Dengan pertolongan Raja Perancis Henry I (yang bergotong-royong tak lebih berstatus lambang belaka) William mujur mampu terus dapat melihat sinar matahari di tahun-tahun permulaan hidupnya. Nasibnya belum seburuk pengawal eksklusif atau gurunya.
Tahun 1042, dikala Williarn menginjak usia pertengahan belasan tahunnya, dia diangkat jadi perwira militer kehormatan. Sesudah itu dia punya peranan langsung dalam kejadian-kejadian politik. Pecahlah lalu serentetan peperangan melawan baron-baron feodal Normandia yang pada karenanya dapat dimenangkan William yang memantapkan kedudukannya. (Tak terelakkan lagi, status anak tak resmi yang ada pada diri William ialah halangan politis sehingga kerap kali lawan-lawannya menyebutnya “sundelan”). Tahun 1603 dia berhasil menaklukkan Maine, provinsi tetangganya dan di tahun 1064 dia juga berhasil diakui sebagaipenguasa Brittania, juga propinsi tetangga yang yang lain.
Dari tahun 1042 sampai 1066, Raja Inggris yaitu Edward “Sang Penerima Pengakuan.” Karena Edward tak berputera satu pun, banyak rencana gerakan untuk pengganti kedudukan kerajaan Inggris. Dari sudut hubungan darah, permintaan William mengambil alih Edward yakni lemah; ibu Edward ialah adik perempuan kakek William. Tetapi, di tahun 1051, barangkali dipengaruhi oleh cara William memberikan bahwa dia punya kesanggupan, Edward menjanjikan William untuk menjadi penggantinya.
Tahun 1064, Pangeran Harold Goldwin yang paling kuat di Inggris dan sobat karib serta ipar Edward masuk dalam genggaman William. William memperlakukan Harold sebagaimana mestinya namun menahannya hingga dia angkat sumpah sokong permintaan William memperoleh mahkota Kerajaan Inggris. Banyak orang beranggapan sumpah model todongan macam ini tak punya legalitas dan ikatan watak, dan memang Harold sendiri tidak menilai begitu. Tatkala Edward meninggal tahun 1066, Harold Goldwin menuntut mahkota Kerajaan Inggris buat dirinya sendiri dan sebuah tubuh yang namanya “Witan” (badan yang beranggotakan para ningrat yang biasa ambil bagian dalam pengambilan keputusan siapa-siapa yang jadi pemegang mahkota kerajaan) memilihnya jadi raja baru. William, yang ambisinya berkobar-kobar dan murka kepada Harold sebab melanggar sumpah, ambil keputusan menyerbu Inggris untuk merebut tahta dengan kekerasan senjata.
William mengumpulkan armada dan angkatan bersenjata di pantai Perancis, dan di permulaan Agustus 1066 beliau telah siap mengangkat sauh. Tetapi, ekspedisi itu ditunda beberapa minggu menanti meredanya angin buruk dari utara. Sementara itu, Raja Norwegia Harald Hardraade melancarkan serangan terpisah kepada Inggris melintasi laut utara. Harold Goldwin menyiagakan pasukannya di sebelah selatan Inggris, siap menghadapi serangan William. Dengan demikian dia harus mengerahkan pasukannya ke sebelah utara Inggris untuk menghadang serangan orang-orang Norwegia. Tanggal 25 September, dalam pertempuran di Stamford Bridge raja Norwegia tewas dan tentaranya berantakan.
Syahdan, di tahun 1066, Pangeran William dari Normandia hanya dengan beberapa ribu serdadu di belakangnya menyeberangi selat yang memisah daratan Benua Eropa dengan Inggris, menggendong tekad jadi penguasa Inggris. Tekad berani yang gila-gilaan ini ternyata berhasil, upaya penghabisan penyerbuan kekuatan aneh yang dapat berlangsung sebagaimana mestinya, Penaklukan orang Norman ini lebih dari sekedar merebut mahkota Kerajaan Inggris buat William dan keturunannya. Ini membawa dampak yang mendalam pada seluruh sejarah Inggris selanjutnya dalam pelbagai segi dan jenisnya yang tak terbayangkan oleh William sendiri.
Hanya dua hari kemudian angin berganti di Selat Kanal dan William bergegas mengerahkan pasukannya ke Inggris. Mungkin, semestinya Harold membiarkan William bergerak menuju arahnya atau sekurang-kurangnya mengistirahatkan prajuritnya secukupnya sebelum terjun ke medan pertempuran. Tetapi, yang dilakukannya malah kebalikannya. Dia buru-buru menggerakkan pasukannya kembali ke selatan menghadapi William. Kedua angkatan bersenjata berjumpa tanggal 4 Desember 1066 dalam sebuah pertempuran populer di Hastings. Di ujung hari itu juga pasukan berkuda dan pemanah William telah bisa memporak-porandakan kekuatan Anglo-Saxon. Menjelang turunnya malam, Raja Harold sendiri terbunuh. Dua saudaranya telah terbunuh lebih dulu dalam peperangan itu dan tak ada pemimpin Inggris tersisa yang punya bobot dan wibawa membentuk pasukan gres atau melawan permintaan William atas mahkota kerajaan. William dinobatkan di London pada hari Natal.
Lepas lima tahun, pecah beberapa pemberontakan yang terpencar-pencar, namun William sanggup menggebrak mereka semua. William memakai alasan pemberontakan ini selaku alasan menguras semua tanah di Inggris dan memaklumkan bahwa semua tanah itu miliknya langsung. Banyak dari tanah-tanah itu lalu dibagi-bagikan terhadap pengikut-pengikut orang Norwegianya yang menguasai tanah itu dalam kondisi feodal sebagaivassalnya. Akibatnya, seluruh aristokrasi Anglo-Saxon ditanggalkan, diganti oleh orang-orang Norwegia. (Betapa pun kedengarannya dramatis, cuma beberapa ribu orang saja yang secara langsung terlibat dengan perpindahan kekuasaan ini. Buat para petani penggarap masalahnya tak lebih dari pertukaran juragan belaka).
William selalu merasa dan berlagak dialah Raja Inggris yang absah dan selama era hidupnya sebagian besar lembaga-forum Inggris dipertahankan sebagaimana adanya tanpa pergeseran. Karena William berkepentingan peroleh berita menyangkut apa yang jadi miliknya, ia menyuruh dilaksanakannya sensus jelas menyangkut masyarakatdan harta benda. Hasil sensus itu direkam dalam sebuah buku besar disebut “Domesday Book”, yang ialah sumber gosip historis amat berguna. (Naskah aslinya masih terdapat hingga sekarang, disimpan di Kantor Pencatatan Umum di London).
William kawin dan punya empat putera dan lima puteri. Dia meninggal tahun 1087 di kota Rouen, Perancis Utara. Sejak saat itu tiap raja di Inggris ialah keturunannya langsung. Anehnya, kendati William Sang Penakluk ini mungkin merupakan raja paling penting di Inggris, ia sendiri bukanlah orang Inggris, melainkan Perancis. Dia dilahirkan di Perancis dan tutup hayat di Perancis, menghabiskan sebagian besar era hidupnya di sana dan cuma mampu berbahasa Perancis. (Dia kebetulan seorang buta huruf).
Dalam hal mengukur arti penting dampak William atas sejarah satu hal yang paling harus diingat yakni tak akan terjadi penaklukan orang Norman atas Inggris tanpa adanya William. William bukanlah pengganti mahkota Kerajaan Inggris seharusnya. Kalau saja beliau terjauh dari ambisi pribadi dan kemampuan, tak akan ada alasan sejarah perlunya orang Norman melakukan penyerbuan. Inggris tak pernah mampu serbuan dari Perancis semenjak penaklukan Romawi 1000 tahun sebelumnya. Tak pernah terjadi penaklukan yang berhasil dari Perancis (atau dari mana pun) selama sembilan era kecuali oleh William itu.
Pertanyaan yang muncul yakni seberapa jauhkah akibat yang dilontarkan oleh penaklukan Norman itu? Para penakluk Norman bantu-membantu berjumlah relatif kecil namun dia punya efek besar buat sejarah Inggris. Dalam lima atau enam masa sebelum penaklukan itu, Inggris sudah berulang kali diserbu oleh bangsa Anglo-Saxon dan Skandinavia dan dasar budayanya yakni Teutonik. Orang-orang Norman sendiri merupakan keturunan Viking namun bahasa mereka dan kulturnya Perancis. Karena itu, penaklukan oleh orang Norman menyebabkan mendekatnya kebudayaan Inggris dengan Perancis. (Kini tampaknya hal macam itu barang lumrah namun di kurun-masa sebelum jaman William Sang Penakluk, umunmya relasi kultural Inggris bukannya dengan Perancis, melainkan dengan Eropa cuilan utara). Apa yang dialami Inggris ialah pembauran dengan budaya Perancis dan Anglo-Saxon yang tak akan pernah terjadi tanpa adanya penyerbuan itu.
William memperkenalkan Inggris suatu bentuk feodalisme yang lebih maju. Raja-raja Norman, tak mirip Anglo-Saxon pendahulunya, membawahi ribuan jagoan-hero bersenjata, satu angkatan bersenjata yang handal menurut ukuran era tengah. Orang-orang Norman punya ketetampilan pemerintahan dan administrasi sehingga pemerintahan Inggris menjadi salah satu dari pemerintahan yang berpengaruh dan efektif di Eropa.
Akibat menarik berikutnya berkat penaklukan orang Norman ialah berkembangnya bahasa Inggris baru. Berkat itu terjadilah penambahan kata-kata gres ke dalam bahasa Inggris, begitu banyaknya penambahan yang terjadi sehingga kamus Inggris modern berjejalan kata-kata berasal dari Perancis dan Latin, melampaui kata-kata yang berasal-ajakan dari Anglo-Saxon. Lebih jauh lagi dari itu, selama tiga atau empat abad secepatnya sesudah penaklukan Norman gramatika Inggris berubah dengan teramat cepatnya, sebagian besarnya cenderung ke arah penyederhanaan. Kalaulah saja tak terjadi penaklukan itu, jangan-jangan bahasa Inggris kini cuma sedikit berlawanan dengan bahasa Jerman dan Belanda rendahan. Ini satu-satunya teladan betapa bahasa besar tidak akan terjelma sebagaimana bentuknya yang kita kenal kini ini tanpa melalui peranan perjuangan seseorang langsung. (Perlu dicatat, bahasa Inggris sekarang terperinci sekali merupakan bahasa yang ternama di dunia).
Juga mampu ditandaskan akhir yang lain dari penaklukan Norman kepada Perancis sendiri. Sekitar empat era sesudahnya, terjadi serentetan pertempuran antara raja-raja Inggris (yang sebab berasal-seruan dari orang Norman, memiliki tanah-tanah di Perancis) dengan raja-raja Perancis. Pertempuran ini merupakan rentetan nyata dari penaklukan Norman; sebelum tahun 1066 tak ada itu yang namanya peperangan antara Inggris dan Perancis.
Dalam banyak hal, hakekatnya Inggris beda dengan semua negara-negara daratan benua Eropa. Baik atas dorongan gairahnya sebagaikerajaan besar dan berkat forum-lembaga demokratisnya, Inggris sudah memberi imbas mendalam terhadap bab-bab dunia lain, lepas samasekali dari ukuran luas negerinya sendiri. Sampai seberapa jauhkah aspek sejarah politik Inggris ditilik dari akibat tindakan-tindakan William ?
Para sejarawan tidak oke cuma pada problem apa alasannya demokrasi terbaru jabang bayinya lahir di Inggris dan bukannya, katakanlah, di Jerman. Tetapi, budaya dan lembaga-forum Inggris ialah adonan dari Anglo-Saxon dan Norman, dan percampuran ini dihasilkan oleh akibat penaklukan orang Norman. Di lain pihak, rasanya agak sulit buat saya secara masuk akal memperlihatkan terlampau berlebihan atas despotisme William dalam kaitan dengan pertumbuhan demokrasi Inggris di periode-abad selanjutnya. Tentu, ada harganya demokrasi di Inggris pada periode sehabis ditaklukkan William.
William Sang Penakluk tatkala peperangan Hastings.
Ditilik dari ukuran Kerajaan Inggris, imbas William bisa kelihatan lebih terperinci. Sebelum tahun 1066, Inggris berulang kali mengalami rupa-rupa penyerbuan. Sesudah tahun 1066, kedudukan dan peranannya justru terbalik. Berkat pemerintahan terpusat yang mapan dan kuat yang diresmikan William dan yang terus dipertahankan oleh para pengganti sesudahnya, begitu juga berkat sumber dana militer yang dikuasai oleh pemerintahannya, Inggris tak pernah lagi dijamah orang. Malah, lalu gilirannya dia tak henti-hentinya terlibat dalam operasi militer di negeri lain. Karena itu lumrahlah bila kekuatan Eropa meluas ke negeri-negeri lain, dan lumrahlah bilamana Inggris berkemampuan punya lebih banyak tempat jajahan daripada negeri-negeri Eropa lain mana pun.
Keruan saja, orang tidak bisa bilang cuma semata-mata berkat William Sang Penakluk terjadinya semua pertumbuhan maju Inggris dalam sejarah. Tetapi yang telah niscaya dan tak perlu syak lagi penaklukan orang Norman merupakan aspek tak langsung dari segala peristiwa yang muncul sesudahnya. Pengaruh jangka panjang William dengan sendirinya amatlah besar.