami dan mennahami semua informasi baru mengenai hewan.” Lebih lanjut, “sejak itu, asas Cuvier menjadi teladan bagi para pakar biologi dalam melaksanakan penggolongan” meskipun sistemnya sudah mengalami banyak perubahan.
Dengan memasukkan hewan yang telah menjadi fosil ke dalam sistem penggolongannya, Cuvier menempatkan palaeontologi (kajian wacana fosil) di atas dasar ilmiah yang kukuh. Membandingkan fosil hewan yang sudah punah dengan struktur hewan yang masih hidup memungkinkan Cuvier memilih kemungkinan fungsi bab tubuh hewan-hewan yang telah menjadi fosil. Kemudian beliau mampu menempatkan binatang-hewan tersebut ke dalam struktur penggolongan binatang-binatang yang masih hidup. (Salah satu fosil binatang yang paling mempesona yang diidentifikasi Cuvier adalah reptil melayang yang disebutnya “pterodaktil”.).