Biografi Benazir Bhutto. Wanita kelahiran Karachi, Pakistan, 21 Juni 1953 ini ialah wanita pertama yang memimpin suatu negara Muslim di masa pasca kolonial. Benazir yang karismatis terpilih sebagai Perdana Menteri Pakistan pada tahun 1988, tetapi 20 bulan kemudian, kekuasaannya dijatuhkan oleh presiden negara itu yang didukung militer, Ghulam Ishaq Khan, yang secara kontroversial menggunakan Amandemen ke-8 untuk membubarkan dewan perwakilan rakyat dan memaksa diselenggarakannya penyeleksian biasa . Benazir terpilih kembali pada tahun 1993, tetapi tiga tahun lalu diberhentikan di tengah aneka macam skandal korupsi oleh presiden yang berkuasa waktu itu, Farooq Leghari, yang juga memakai kekuasaan pertimbangan khusus yang diberikan oleh Amandemen ke-8.

Benazir yakni anak sulung dari mantan Perdana Menteri Pakistan, Zulfikar Ali Bhutto (yang digantung oleh pemerintah militer Pakistan di bawah kondisi luar biasa) dan Begum Nusrat Bhutto, seorang suku Kurdi Iran. Kakek dari pihak ayahnya yaitu Sir Shah Nawaz Bhutto, seorang Sindhi dan tokoh penting dalam gerakan kemerdekaan Pakistan.

Benazir belajar di Taman Kanak-kanak Lady Jennings dan kemudian di Convent of Jesus and Mary di Karachi. Setelah dua tahun berguru di Rawalpindi Presentation Convent, dia dikirim ke Jesus and Mary Convent di Murree. Ia lulus cobaan O-level (dalam metode pendidikan Inggris, setara dengan Sekolah Menengan Atas kelas 1). Pada bulan April 1969, beliau diterima di Radcliffe College, Universitas Harvard. Bulan Juni 1973, Benazir lulus dari Harvard dengan gelar dalam ilmu politik. Ia juga terpilih selaku anggota Phi Beta Kappa. Ia kemudian masuk ke Universitas Oxford pada animo gugur 1973 dan lulus dengan gelar Magister dalam bidang Filsafat, Politik, dan Ekonomi. Ia terpilih menjadi Presiden dari Oxford Union yang bergengsi.

Setelah menyelesaikan pendidikan universitasnya, Benazir kembali ke Pakistan, tetapi alasannya adalah ayahnya dipenjarakan dan kemudian dihukum mati, dia dikenakan tahanan rumah. Setelah diizinkan kembali ke Inggris pada tahun 1984, dia menjadi pemimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP), partai ayahnya, di pengasingan, tetapi dia tidak mampu membuat kekuatan politiknya dapat dinikmati di Pakistan hingga wafatnya Jenderal Muhammad Zia-ul-Haq.

Tanggal 16 November 1988, dalam suatu penyeleksian umum terbuka pertama dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, partai Benazir, PPP, sukses menerima jumlah bangku terbanyak di Dewan Nasional. Benazir diambil sumpahnya selaku Perdana Menteri sebuah pemerintahan koalisi pada 2 Desember 1988 dan dengan usia 35 tahun dia menjadi orang termuda serta wanita pertama yang memimpin sebuah negara dengan secara umum dikuasai rakyatnya beragama Islam di zaman terbaru.

Setelah dipecat oleh presiden Pakistan saat itu dengan tuduhan korupsi, partai Benazir kalah dalam penyeleksian biasa yang diselenggarakan di bulan Oktober. Ia menjadi pemimpin oposisi sementara Nawaz Sharif menjadi perdana menteri selama tiga tahun selanjutnya. Ketika pemilihan umum Oktober 1993 kembali diadakan, yang dimenangkan oleh koalisi PPP, yang mengembalikan Bhutto ke dalam jabatannya sampai 1996, saat pemerintahannya sekali lagi dibubarkan atas tuduhan korupsi.

Benazir dituduh melaksanakan korupsi namun belakangan namanya dibersihkan. Ia juga dituduh melaksanakan pembersihan uang negara di bank-bank Swiss, dalam suatu masalah yang masih tetap berada di pengadilan Swiss. Suaminya, Asif Ali Zardari, mendekam selama delapan tahun di penjara, walaupun ia tidak pernah terbukti bersalah. Ia ditempatkan di sebuah tahanan tersendiri dan mengaku mengalami siksaan. Kelompok-kalangan hak-hak asasi insan juga mengklaim bahwa hak-hak Zardari sudah dilanggar. Mantan perdana menteri Nawaz Sharif gres-gres ini meminta maaf atas keterlibatannya dalam penahanan yang berkepanjangan atas Zardari dan kasus-perkara yang diajukan melawan Benazir. Zardari dibebaskan pada bulan November 2004.

Benazir semenjak tahun 1999 tinggal dalam pengasingan di Dubai, Uni Emirat Arab dan di sana dia mengasuh anak dan ibunya yang menderita penyakit Alzheimer. Ia juga berkeliling dunia untuk memperlihatkan kuliah dan tetap mempertahankan hubungannya dengan para penunjang Partai Rakyat Pakistan.

Benazir dan ketiga orang anaknya (Bilawal, Bakhtawar, dan Asifa) dipersatukan kembali bersama suami serta ayah mereka pada bulan Desember 2004 setelah lebih dari lima tahun terpisah. Benazir telah bersumpah untuk kembali ke Pakistan dan mencalonkan diri kembali sebagai Perdana Menteri dalam penyeleksian umum yang direncanakan pada November 2007 mendatang. Tanggal 18 Oktober 2007, beliau kembali ke Pakistan untuk menyiapkan diri mengahadapi pemilu. Dalam perjalanan menuju suatu konferensi, dua buah bom meledak di akrab rombongan yang membawanya. Benazir selamat, namun sedikitnya 126 orang tewas dalam insiden tersebut. TintaTeras.com