Tan Malaka dikenal sebagai salah satu jagoan Indonesia, dia ialah salah satu pejuang dari kemerdekaan Republik Indonesia. Jasa Tan Malaka bagi negara sungguh besar sebab yaitu yang pertama kali memperkenalkan gagasan Republik Indonesia yang menjadi ilham bagi Ir. Soekarno.

Walaupun begitu, beliau diketahui selaku tokoh gerakan kiri yang banyak disanjung bahkan oleh Soekarno sampai Mohammad Hatta. Namun siapa sangka, hidupnya selsai tragis dihabisi tanpa peradilan sebab dianggap selaku pemberontak oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana cerita Tan Malaka?  

Biografi Tan Malaka

Sejarah Tan Malaka diketahui juga sebagai pejuang yang berani dan berjiwa sosial. Ia ialah seorang pemikir besar. Seorang patriot yang gagasannya takkan pernah hilang dari negara ini bahkan mampu disebut selaku filsuf nya Indonesia. Berikut biografi Tan Malaka secara singkat yang diketahui sebagai salah satu bapak pendiri bangsa yang dilupakan.

Biografi Tan Malaka

Tan Malaka lahir dengan nama Sultan Ibrahim di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga islamis.

Biografi Tan Malaka

Ayahnya bernama HM Rasad yang melakukan pekerjaan sebagai pegawai pertanian sementara ibunya Rangkayo Sina merupakan orang yang disegani di desanya alasannya adalah berasal dari keluarga terpandang.

Saat berusia 16 tahun, Ia diminta untuk menerima dua anjuran dari keluarganya ialah diberi gelar Datuk atau dijodohkan dengan gadis yang dipilihkan oleh keluarganya. 

Namun beliau menjawab bahwa dirinya cuma mendapatkan satu dari dua proposal tersebut saja. Keluarganya akhirnya menentukan untuk memberinya gelar Datuk Tan Malaka daripada menjodohkannya. Sejak ketika itu Ibrahim dikenal dengan nama Tan Malaka. 

Sekolah ke Belanda

Selepas menuntaskan pendidikan di Kweekschool alias Sekolah Guru Negara di Bukittinggi pada tahun 1913, Ia melanjutkan pendidikannya ke Rijks Kwekschool di Haarlem, Belanda.

Di Belanda inilah beliau berkenalan dengan pemikiran ajaran komunisme dan sosialisme lewat karya Karl Marx, Engels hingga Lenin.

Beberapa waktu kemudian, beliau bertemu dengan Henk Sneevliet salah seorang pendiri Indische Sociaal Democratische Vereeniging alias ISDV. ISDV ialah suatu organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Disinilah sejarah Tan Malaka dan komunis dimulai.

Kembali ke Indonesia

Tan Malaka kemudian kepincut dengan tawaran Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan Social Democratische-Onderwijzers Vereeniging alias Asosiasi Demokratik Sosial Guru. Setelah lulus dari SDOV, Ia lalu kembali ke desanya di Sumatera Barat.

Ia lalu menerima proposal untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Deli, Sumatera Utara. Di kala inilah ia mengamati dan mengetahui penderitaan kaum pribumi Sumatera serta terus melaksanakan kekerabatan ISDV dan menulis untuk media massa.

Tan Malaka sempat menjadi kandidat anggota Volksraad semacam dewan perwakilan rakyat bentukan pemerintah Hindia Belanda dalam pemilihan tahun 1920 mewakili kaum kiri. Namun dia hasilnya mengundurkan diri setahun tanpa karena yang terperinci.

Dekat Dengan Darsono dan Semaun

Kiprahnya lalu dilanjutkan dengan membuka sekolah di Semarang atas pinjaman Darsono yang merupakan tokoh dari Sarekat Islam Merah (SI Merah). Sekolah itu disebut selaku sekolah rakyat dan mempunyai kurikulum yang sama dengan sekolah di Uni Soviet.

Kedekatan Tan Malaka dengan tokoh mirip Semaun dan Darsono pada akhirnya menciptakan dirinya kian bersahabat dengan gerakan komunisme sesudah Sarekat Islam pecah menjadi SI Merah dan SI Putih. 

Semaun kemudian mengajaknya untuk bergabung dengan PKI. Selain aktif dalam berpolitik, ia juga bersungguh-sungguh menulis dan menerbitkan beberapa buku. Bukunya yang berjudul Parlemen atau Soviet? yang dipublikasikan secara berseri oleh PKI.

Karena sosoknya dianggap radikal, Pemerintah Hindia Belanda menangkapnya di Bandung pada Februari 1922. Ia lalu hendak dibuang ke Kupang namun meminta untuk diasingkan ke Belanda.

Di Belanda beliau bergabung dengan Communist Party of the Netherlands atau CPN dengan motif untuk membawa gosip kemerdekaan Indonesia di dalamnya.

Mengikuti Konferensi Komunis Internasional (Komintern)

Tan Malaka kemudian pergi ke Jerman dan kemudian ke Uni Soviet untuk mengikuti konferensi komunis internasional atau Komintern. Di Soviet, Ia memberikan proposal kerja sama antara komunisme dengan pan islamisme meskipun kemudian ditolak.

Selama beberapa tahun dia aktif selaku distributor Komintern distributor Timur dan bahkan sempat menjadi perwakilan Komintern Asia Tenggara. Ia sempat berpindah-pindah mirip ke Kanton, Hongkong, Singapura, Filipina dan beberapa wilayah yang lain untuk peran yang tersebut.

Menulis Buku Naar De Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia)

Pada tahun 1924 saat masih dalam pelarian, Tan Malaka menulis salah satu buku yang paling terkenal yang pernah dibuatnya berjudul Naar De Republik Indonesia atau Menuju Republik Indonesia.

Buku tersebut dianggap sebagai karya yang fenomenal dan melebihi zamannya. Hal ini sebab buku Naar De Republik Indonesia atau Menuju Republik Indonesia telah membicarakan ihwal bentuk negara Indonesia selaku Republik Indonesia.  

Buku karya Tan Malaka ini disebut-sebut selaku sumber wangsit Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dalam merumuskan mirip apa Indonesia di lalu hari.

Pada tahun 1927, Tan Malaka mendirikan partai Republik Indonesia (PARI), ini akibat ketidakpuasan kepada strategi yang diambil oleh PKI dalam perjuangannya. 

Menulis Buku Madilog

Dalam biografi Tan Malaka dikenali bahwa selanjutnya pada tahun 1942, beliau datang kembali di Jakarta. Tak usang kemudian beliau menulis buku berjudul Madilog : Materialisme Dialektika dan Logika.

Biografi Tan Malaka

Ia juga mulai menghitung-hitung potensi Indonesia untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang pada hasilnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Namun diplomasi Indonesia kepada Belanda dinilainya terlalu lemah pasca proklamasi kemerdekaan tersebut. Ia kemudian mendirikan Persatuan Perjuangan yang beranggotakan 140 organisasi politik laskar dan partai politik. 

Didalamnya termasuk juga Masyumi dan PNI yang tidak puas dengan lambannya diplomasi yang dikerjakan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Tan Malaka sempat dipenjara alasannya dituduh sebagai otak penculikan Sutan Syahrir di tahun 1948. Namun beliau lalu dibebaskan dikala pemberontakan PKI meletus di bulan september tahun 1948. 

Mendirikan Partai Murba

Setelah keluar dari penjara, Tan Malaka lalu mendirikan Partai Musyawarah Rakyat Banyak atau MURBA, suatu partai politik dengan ideologi nasionalis komunis.

Sejarawan Hari Poeze dalam yang menulis perihal biografi Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid 4 menyebutkan bahwa tokoh garis kiri ini menolak menjadi ketua partai tersebut.

Ia kemudian masih terus secara rutin mengecam politik diplomasi yang dijalankan oleh Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta yang dia sebut telah menyia-nyiakan hak-hak mereka selaku pemimpin.

Akibatnya propagandanya, Ia lalu menjadi tokoh yang anti politik diplomasi Soekarno-Hatta dianggap sebagai bahaya bagi pemerintah Indonesia. Gerakannya dianggap oleh beberapa pihak mesti ditumpas.

Tan Malaka Tertangkap dan Dieksekusi Mati

Dalam persembunyiannya, Tan Malaka kemudian ditangkap di Gunung Wilis, Selopanggung, Kediri. Ia ditangkap oleh Letnan Dua Sukotjo dari Batalyon Sikatan Divisi Brawijaya pada 21 Februari 1949. 

Atas perintah Sukotjo, Tan Malaka lalu dieksekusi mati di Kediri yang dilaksanakan oleh Suradi Tekebek, orang yang diberi peran Sukotjo. Ia pun dimakamkan disana.

Kematian tokoh pendiri bangsa Indonesia ini tanpa dibuatkan laporan maupun investigasi lebih lanjut. Lokasi makamnya bahkan dirahasiakan. Lokasi makamnya lalu didapatkan oleh Harry Poeze melalui serangkaian wawancara yang dilakukan pada era 1986 hingga dengan 2005 dengan para pelaku sejarah yang berada gotong royong dengan tokoh kiri ini pada tahun 1949.

Sejarawan Harry Poeze menyebutkan bahwa ihwal hukuman mati Tan Malaka bahkan dirahasiakan selama beberapa tahun. Pada tahun 1963, Presiden Soekarno memperlihatkan gelar pendekar nasional untuk Tan Malaka. Walaupun demikian makamnya baru dipindahkan secara simbolik ke Sumatera Barat pada tahun 2017.

Fakta Unik Tan Malaka 

Tan Melaka dikenali pernah dipenjara sebanyak kurang lebih 13 kali. Ia bahkan pernah diburuoleh Polisi Rahasia di 11 negara dan dua benua alasannya sepak terjangnya.

Selama hidupnya, Tan Malaka memiliki 23 nama samaran dan hidup 20 tahun dalam pelarian. Ia juga menguasai 8 bahasa mulai dari Minang, Indonesia, Tagalog, Mandarin, Jerman, Belanda, Rusia dan Inggris.

Karena dianggap sebagai tokoh kiri selama kala Orde Baru Presiden Soeharto, Nama Tan Malaka salah dihilangkan dari buku-buku sejarah walaupun jasanya juga besar bagi Indonesia.