TintaTeras

Biografi Raden Saleh, Cerita Perintis Seni Lukis Modern Indonesia

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

TintaTeras.com – Profil dan Biografi Raden Saleh singkat. Nama Raden Saleh sebagai salah satu pelukis terbesar yang pernah dilahirkan di Indonesia. Namanya mungkin tidak setenar nama-nama pelukis legendaris Indonesia lain semisal Basuki Abdullah atau Affandi Masa hidup Raden Saleh yang terbentang jauh pada zaman penjajahan Belanda di permulaan periode ke-19.

Biografi Raden Saleh

Siapa Raden Saleh?

Ketika nama Indonesia bahkan belum dilahirkan memang membuat nama Raden Saleh selaku penggagas atau perintis seni lukis modern Indonesia kurang dikenali.

Terlebih koleksi lukisan Raden Saleh yang kini dihargai hingga puluhan miliar rupiah sungguh jarang dipamerkan di tanah air. Kumpulan lukisan dan gambar karya Raden Saleh baru dipamerkan secara tunggal di Indonesia pada Juni 2012 kemudian di Galeri Nasional Jakarta.

Meski sosoknya kurang dikenal, banyak golongan sepakat bahwa Raden Saleh adalah pelukis pertama Indonesia yang memperkenalkan teknik seni lukis modern di nusantara.

Raden Saleh juga ialah Perintis Seni Lukis Modern Indonesia yang karya lukisannya yang banyak dipajang dan dikoleksi museum di Eropa. Berikut profil dan biografi Raden Saleh dan perjalanannya menjadi seorang pelukis paling terkenal sampai di Eropa.

Biografi Raden Saleh

Nama lengkapnya adalah Raden Saleh Syarif Bustaman lahir di Semarang pada tahun 1811 dari pasangan peranakan Arab dan Jawa. Ayahnya bernama Said Husein bin Alwi bin Awal dan ibunya berjulukan Raden Ayu Syarif Husein.

Sejak kecil Raden Saleh tinggal bersama pamannya berjulukan Raden Adipati Surohadimenggolo. Pamannya yaitu seorang Bupati Semarang yang populer bakir. Sang paman pernah menolong Thomas Stamford Raffles yang diketahui sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pamannya membantu Gubernur Jenderal Hindia Belanda tersebut dalam menerjemahkan sejumlah teks dari kanon sastra klasik Jawa. Yang lalu dipakai Thomas Stamford Raffles sebagai bahan menulis buku terkenalnya ialah the History Of Java.

Pada 1822, Raden Saleh didaftarkan berguru di sebuah sekolah darah biru Pribumi yang baru dibuka di Cianjur, Jawa Barat. Berkat keluasan pergaulannya, Raden Saleh yang berbakat menggambar sudah terlihat sejak masih muda.

Ia mampu berkenalan dan belajar kepada AAJ Payen, pelukis keturunan Belgia yang didatangkan pemerintah Hindia-Belanda untuk melukis pemandangan Nusantara.

Belajar Seni Lukis di Belanda

Pada tahun 1829, atas usulan Payen pemerintah Hindia Belanda mengirim Raden Saleh ke negeri Belanda untuk belajar seni lukis. Pengalaman belajar serta hidup di negeri Belanda dan sejumlah negara Eropa lain kelak sangat menghipnotis gaya melukis dan ajaran seorang Raden Saleh.

Biografi Raden Saleh

Petualangan hidup Raden Saleh di Eropa dimulai di negeri Belanda. Lima tahun pertamanya di Eropa dipakai Raden Saleh untuk belajar banyak hal. Dari memperdalam bahasa Belanda sampai berguru teknik melukis potret pada pelukis istana kerajaan Belanda Cornelis Kruesemen.

Ia juga belajar melukis tema pemandangan pada Andris Bahan nama alat serta belajar melukis tema panorama pada Andries Schelfhout.

Perlahan nama Raden Saleh mulai diketahui penduduk Belanda. Selain berkesempatan menggelar pameran di Den Haag, Ia juga kerap diminta melukis potret sejumlah anggota kerajaan dan para pejabat Belanda. Tak jarang karya karya lukis Raden Saleh membuat penduduk Belanda terperangah.

Berpetualang di Jerman Hingga Perancis 

Pada tahun 1839, pemerintah Belanda mengantarRaden Saleh untuk melaksanakan perjalanan artistik ke sejumlah negara Eropa. Ia berkunjung dan menetap beberapa bulan di Dusseldorf Frankfurt dan Berlin, Jerman.

Ia lalu mendatangi kota Dresden dan jatuh cinta dengan kota itu. Raden Saleh memutuskan tinggal di Dresden hingga sekitar lima tahun di kota itu. Di kota itu pula dia menjadi tamu kehormatan kerajaan Jerman.

Kehadirannya diterima baik kelompok aristokrat. Untuk pertama kali dalam hidupnya Raden Saleh merasa diperlakukan sederajat sebagai insan.

Situasi ini membuatnya leluasa mendapatkan lisan artistik dan rasa percaya dirinya selaku seniman. Raden Saleh juga tak ragu menunjukkan identitasnya selaku orang Asia, orang Jawa serta selaku seorang muslim.

Selama di Dresden, Raden Saleh menjalin persahabatan akrab dengan seorang bangsawan terpandang berjulukan Mayor Friedrich Anton Serres dan istrinya bernama Friederikadi Maxen.

Salah satu jejak persahabatan Raden Saleh dengan keluarga Serres mampu dilihat pada bangunan Mushola yang dibangun keluarga Serres di tempat bukit Mühlbach.

Mushola Raden Saleh di Jerman

Mushola yang bernama Blaue Häusel itu memang dibentuk untuk menghormati Raden Saleh. Di mushola itu terdapat goresan pena Raden Saleh dalam bahasa Jawa dan Jerman berbunyi : “..Hormati Tuhan, Cintai Manusia.”

Terdorong oleh jiwa artistiknya, pada tahun 1845 Raden Saleh pergi ke Prancis dan menetap selama 5 tahun di kota pusat kesenian Eropa itu.

Wawasan seni dan pengetahuan Raden Saleh kian bertambah. Ia banyak menyerap efek gaya romantic pelukis legendaris Prancis, Eugene Delacroix yang kerap menonjolkan komponen drama dalam lukisan-lukisannya.

Pada 1846 bersama pelukis populer Perancis yang berjulukan Horace Vernet, Raden Saleh tinggal beberapa bulan di Aljazair. Di daerah koloni Perancis ini, Raden Saleh menerima ide untuk melukis adegan perkelahian binatang-hewan buas yang menjadi salah satu tema favorit lukisan-lukisannya.

Lukisan Karya Raden Saleh

Selama di Perancis, Raden Saleh juga menjadi saksi revolusi Prancis yang terjadi pada bulan februari 1848 di Paris. Peristiwa inilah yang ikut mempengaruhi pengetahuan kehidupannya. Raden Saleh dimengerti tiga kali menggelar festival lukisannya.

Karya-karyanya diterima baik oleh penikmat seni dan kritikus di negara itu. Saat hasilnya pulang ke Hindia Belanda pada tahun 1851, Raden Saleh yang sudah menjadi eksklusif baru. Raden Saleh bermetamorfosis sebagai insan dengan asumsi dan perilaku modern.

Raden Saleh Kembali ke Indonesia

Pulang dari Eropa dan tinggal di Batavia, Raden Saleh yang bekerja selaku pelukis dan konservator lukisan pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Ia merasa terasing dengan lingkungannya.

Sebagai seorang yang menyerap budaya dan pendidikan Eropa, Oleh orang-orang Belanda di nusantara dia tetap dianggap sebagai seorang pribumi yang tidak sederajat dengan orang Eropa.

Sementara ketika mesti bergaul dengan warga pribumi baik dari golongan ningrat maupun rakyat jelata, Raden Saleh juga kesusahan menerima musuh bicara yang mampu mengimbangi tingkat wawasan dan pendidikannya. Kondisi ini menjadikannya sangat kesepian.

Pada tahun 1855 Raden Saleh menikah dengan Constancia von Mansfeldt. Ia ialah seorang janda kaya asal Jerman. Pasangan ini lalu membangun rumah glamor di kawasan Cikini.

Rumah Raden Saleh

Rumah manis yang diilhami gaya arsitektur istana Callenberg, di mana Raden Saleh pernah tinggal dikala di Jerman. Rumah tersebut sekarang masih bangun dan menjadi bagian dari Kompleks Rumah Sakit PGI.

Sayangnya sikap diskriminatif yang diterima Raden Saleh kemudian mengakibatkan dia bercerai dengan Constancia. Praktek diskriminasi yang dinikmati Raden Saleh mendorongnya menciptakan sejumlah karya lukis yang mengekspresikan kritik atas kolonialisme yang dijalankan Belanda di Bumi Jawa atau wilayah nusantara yang lain.

Nuansa kritik ini berdasarkan sejumlah pihak contohnya terasa pada lukisan penangkapan Diponegoro, Lukisan sebuah banjir di Jawa, dan lukisan pertandingan antara banteng dan singa.

Karya paling penting Raden Saleh yaitu lukisan bersejarah penangkapan Diponegoro sangat tersohor di Indonesia dan melahirkan banyak tafsir.

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh

Dari tafsir yang mendukung Raden Saleh selaku penunjang kolonialisme, sampai tafsir sebaliknya yang menyebut lukisan itu sebagai bentuk kritik Raden Saleh terhadap praktik kolonialisme Belanda kepada tanah Jawa atau Nusantara.

Menikah Dengan Raden Ayu Danudirja

Pada tahun 1867, Raden Saleh menikah dengan Raden Ayu Danudirja. Ia yaitu gadis darah biru dari Keraton Yogyakarta. Mereka berdua kemudian pindah ke Bogor.

Menjelang final hayatnya, Raden Saleh sempat ditahan oleh penguasa kolonial Belanda. Hal ini sebab tuduhan bahwa Raden Saleh terlibat pemberontakan Gerakan Ratu Adil di Karawang Dan Bekasi pada tahun 1867.

Meski perjalanan hidupnya diwarnai ketidakpuasan dan kesepian, hidup Raden Saleh yang dilandasi semangat romantis dan ide kemanusiaan. Ini tetap menjadikan dirinya sosok yang dicintai dan dikagumi.

Raden Saleh Wafat

Saat Raden Saleh meninggal pada 23 April 1880, lebih dari 2 ribu orang yang berasal dari banyak sekali etnis dan kebangsaan mengantarkannya ke pemakaman di kampung Empang, Bogor.

Meski meninggal dikala ide-pandangan baru kebangsaan Indonesia belum dikenal, bibit-bibit semangat cinta tanah air yang ditunjukkan Raden Saleh mengilhami banyak golongan. Tak berlebihan kiranya jikalau sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyebut Raden Saleh sebagai individu nasional pertama di nusantara.

Artikel Menarik Lainnya: