Biografi AdisuciptoAdisucipto (Adisutjipto) lahir tanggal 4 Juli 1916 di Salatiga, Jawa Tengah. Otaknya encer dan prestasinya di sekolah sungguh memuaskan. Lulus dari Algemene Middelbare School (AMS) Semarang tahun 1936, beliau ingin melanjutkan masuk Akademi Militer Belanda di Breda. Namun sang ayah menyarankan Adisutjipto masuk Geneeskundige Hooge Shool (Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta. Tjipto diam-diam mengikuti tes dan diterima di Militaire Luchtvaart Opleidings School atau Sekolah Penerbangan Militer di Kalijati Subang. Tjipto lulus lebih singkat dan mendapat nilai yang sangat bagus. Dia berhak menyandang pangkat letnan muda udara. Tjipto juga mendapat brevet penerbang kelas atas. Konon dialah satu-satunya orang Indonesia yang saat itu mempunyai brevet penerbang kelas atas.

Dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara 1946-2003 ditulis Tjipto lalu menerima peran di Skadron Pengintai di Jawa. Saat Jepang mengalahkan Belanda, seluruh penerbang Belanda dibebastugaskan. Tjipto kembali ke Salatiga dan melakukan pekerjaan selaku juru tulis. Di kota ini pula Tjipto menyunting seorang gadis bernama Rahayu.

Setelah kemerdekaan, tanggal 5 Oktober 1945 juga dibentuk Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan. Surjadi Suryadarma yang memimpin jawatan ini memanggil Adisutjipto untuk membantu membentuk angkatan udara. Kondisi angkatan udara dikala itu sungguh memprihatinkan. Tidak ada pilot, tidak ada mekanik pesawat, tidak ada dana, hanya ada beberapa pesawat renta peninggalan Jepang.

Tapi Adisutjipto nekat menerbangkan pesawat-pesawat itu. Tanggal 10 Oktober 1945 ia sukses menerbangkan pesawat jenis Nishikoren yang dicat merah putih dari Tasikmalaya ke Maguwo, Yogyakarta. Tanggal 27 Oktober 1945 ia sukses menerbangkan pesawat Cureng berbendera merah putih di sekeliling Yogya. Bukan tanpa maksud Tjipto melakukan itu. Hal ini dilakukannya untuk memompa semangat usaha rakyat.

Biografi Adisucipto

Tanggal 1 Desember 1945, Adisutjipto dan Surjadi Suryadarma mendirikan sekolah penerbang. Lagi-lagi dalam situasi serba kelemahan. Tjipto menjadi instruktur, sementara Surjadi mengorganisir manajemen. Angkatan pertama, ada 31 siswa yang mengikuti sekolah penerbangan itu. Hanya bermodal pesawat renta tidak menyurutkan langkah para perintis TNI AU ini untuk mencar ilmu.

“Kalian menerbangkan peti mati,” ujar para penerbang Kerajaan Inggris yang mengunjungi Lanud Maguwo Yogyakarta tahun 1945. Para penerbang itu geleng-geleng melihat formasi pesawat Cureng bikinan Jepang yang jumlahnya tidak seberapa di landasan pacu. Pesawat Cureng itu produksi tahun 1933, beberapa kondisinya jauh dari pantas. Karena itu tidak salah jika pilot Inggris menyebutnya peti mati melayang.

Biografi Adisucipto

Tapi Kepala Sekolah Penerbang Maguwo, Komodor Adisutjipto, acuh taacuh saja mendengar ucapan prajurit Inggris itu. Kadet-kadet sekolah penerbang itu mencatat prestasi membanggakan. Bukan hanya mencatat zero accident, Suharnoko, Harbani, Soetardjo Sigit dan Moeljono berhasil mengebom tangsi-tangsi Belanda di Salatiga, Ambarawa dan Semarang.

Tahun 1947, Adisutjipto dan rekan-rekannya ditugasi pemerintah RI untuk mencari sumbangan obat-obatan bagi Palang Merah Indonesia. Bantuan didapat dari Palang merah Malaya, sementara pesawat angkut Dakota VT-CLA merupakan pinjaman dari saudagar di India. Penerbangan dijalankan secara terbuka. Misi kemanusiaan ini sudah mendapat kesepakatan dari Belanda dan Inggris.

Namun tanggal 29 Juli 1947, saat pesawat hendak mendarat di Maguwo, datang-datang dua pesawat pemburu Kitty Hawk milik Belanda muncul. Pesawat pemburu tersebut langsung menembaki Dakota yang ditumpangi Tjipto dan rekan-rekannya. Pesawat jatuh dan terbakar, Tjipto dan tujuh rekannya gugur. Hanya satu yang berhasil selamat. Entah apa maksud Belanda melanggar janji, namun disangka sebab ingin membalas serangan kadet-kadet Indonesia yang mengebom tangsi Belanda.

Biografi Adisucipto

Biografi Adisucipto

Adisutjipto gres berumur 31 tahun dikala gugur. Keberanian dan semangatnya terus diceritakan dari generasi ke generasi. Memotivasi para penerbang TNI AU untuk melaksanakan hal serupa. Atas jasa-jasanya pemerintah menunjukkan gelar Bapak Penerbang Republik Indonesia pada Adisutjipto. Lapangan Udara Maguwo pun diubah namanya menjadi Lanud Adisutjipto. TintaTeras.com