TintaTeras

Biografi Idham Azis, Dari Seorang Ahli Reserse Dan Anti Teror Menjadi Kapolri

Biografi Tokoh Indonesia,  Feed

TintaTeras.com – Profil dan Biografi Idham Azis. Saat ini beliau menjabat sebagai Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia). Ia mengambil alih Tito Karnavian yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolri.

Biografi Idham Azis

Idham Azis dikenal berpengalaman atau seorang ahli dalam bidang reserse serta anti teror. Prestasinya ialah sukses melumpuhkan teroris terkenal yakni Dr. Azahari di Malang. Berikut profil dan biografi Idham Azis dan perjalanannya menjadi seorang Kapolri.

Biodata Idham Azis

Nama : Jenderal Polisi. Drs. Idham Azis, M.Si

Lahir : Kendari, Sulawesi Tenggara, 30 Januari 1963

Agama : Islam

Orang Tua : Abdul Azis (ayah), Tuti Pertiwi Azis (ibu)

Istri : Fitri Handari

Anak : Ilham Urane Azis, Irfan Urane Azis, Firda Athira Azis serta Pandu Urane Azis

Jabatan : Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri)

Profil dan Biografi Idham Azis

Idham Azis dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1963 di Kampung Salo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Ayahnya bernama Abdul Azis dan ibunya bernama Tuti Pertiwi Azis. Orang nomor satu di kepolisian ini ialah anak ke 2 dari 5 orang bersaudara.

Masa Kecil Idham Azis

Di daerah kelahirannya di Kampung Salo Kendari, Idham akrab disapa dengan sebutan Om Calli. Masyarakat sekitar mengenal Idham Azis sungguh sabar dan tekun.

Ia aktif bermain bersama sahabat sebayanya ketika kecil. Dimata keluarga dan orang terdekatnya, beliau dikenal selaku sosok yang giat dan sederhana.

Riwayat Pendidikan

Idham Azis memulai pendidikannya dengan bersekolah di SD 8 Kendari di kawasan Kampung Salo yang ketika itu masih berdinding papan dan beralaskan tanah.

Tamat dari sana pada tahun 1976, beliau lalu melanjutkan pendidikannya dengan bersekolah di Sekolah Menengah Pertama 2 Kendari. Setelah lulus Sekolah Menengah Pertama tahun 1979, dia melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Kendari.

Riwayat Karir di Kepolisian

Setelah lulus SMA pada tahun 1982, Idham Azis diterima masuk sebagai anggota kepolisian dan lulus Akademi Kepolisian pada tahun 1988. 

Setelah lulus Akpol, beliau berpangkat Letnan Dua dan bertugas di Pamapta Kepolisian Resor Bandung di bagian Reserse. Hanya berselang satu tahun, ia naik jabatan selaku Kepala Urusan Bina Operasi Lalu Lintas Kepolisian Resor Bandung sesudah itu dia menjabat selaku Kapolsek Dayeuhkolot Resor Bandung di tahun 1991.

Hanya 2 tahun saja tepatnya tahun 1993, Idham Azis naik jabatan sebagai Kepala Kepolisian Majalaya Resor Bandung Kepolisian Wilayah Priangan. Pangkatnya telah naik menjadi Letnan Satu Polisi.

Di tahun 1995, beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan pangkat Kapten Polisi. Pasca reformasi tahun 1999, Mayor Idham Azis pindah peran ke Polda Metro Jaya Jakarta selaku Kepala Unit VC Satuan Serse UM Direktorat Serse setelah itu menjadi Wakil Kepala Satuan Serse di Polda Metro Jaya.

Pada tahun 2001, dia menuntaskan meraih gelar master di bidang Kajian Ilmu Kepolisian (KIK) Universitas Airlangga. Karena prestasinya yang bagus, di tahun 2002 Idham Azis melanjutkan pendidikan kepolisiannya di Sekolah Staf dan Pemimpin (Sespim) Polisi Republik Indonesia.

Setelah menjadi perwira menengah di kepolisian, Idham Azis menjabat selaku Kasat I Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya lalu pindah ke Kasat III Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro jaya. Pangkatnya kurun itu AKBP (Ajun Kombes Polisi).

Tahun 2004, Idham menjabat sebagai Wakapolres Metro Jakarta Barat dan kemudian dipindahkan ke Sulawesi Tengah sebagai Inspektur Bidang Operasi Inspektorat Polda Sulawesi Tengah.

Pada tahun 2005, Idham menjabat selaku Kanit Pemeriksaan Sub Detasemen Investigasi Densus/Anti-Teror. Pada tahun itu juga, bersama dengan Tito Karnavian, Idham berhasil melumpuhkan teroris paling dicari di Indonesia yaitu Dr. Azahari pada tanggal 9 November 2005 di Batu, Jawa Timur.

Setelah itu, ia berangkat ke Poso bareng dengan Tito Karnavian mengusut masalah pemenggalan tiga gadis kristen yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Setahun selanjutnya yakni 2006, Idham Azis bergabung di Bareskrim Polri selaku Kanit IV Direktorat I/Keamanan & Transnasional.

Wakil Kepala Densus 88/Anti-Teror

Beberapa tahun selanjutnya tepatnya tahun 2008, Idham Azis diangkat selaku Kepala Sub Detasemen Investigasi Densus 88/Anti-Teror Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia.

Hanya beberapa bulan saja, dia lalu pindah tugas sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat sesudah itu menjadi Direktur Reserse Kriminal Umum di Polda Metro Jaya pada tahun 2009.

Pengalamannnya di bidang reserse serta anti teror membuat Idham Azis menjabat selaku Wakil Kepala Densus 88/Anti-Teror Polisi Republik Indonesia tahun 2010.

Ia bertugas di Densus 88/Anti-Teror Polisi Republik Indonesia selama bertahun-tahun sesudah itu ia pindah peran selaku eksekutif Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Tahun 2013. Pangkatnya kemudian naik menjadi Brigadir Jenderal Polisi.

Kapolda Sulawesi Tengah

Pada tahun 2014, Kapolri dikala itu adalah Jenderal Sutarman menunjukkan jabatan gres kepada Idham Azis sebagai Kapolda Sulawesi Tengah.

Dalam biografi Idham Azis diketahui bahwa dia ikut terlibat dalam operasi Camar Maleo menumpas kelompok teroris Santoso di Poso. Ia juga terlibat dalam operasi lanjutan adalah Operasi Tinombala yang dikerjakan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian.

Setahun selanjutnya, terjadi penggantian Kapolri dari Jenderal Sutarman ke Jenderal Badrodin Haiti. Kapolri Badrodin Haiti kemudian memberikan mandat terhadap Idham Azis sebagai Inspektur Wilayah II Inspektorat Wilayah Umum Polisi Republik Indonesia.

Biografi Idham Azis

Belum cukup setahun menjabat, Tito Karnavian naik sebagai Kapolri menggantikan Badrodin Haiti yang pensiun. Kapolri Tito Karnavian memperlihatkan posisi gres kepada Idham Azis sebagai Kepala Divisi Profesi & Pengamanan Polri di tahun 2016. Pangkatnya juga naik menjadi Inspektur Jenderal Polisi.

Kapolda Metro Jaya

Dua tahun kemudian, Kapolri Tito Karnavian mengangkat Idham Azis sebagai Kapolda Metro Jaya. Dua tahun kemudian, Idham Azis dimutasi menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia pada awal tahun 2019. Pangkatnya naik menjadi Komisaris Jenderal Polisi bintang tiga.

Menjadi Kapolri

Di penghujung tahun 2019, Tito Karnavian diberhentikan jabatannya selaku Kapolri oleh Presiden Joko Widodo. Presiden kemudian mengangkatnya selaku Menteri Dalam Negeri Indonesia.

Tak lama sesudah itu, Presiden menunjuk Idham Azis selaku Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang baru mengambil alih Tito Karnavian.

Setelah menuntaskan fit and proper test di DPR RI, Idham Azis dilantik oleh presiden Joko Widodo selaku Kapolri yang gres pada tanggal 1 November 2019. Pangkatnya kemudian naik menjadi Jenderal Polisi bintang empat.

Idham Azis menjabat selaku Kapolri selama 13 bulan saja alasannya adalah pada permulaan tahun 2021, Idham Azis akan memasuki periode pensiun dari Kepolisian.

Keluarga Idham Azis

Jenderal Polisi Idham Azis diketahui menikah dengan Fitri Handari. Dari pernikahannya tersebut, ia dikaruniai empat orang anak bernama Ilham Urane Azis, Irfan Urane Azis, Firda Athira Azis serta Pandu Urane Azis.

Biografi Puspo Wardoyo, Kisah Berhasil Pemilik Ayam Bakar Wong Solo

Biografi Pengusaha Sukses,  Feed,  Kisah Inspiratif,  Kisah Sukses

Puspo Wardoyo diketahui selaku pemilik Rumah makan Ayam Bakar Wong Solo. Bisnis rumah makan yang dijalankan oleh Puspo Wardoyo menjadi salah satu bisnis francise rumah makan yang berhasil menyebarkan bisnisnya di Indonesia. Ayam Bakar Wong Solo diketahui memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh Indonesia hingga ke Malaysia. Kisahnya dalam mengembangkan perjuangan rumah makannya sungguh inspiratif. Bagaimana kisahnya?

Puspo Wardoyo - Kisah Sukses Pemilik Ayam Bakar Wong Solo

Biografi Puspo Wardoyo

Juragan ayam bakar ini ialah Pria kelahiran 30 November 1967 di Solo. Ia telah menggeluti bisnis ayam bakar semenjak tahun 1986. Ia lahir dari keluarga yang sederhana dan mempunyai 7 orang kerabat.

Giat Bekerja Sejak Kecil

Orang tuanya berprofesi sebagai penjualdaging ayam dan juga mempunyai warung ayam yang berada di bersahabat kampus UNS (Universitas Sebelas Maret) Solo.

Meskipun begitu, orang tuanya bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang Sekolah Menengan Atas, empat diantaranya termasuk Puspo Wardoyo selesai di perguruan tinggi.

Ia memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri Kenangasam Solo, sesudah itu ia kemudian melanjutkan sekolahnya di  SMP Islam Batik dan masuk di  Sekolah Menengan Atas Negeri 4 Solo. Tamat SMA, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Sebelas Maret Solo.

Sejak kecil, pengusaha rumah makan ini sudah terbiasa menolong orang tuanya untuk berjualan daging ayam. Pagi-pagi sekali selepas shalat subuh, beliau mulai membersihkan ayam untuk dijual dan berhenti dikala waktu sekolah telah masuk sehingga praktis ia tidak memiliki banyak waktu untuk bermain.

Bekerja Sebagai PNS

Setelah menyelesaikan pendidikannya di UNS Solo, Puspo Wardoyo diterima sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan jabatan sebagai guru pendidikan seni di SMA Negeri 1 Blabak Mutilan. Awalnya dia sangat bahagia sebab jaminan hidup selaku pegawai.

Namun usang kelamaan sesudah mengabdi selama tiga tahun sebagai guru, dia lalu mulai jenuh dan tidak kasar lagi menjadi guru.

Secara secara tiba-tiba, beliau memutuskan untuk berhenti menjadi PNS dan mudik ke Solo dan banting setir menjadi pedagang ayam bakar di seputar pasar tradisional Kleco, Solo pada tahun 1986.

Banyak pihak yang menyayangkan keputusannya ini, tetapi baginya ini tekadnya sudah bulat. Usaha ayam bakarnya mulanya berlangsung datar. Tidak banyak pembeli yang datang ke warungnya. Masa itu merupakan kurun yang merepotkan bagi Puspo Wardoyo.

Merantau Ke Medan

Tidak usang lalu, Puspo kemudian bertemu dengan perantau yang baru pulang dari Medan, Perantau tersebut yang juga berprofesi sebagai pedagang masakan bercerita bahwa di Medan Dagangannya dengan cepat mampu terjual habis apalagi kesempatan bisnis ayam bakar disana masih sangat besar.

Tergiur angin nirwana, Puspo wardoyo lalu menyerahkan perjuangan ayam bakarnya di Solo kepada temannya Ia kemudian berangkat ke Medan. Di Sumatera Utara, beliau apalagi dulu menjadi guru sekolah dari tahun 1989 sampai 1991 di tempat Bagan Siapi-api demi menghimpun modal untuk usaha.

Namun disitulah dia berjumpa dengan Rini Purwati yang kemudian menjadi istrinya. Modal sudah terkumpul, ia bersama dengan istrinya risikonya pindah ke kota Medan.

Membuka Bisnis Ayam Bakar Wong Solo

Disana dia mengontrak rumah dan berbelanja motor, sisa tabungannya sekitar 700.000 rupiah ia gunakan untuk membuka usaha ayam bakar di Jl. SMA 2 Padang Golf Polonia, Medan dengan nama Ayam Bakar Wong Solo.

Puspo Wardoyo - Kisah Sukses Pemilik Ayam Bakar Wong Solo

Menurut Puspo, perjuangan ayam bakar ialah wasiat dari ayahnya sebelum meninggal. Lama kelamaan, warung ayam bakar milik Puspo Wardoyo mulai meningkat . Dalam sehari beliau bisa memasarkan 3-4 ekor ayam. Ini dilakukannya selama satu tahun tanpa bantuan Istrinya alasannya Istrinya diterima bekerja selaku Dosen di Politeknik UNS Medan.

Istrinya yang seorang dosen dan Puspo yang hanya penjualayam bakar acap kali menciptakan pihak keluarga agak malu sehingga terkadang membujuk Puspo biar kembali menjadi guru. Namun kepercayaan Puspo akan usahanya sungguh kuat.

Ketika kebaikan Dibalas Dengan Kebaikan

Pada tahun 1992, ia sudah mempunyai dua orang karyawan di warung ayam bakarnya. Suatu hari, salah seorang karyawannya mengeluh terhadap Puspo dan istrinya ketika rumah keluarganya akan disita oleh rentenir alasannya hutangnya. Puspo bareng istrinya jadinya merelakan tabungannya sebesar 800 ribu untuk melunasi hutang tersebut.

Kebaikan akan berbalas dengan kebaikan juga. Itulah yang sedang dialami olehnya. Tak lama sesudah itu, dia di kunjungi oleh seorang wartawan lokal Harian Waspada.

Ternyata wartawan tersebut merupakan teman dari suami karyawan yang ditolong oleh Puspo. Setelahnya info tentang profil Puspo diangkat ke surat kabar dengan judul Puspo Wardoyo, Sarjana Membuka Ayam Bakar Wong Solo di Medan.

Artikel informasi tersebut ternyata berimbas pada penjualan ayam bakar miliknya. Besoknya, barang jualan ayam bakarnya laku 100 potong ayam.

Pendapatannya terus berkembangdari waktu ke waktu sehingga pada waktu itu beliau mampu menciptakan 350 ribu rupiah dalam sehari. Selanjutnya beliau mulai menyisakan 10% manfaatnya di bidang sosial.

Puspo Wardoyo - Kisah Sukses Pemilik Ayam Bakar Wong Solo

Usaha Yang Terus Berkembang

Usaha ayam bakarnya terus berkembang di Medan, dari warung kecil sampai menjadi restoran. karyawannya juga kian bertambah. Pada tahun 1996, Puspo Wardoyo menikah lagi dengan karyawatinya yang bernama Supiyati.

Ia menikah tanpa dimengerti oleh istri pertamanya sebab belum siap untuk dimadu. Walaupun pada hasilnya istrinya kemudian menerima Puspo kawin lagi.

Setelah Istri keduanya, Supiyati melahirkan anak pertama mereka, Ia lalu kawin lagi dengan karyawatinya yang bernama Annisa Nasution. Meskipun ijab kabul ini ditentang oleh orang tua Annisa namun istri pertamanya ialah Rini Purwati menolong suaminya saat melamar Annisa.

‘Banyak istri banyak rezeki’, mungkin inilah yang diandalkan oleh Puspo Wardoyo. Pada tahun 1999, kedai makanan ayam bakarnya sudah mempunyai tiga cabang. Tak usang lalu ia kembali menikah dengan Intan Ratih atas opsi istri keduanya.

Dari pernikahannya dengan empat istrinya, Ia mempunyai 15 orang anak. Hingga tahun 2006, kedai makanan ayam bakar Wong Solo miliknya berkembang pesat menjadi 26 buah restoran yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Ketika Gosip Menjadi Iklan Murah

Ia sempat menciptakan gempar dengan berani merogoh koceknya dengan membiayai ‘Poligami Award’ hingga 2 milyar rupiah. Langkah Puspo itu menciptakan namanya melambung tinggi melebihi popularitas Ayam Bakar Wong Solo miliknya.

Banyak pihak khususnya kaum wanita yang menentang idenya. Bahkan sampai istri presiden KH Abdurrahman Wahid kurun itu yaitu ibu Shinta Wahid ikut memboikot Warung Ayam Bakar miliknya.

Namun itulah Puspo Wardoyo, mungkin baginya pers, berita serta kontroversi yaitu iklan yang murah berkaca pada pengalamannya sebelumnya. Meskipun banyak yang menduga Ayam bakar Wong Solo milik Puspo wardoyo gulung tikar namun sampai ketika ini restorannya masih terus beroperasi.

Puspo Wardoyo - Kisah Sukses Pemilik Ayam Bakar Wong Solo

Hingga kini Ayam Bakar Wong Solo sudah mempunyai puluhan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan di Malaysia yang kini berjumlah 7 outlet.

Ayam Bakar Wong Solo pun telah menjelma francise dengan ribuan karyawan di bawah kendali Wong Solo Group. Puspo Wardoyo pun diketahui selaku penggagas waralaba ayam bakar di Indonesia dan pemilik francise tertua di Indonesia adalah Ayam Bakar Wong Solo.