TintaTeras.com. Pada tahun 1986, empat siswa SMPN 6 Surabaya mulai merenda mimpi – mimpi indah menjadi musisi populer. Dengan kemampuan pas – pasan mereka mengibarkan bendera DEWA. Nama ini bukan sekedar gagah – gagahan, melainkan abreviasi dari nama mereka berempat : Dhani Manaf [Keyboard, Vokal], Erwin Prasetya [Bass], Wawan Juniarso [Drum], dan Andra Junaidi [Gitar]. Waktu itu kegilaan mereka pada musik sudah terlihat. Tidak jarang masing – masing terpaksa mangkir sekolah, sekedar untuk mampu ngumpul dan genjrang – genjreng memainkan alat musik. Rumah Wawan di jalan Darmawangsa Dalam Selatan No. 7, yang terletak di salah satu sudut komplek Universitas Airlangga, menjadi markas mereka sebab disana terdapat seperangkat alat musik meskipun seadanya namun Dewa bisa berlatih sepuasnya. Yang membedakan Dewa dengan grup Surabaya lainnya dikala itu adalah warna musik yang mereka mainkan. Kalau grup lain gemar membawakan ajaran heavy metal milik Judas Priest atau Iron Maiden, Dewa timbul dengan lagu – lagu milik Toto yang lebih ngepop. Hanya seluruhnya berganti saat Erwin yang doyan jazz mulai memperkenalkan musik fudion dari Casiopea. Andra dan Dhani yang semula manteng di jalur rock, karenanya ikutan juga. Format musik Dewa pun perlahan – lahan bergeser, bahkan mereka bukan

cuma memainkan lagu – lagu Casiopea, namun juga karya dari musisi jazz beken yang lain mirip Chick Corea atau Uzeb. Dhani, Erwin, dan Andra lantas berangan – angan ingin mirip Krakatau atau Karimata, dua kalangan jazz yang lagi kondang ketika itu. Ini membuat Wawan duka, penggemar berat musik rock ini merasa warna Dewa sudah keluar jalur. Akhirnya Wawan menetapkan keluar pada tahun 1988 dan bergabung dengan Outsider yang antara lain beranggotakan Ari Lasso. Setahun kemudian menyeberang ke Pythagoras. Posisi Wawan di Dewa lantas digantikan abang kelasnya, Salman. Nama Dewa pun bermetamorfosis Down Beat, diambil dari nama suatu majalahjazz terbitan Amerika.

Untuk daerah Jawa Timur dan sekitarnya, nama Down Beat cukup diketahui khususnya sesudah sukses merajai panggung festival. Sebut saja Festival Jazz Remaja se-Jawa Timur, juara I Festival band SLTA ’90 atau juara II Jarum Super Fiesta Musik. Sementara itu Pythagoras pun sukses jadi finalis Festival Rock Indonesia yang digelar promotor Log Zhelebor. Tapi bagi keempat pemuda yang secara psikologis masih dalam penelusuran jati diri itu, jazz ternyata juga hanya sebuah persinggahan. Begitu nama Slank

berkibar harapan mereka pun berganti. Wawan Juniarso segera dipanggil kembali untuk menghidupkan Dewa dan Ari Lasso ikut bergabung. Nama Dewa kembali tegak, bedanya kali ini pakai embel – embel 19 semata alasannya rata – rata usia pemainnya 19 tahun. Seperti halnya Slank, Dewa 19 pun mencampuradukkan beragammusik jadi satu : pop, rock, bahkan jazz, sehingga melahirkan alternatif baru bagi khasanah musik Indonesia saat itu. Teman sekelas Wawan, Harun rupanya kepincut oleh rancangan tersebut dan secepatnya mengucurkan dana Rp. 10 juta untuk memodali sobat – temannya rekaman. Tapi alasannya di Surabaya tidak ada studio yang menyanggupi syarat, mereka terpaksa ke Jakarta padahal jumlah dana tadi terang pas – pasan. Walhasil mereka harus ngirit habis – habisan, segala hal dijalankan sendiri tergolong mengangkat barangdan sebagainya. Tapi disini musikalitas mereka teruji.

Album perdana, 19 berakhir cuma 25 shift saja. Termasuk hebat buat ukuran musisi daerah yang gres saja menginjak rimba ibukota. Dengan master di tangan, Dhani gentayangan dari satu perusahaan rekaman satu ke perusahaan rekaman lain pakai bus kota, sementaraErwin, Wawan, Andra dan Ari menunggu hasilnya di Surabaya. Sempat ditolak sana – sini, master itu hasilnya dilirik oleh Jan Djuhana dari Team Records, yang pernah sukses melejitkan Kla Project.Di luar prasangka, angka pemasaran album 19 meledak di

pasaran, setelah melalui angka 300.000 kopi, pihak BASF mengganjar mereka dengan dua penghargaan sekaligus. Masing – masing untuk klasifikasi Pendatang Baru Terbaikdan Album Terlaris 1993. Dalam pembuatan album Format Masa Depan diwarnai oleh hengkangnya Wawan Juniarso sebab tidak adanya kecocokan diantaranya.

Setelah itu dalam pembuatan album selanjutnya Dewa memakai additional music untuk drummernya yang antara lain : Ronald dan Rere. Setelah album Terbaik – Terbaik akhir, masuklah Wong Aksan menempati posisi drummer. Namun sehabis menuntaskan pembuatan album Pandawa Lima, pada tanggal 04 Juni 1998 Wong Aksan dikeluarkan dari Dewa 19, sebab pukulan dram Aksan dinilai mengarah kemusik jazz dan sebagai gantinya masuklah Bimo Sulaksono (mantan anggota Netral).